MAKALAH ULUMUL HADISTHADIST MAUDHU’
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah hadits maudhu
berawal dari pertentangan politik yang terjadi pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib yang berujung pada pembuatan
hadits-hadits palsu yang tujuannya adalah untuk mengalahkan lawan dan
mempengaruhi orang-orang tertentu. Akibat perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat hadits maudhu
untuk memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul hadits merupakan suatu ilmu pengetahuan
yang komplek dan sangat menarik untuk diperbincangkan, salah satuanya adalah
mengenai hadits maudhu yang menimbulkan kontrofersi dalam keberadaannya. Suatu
pihak menanggapnya dengan apa adanya, ada juga yang menanggapinya dengan
beberapa pertimbangan dan catatan, bahkan ada pihak yang menolaknya secara
langsung.
Kemudian kami sebagai Mahasiswa yang dituntut
untuk mengkaji dan memahami polemik problematika umat yang salah satunya
ditimbulkan dari adanya hadits maudhu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Hadist Maudhu’?
2.
Bagaimana sejarah kemunculan Hadist Maudhu’?
3.
Apa latar belakang Hadist Maudu’?
4.
Apa Kakteristik Kepalsuan Hadist Maudhu’ dan
contohnya?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk mengetahui Apa pengertian Hadist Maudhu’?
2.
Untuk mengetahui Bagaimana sejarah kemunculan Hadist
Maudhu’?
3.
Untuk mengetahui Apa latar belakang Hadist Maudu’?
4.
Untuk mengetahui Apa Kakteristik Kepalsuan Hadist
Maudhu’ dan contohnya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hadist Maudhu’
Untuk mencapai suatu pemahaman yang sesuai dengan konteks Ilmu
Hadis. Maka memahami pengertian Hadis Mauḍū’ dapat dicapai melalui
pendekatan etimologis (kebahasaan) dan terminologis (keistilahan). Secara
etimologis, kata مَوْضُوع
berasal dari kata وضع - يضع
. Kata وضع
, sebagaimana dikemukakan Dr. Muhammad Ajaj Al-Khatib (2007:275), mengandung
beberapa makna, antara lain: الإِسْقَاط
(menggugurkan), التَرْكُ
(meninggalkan),وَ الاِخْتِلَاقُ الاِفْتِرَاءُ (mengada-ada dan membuat-buat). Sementara
itu, Dr. Mohamad Najib (2001:38), merujuk keterangan para ulama, menguraikan
konotasi makna lainnya selain dari makna-makna tersebut, yakni, الحِطَة
(menurunkan/ merendahkan derajat) dan الإِلصَاقُ (melekatkan).[1]
Makna-makna tersebut sangat relevan untuk memaknai Hadis Mauḍū’.
1. Dikatakan الإِسْقَاط, karena ia tidak dapat dijadikan dasar hukum.
2. Dikatakan التَرْكُ, karena ia ditinggalkan, tidak dapat
dijadikan hujjah.
3. Dikatakan وَ الاِخْتِلَاقُ الاِفْتِرَاءُ, karena ia dibuat-buat oleh rawinya.
4. Dikatakan الحِطَة, karena kedudukannya yang rendah.
5. Dikatakan الإِلصَاقُ, karena ia dilekatkan kepada Nabi Saw.
padahal beliau tidak mensabdakannya.
Adapun secara terminologis, dari beberapa pengertian yang
dikemukakan oleh para ahli Hadis, diantaranya ialah:
ما
نسب إلى الرّسول صلّى الله عليه وسلّم اختلاقا و كذبا ممّا لم يقله أو يفعله أو
يقرّه
Sesuatu
yang dinisbatkan kepada Rasul Saw. dengan cara mengada-ngada dan dusta, yang
tidak beliau sabdakan, tidak beliau perbuat, dan tidak beliau taqrir-kan.
Dari pengertian diatas, unsur penting yang merepresentasikan
kedudukannya sebagai suatu Hadis yang palsu ialah اختلاقا (dibuat-buat) dan كذبا (dusta). Dengan demikian setiap Hadis yang dibuat-buat dan
dinisbahkan kepada Nabi Saw. secara dusta, maka itulah Hadis Mauḍū’.
Namun persoalan muncul mengenai batasan apakah mesti ada faktor
kesengajaan atau tidak. Sebab dalam ranah Ilmu Hadis ada terma lain yang
bentuknya mirip dengan Hadis Mauḍū’, misalnya Hadis Bāṭil.
Persoalan lainnya ialah adanya silang pendapat dikalangan ulama
mengenai status Hadis Mauḍū’ itu sendiri, apakah layak untuk
dikategorikan sebagai Hadis atau tidak. Dalam hal ini sebagian ulama
–diantaranya Ibn Ṣalaḥ- menganggap bahwa Hadis Mauḍū’ adalah
Hadis Ḍa’īf yang ke-ḍa’īf-annya sangat rendah. Sementara sebagian
yang lain –diantaranya Ibn Ḥajar- tidak menganggap Hadis Mauḍū’ sebagai
Hadis. Namun jumhur muḥaddiṡīn menganggap Hadis Mauḍū’ sebagai
bagian dari Hadis Ḍa’īf.
B.
Sejarah Kemunculan Hadist Maudhu’
Masuknya secara massal penganut agama lain kedalam islam, yang merupakan dari keberhasilan
dakwah islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi faktor
munculnya hadits-hadits palsu. Kita tidak bisa menafikan bahwa masuknya mereka
keislam,disamping ada yang benar-benar ikhlas, ada juga segolongan mereka yang
mennganut agama islam hanya karena terpaksa tnduk pada kekuasaan islam pada
waktu itu. Golomngan ini kita kenal dengan kaum Munafik
Golongan tersebut
senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap islah dan senantiasa menunggu
peluang yang tepat untuk merusak dan menimbulkan keraguan dalam hati-hati
orang-orang islam. Maka datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu
pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Golongan inilah yang mulai menaburkan
benih-benih fitnah yang pertama. salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya
menghancurkan Islam pada masa Utsman bin Affan adalah Abdullah bin Saba’,
seorang yahudi yang menyatakan telah memeluk islam.
Dengan bertopengkan
pembelaan kepada saydina Ali dan Ahli Bait, ia menabur fitnah untuk fitnah
kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah dari
pada Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar dan Umar. Halitu karena,
menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat dari Nabi Saw. Lalu, untuk
mendukung propoganda tersebut, ia membuat suatu haditds maudhu’ yang artinya “
setiap Nabi ada penerima wasiatnya dan penerima mwasiatku dalahali”.
Namun penyebaran hadits
Maudhu’ pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama
yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan suatu kepalsuan suatu
hadits. Setelah zaman shahabat berlalu, penelitian terhadap hadits-hadits Nabi
SAW, mulai melemah. Ini menyebabkan bayaknya periwayatan dan penyebaran hadits
secara tidak langsung telah menyebabkan terjadunya pendustaan terhadap
Rasulullah dan sebagian shahabat. Ditambah lagi dengan adanya konflik politik antara
umat Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang kepada golongan tertentu
yang memcoba bersengkongkol dengan penguasa untuk memalsukan hadits.[2]
C.
Latar Belakang
Kemunculan Hadist Maudhu’
Terjadi silang pendapat dikalangan ahli terkait masa awal kemunculan
Hadis Mauḍū’; Satu pendapat mengatakan bahwa pemalsuan Hadis telah
terjadi sejak zaman Rasulullah Saw. Adapula yang berpendapat bahwa pemalsuan
Hadis mulai terjadi pada tahun 40 Hijriah. Sedangkan pendapat lainnya
menyatakan bahwa pemalsuan Hadis baru terjadi pada akhir abad kesatu Hijriah.[3]
Diantara tokoh yang meyakini munculnya Hadis Mauḍū’ sejak
zaman Rasulullah Saw. adalah Aḥmad Amin. Ia berpandangan bahwa ungkapan
Hadis من كذب عليّ
متعمّدا... (Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja…)
yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. merupakan konsekuensi logis bahwa Hadis
telah dipalsukan sejak zaman beliau. Dalam ungkapan lain telah terjadi
kebohongan atas nama Rasulullah Saw. pada saat itu, sehingga beliau memberikan
peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang berdusta atas namanya. Akan
tetapi, pendapat ini dianggap tidak memiliki alasan historis, apalagi pemalsuan
Hadis pada zaman Rasulullah Saw. tidak termuat dalam kitab-kitab standar
terkait dengan asbāb al-wurud.
Dalam hal ini, Ajaj Al-Khatib menafikan terjadinya pemalsuan
Hadis sejak zaman Rasulullah Saw. Menurutnya hal itu tidak mungkin terjadi,
apalagi jika dilakukan oleh para sahabat, sangat tidak logis. Ia menggambarkan
bagaimana perjuangan para sahabat mendampingi Rasulullah Saw., berkorban dengan
harta dan jiwa demi tegaknya agama Allah Swt., serta menghadapi berbagai
siksaan. Disamping itu para sahabat hidup dibawah bimbingan Rasulullah Saw. dan
mereka menjalani hidup dengan penuh ketaqwaan dan wara. Sehingga tidak
mungkin jika ada salah seorang diantara mereka yang melakukan kedustaan atas
nama Rasulullah Saw. Dalam ungkapan lain, anggapan bahwa ada diantara sahabat
yang melakukan pemalsuan Hadis sangat kontradiktif dengan konsep "الصحابة
جميعهم عدول". Selain menafikan partisipasi sahabat dalam pemalsuan Hadis, ia
juga menafikan keikutsertaan para pembesar dan ulama dari kalangan tabi’in.
Karena pada masa tabi’in pemalsuan Hadis relatif lebih sedikit dan itupun
dilakukan oleh kalangan jahil yang terdorong oleh perbedaan politik maupun
aliran.
Sementara pendapat lainnya menyebutkan bahwa Hadis Mauḍū’
telah muncul sejak masa kekhalifahan ‘Uṡmān bin ‘Affān. Diantara yang
berpendapat demikian adalah Akram al-Umari, Abū Syuhbah, dan Abū Zahu.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh para ahli, setidaknya
dapat dideskripsikan latar belakang dan motif kemunculan Hadis Mauḍū’.
Pemalsuan Hadis tidak hanya dilakukan oleh orangorang Islam, akan
tetapi juga oleh orangorang nonislam yang berusaha mencemarkan Hadis sebagai
sumber ajaran islam. Ada beberapa faktor penyebab yang mendorong orangorang
membuat hadis palsu, diantaranya:
1. Pertentangan
politik dalam soal pemilihan khalifah
2. Adanya
kesengajaan dari pihak lain untuk merusak Ajaran islam
3. Mempertahankan
Madzhab fiqih dan masalah kalam
4. Menarik simpati
kaum Awam
5. Membangkitkan
gairah beribadah untuk mendekatkan diri kepada
Alla
6. Menjilat atau
mencari muka kepada penguasa
D.
Karakteristik Kepalsuan Hadist Maudhu’ serta contohmya
Para ulama’ menentukan bahwa ciriciri keMaudhu’an suatu Hadis terdapat
pada sanad dan matan.
1.
Ciriciri yang terdapat pada sanad[4]
a.Rawi tersebut
terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya
yang meriwayatkan hadis dari dia.
b. Pengakuan dari
sipembuat sendiri.
c.Kenyataan
sejarah, mereka tidak mungkin bertemu.
d.
Keadaan rawi dan faktorfaktor yang mendorongnya membuat hadis
maudhu’.
Misalnya seperti yang
dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung kerumah Al- Mahdi yang
sedang bermain dengan burung merpati yang berkata:
e.
لاَ سَبَقَ إِلاَّ
فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
“Tidak sah perlombaan itu,
selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau mengadu burung
Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu burung), untuk
menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia
berpaling, sang Amir berkata: “ aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk
pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an
suatu Hadits.
2. Ciriciri yang
terdapat pada Matan
a. Kerancuan redaksi
atau makna hadis
b. Maknanya rusak
c. Matannya
bertentangan dengan akal atau kenyataan, bertentangan dengan alQuran atau
hadis yang lebih kuat atau ijma’
d. Hadis yang
bertentangan dengan kenyataan sejarah yang terjadi dimasa Rasul.
Hadis yang terlalu berlebihlebihkan salah satu sahabat.
Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:
اَنَّ
سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ رَكْعَتَيْ
Sesungguhnya
bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bersembahyang dimaqam
Ibrahim dua raka’at.
Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau
menyalahi kenyataan, seperti Hadits:
لاَيُوْلَدُ بَعْدَ الْمِائَةِ
مَوْلُوْدٌ لِلّهِ فِيْهِ حَاجَةٌ
Tiada
dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi
Allah.
Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti
hadits:
اَلْبَاذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ
Buah terong itu penawar bagi penyakit.
Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang
ditetapkan akal kepada Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari
serupa dengan makhluqnya. Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut
ini:
إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ الْفَرَسَ
فَأَجْرَاهَا فَعَرِقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا
Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya, maka
berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.
Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan
alam, seperti hadits yang menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang
tigab ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata: “ketika
topan terjadi, air hanya sampai ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan
tangannya kedalam laut, lalu membakar ikan yang diambilnya kepanas
matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung tangannya.
Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal
sama sekali, seperti hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ حّبِيْبِيْ
وحَبِيْبُ حَبِيْبِيْ
Ayam putih
kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.
Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits
mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ خُلُ الجَنَّةَ إِلَى سّبْعَةِ
أبْنَاءٍ
Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh
turunan.
Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S.
Al-An’am : 164, yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَأُخْرَى
Dan seorang
yang berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain.
Ayat diatas
menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orng lain.
Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
Menerangkan
suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil,
atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، كَانَ هُوَ
وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha
illallh) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai
70.000 lisan, dan setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang dapat
memintakan ampun kepadanya[5].
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demikianlah uraian ringkas mengenai Hadis Mauḍū’. Dari
uraian tersebut, maka dapatlah dibedakan antara Hadis yang benar-benar
disabdakan oleh Nabi Saw. dengan Hadis yang hanya dilekatkan kepada beliau
tanpa beliau mensabdakannya. Karena sifatnya yang dibuat-buat dan dilekatkan
kepada Nabi Saw. maka tidaklah berlebihan jika disebut sebagai Hadis palsu.
Apabila sekelompok cendikiawan bersikeras melontarkan
tuduhan-tuduhan terhadap Islam –dalam hal ini terhadap Hadis- yang didasari
oleh keraguan terhadapnya, maka untuk menjawab keraguan tersebut, para ulama
telah memberikan rumusan dengan cara apa dan bagaimana Hadis itu
ditransmisikan. Artinya, benar dan tidaknya suatu Hadis berasal dari Nabi Saw.
dapat diukur melalui mekanisme periwayatannya.
Temuan para ulama terhadap eksistensi Hadis-hadis palsu dan
penolakan atasnya sebagai norma agama, menegaskan kepada umat muslim maupun
non-muslim bahwasanya secara umum umat Islam tidak berpandangan bahwa seluruh
Hadis itu saḥīḥ
B.
Saran
Dalam penulisan makalah
ini kami menyadari bahwasannya dalam pembuatan makalah
ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kami mengaharap saran dan kritik dari
pembaca mengenai makalah yang kami susun ini agar menjadikan kami lebih baik di
masa mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya
dan pembaca padaa umumnya. Kami mohon maaf apabila terdapat salah tulisan atau
salah kata dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/ pada 11 November 2019
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/56116108/makalah_hadist_palsu.docx
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents
https://api11o.ilovepdf.com/v1/download/
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/56116108/makalah_hadist_palsu.docx
[1] Di akses di : https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/ pada 11 November 2019
[2] Di akses di : https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/56116108/makalah_hadist_palsu.docx pada 11 November 2019
[3] Di
akses di : https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents pada 11 November 2019
[4] Di akses di : https://api11o.ilovepdf.com/v1/download/ pada 11 November 2019
[5] Di akses di : https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/56116108/makalah_hadist_palsu.docx pada 11 November 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar