--> Fragmen Ilmiah : Islam | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Himpunan Makalah, Skripsi, dan Jurnal

Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

12/12/20

Makalah Ijma' dan Qiyas dalam Islam

Makalah Ijma' dan Qiyas dalam Islam

Makalah Ijma' dan Qiyas Dalam Islam

Ijma’ dan qiyas adalah salah satu sumber hukum islam yang memiliki tingkat kekuatan argumentasi di bawah dalil-dalil Nash (Al-Qur’an dan Hadits)

Pengertian Ijma' dan Qiyas, Contoh hingga Macam-macamnya

Ijma’ dan qiyas adalah salah satu sumber hukum islam yang memiliki tingkat kekuatan argumentasi di bawah dalil-dalil Nash (Al-Qur’an dan Hadits).

Ia merupakan dalil pertama setelah Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum islam.

Namun ada komunitas umat islam tidak mengakui dengan adanya ijma’ dan qiyas itu sendiri yang mana mereka hanya berpedoman pada Al-Qur’an dan Al Hadits.

Mereka berijtihat dengan sendirinya itupun tidak lepas dari dua teks itu sendiri (Al-Qur’an dan Hadits).


Ijma’ dan qiyas muncul setelah Rasulullah wafat, para sahabat melakukan ijtihad untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi. 

Khalifah Umar Ibnu Khattab RA. misalnya selalu mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi dan bertukar fikiran dalam menetapkan hukum.

Jika mereka telah sepakat pada satu hukum, maka ia menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum yang telah disepakati.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian ijma’ dan qiyas
2. Macam-macam ijma’ dan qiyas
3. Kedudukan ijma’ dan qiyas dalam agama Islam
4. Pentingnya ijma’ dan qiyas dalam agama Islam

C. Tujuan        
Dalam penulisan makalah ini penulis bertujuan agar kita para mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara untuk lebih memahami sumber hukum islam seperti ijma’ dan qiyas.


Yang telah disepakati oleh para mujtahid yang dijadikan sebagai sumber hukum islam setelah Al-Qur’an dan Hadits.

BAB II, Pembahasan 
A. Pengertian Ijma' dan Qiyas.

Ijma’ menurut bahasa artinya sepakat, setuju atau sependapat. 

Sedangkan menurut istilah; kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. 

Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dalam menetapkan suatu hukum, kerena segala persoalan dikembalikan kepada beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belum diketahui hukumnya.

Pengertian qiyas. Secara Etimologi (bahasa) Qiyas menurut arti bahasa arab ialah penyamaan, membandingkan atau pengukuran, menyamakan sesuatu dengan yang lain.


Secara Terminologi (istilah) menurut ulama ushul Qiyas berarti menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an dan Hadist dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash.

Imam Syafi’i mendefinisikan qiyas sebagai upaya pencarian (ketetapanhukum) dengan berdasarkan dalil-dalil terhadap sesuatu yang pernah diinformasikan dalam al-Qur’an dan hadis.

Dalam kitab Ar-Risalah Imam Syafi’i juga berkata, “Qiyas adalah suatu yang dipecahkan berdasarkan dalil-dalil yang disesuaikan dengan informasi yang tersirat dalam al-Qur’an atau hadis, karena keduanya adalah kebenaran hakiki yang wajib dijadikan sumber

C. Macam-macam Ijma' dan Qiyas
Ijma’ ditinjau dari cara penetapannya ada dua:

Ijma’ Sharih Yaitu semua para mujtahid (pejuang islam) mengemukakan pendapat mereka masing-masing secara jelas dengan sistem fatwa atau qadha (memberi keputusan). 


Artinya setiap mujtahid menyampaikan ucapan atau perbuatan yang mengungkapkan secara jelas tentang pendapatnya,dan kemudian menyepakati salah satunya.

Ijma’ Sukuti (diam). Yaitu pendapat sebagian ulama tentang suatu masalah yang diketahui oleh para mujtahid lainnya, tapi mereka diam, tidak menyepakati atau pun menolak pendapat tersebut secara jelas. 

Ijma’ sukuti dikatakan sah apabila telah memenuhi beberapa kriteria berikut :

Diamnya mujtahid itu betul-betul tidak menunjukan adanya kesepakatan atau penolakan. 

Bila terdapat tanda-tanda yang menunjukan adanya kesepakatan, yang dilakukan oleh sebagian mujtahid. Maka tidak dikatakan ijma’sukuti, melainkan ijma’ sharih. Begitu pula bila terdapat tanda-tanda penolakan yang dikemukakan oleh sebagian mujtahid, itupun bukan ijma’sukuti.

Keadaan diamnya para mujtahid itu cukup lama, yang bisa dipakai untuk memikirkan permasalahannya, dan biasanya dipandang cukup untuk mengemukaka hasil pendapatnya.

Permasalahan yag difatwakan oleh mujtahid tersebut adalah permasalahan ijtihadi, yang bersumberkan dalil-dalil dzani (dugaan). 

Sedangkan permasalahan yang tidak boleh di-ijtihadi atau yang bersumber dari dalil-dalil tidak qath’I (pasti), jika seorang mujtahid mengeluarkan pendapat tanpa didasari dalil yang kuat, sedangkan yang lainnya diam. Hal itu tidak bisa disebut ijma’.

Contoh ijma’ sukuti. Diadakannya adzan dua kali dan iqomah untuk sholat jum’at, yang diprakarsai oleh sahabat Utsman bin Affan r.a. 

Pada masa kekhalifahan beliau. Para sahabat lainnya tidak ada yang memprotes atau menolak ijma’ Beliau tersebut dan diamnya para sahabat lainnya adalah tanda menerimanya mereka atas prakarsa tersebut.

Selain macam-macam ijma’ diatas, terdapat pula beberapa macam ijma’ yang dihubungkan dengan masa terjadinya, tempat terjadinya atau orang-orang yang melaksanakannya. Ijma’-ijma’ itu adalah :

Ijma’ sahabat, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW.

Contoh ijma’ sahabat Ijma’ sahabat tentang pemerintahan. Wajib hukumnya mengangkat seorang imam atau khalifah untuk menggantikan Rasulullah dalam menyangkut urusan agama dan dunia yang disepakati oleh para Sahabat Rasulullah.

Ijma’ khulafaur rasyidin, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bun Abi Thalib. 

Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan pada masa keempat orang itu hidup.

Contoh ijma’ fi’ly dari Khulafa’ Rosyidin Shalat tarawih adalah shalat dilakukan sesudah sholat isya’ sampai waktu fajar. 

Bilangan rakaatnya yang pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah 8 rakaat.

Umar bin Khattab mengerjakannya sampai 20 rakaat. Amalan Umar bi Khattab ini disepakati oleh ijma’. Ijma’ ini tergolong ijma’ fi’ly dari Khulafa’ Rosyidin.

Ijma’ syaikhan, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh Abu Bakar dab Umar bin Kattab.

Ijma’ ahli madinah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama madinah.

Madzhab Maliki menjadikan ijma’ ahli madinah ini sebagai salah satu sumber hukum islam. Menurut pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa ijma’ mujthahid Madinah saja sudah merupakan kesimpulan ijma’.

Ijma’ ulama kuffah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama kuffah. Madzhab Hanafi menjadikan ijma’ ulama kuffah sebagai salah satu sumber hukum islam.

Ijma’ dipandang tidak sah, kecuali bila mempunyai sandaran, sebab ijma’ bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Selain itu fatwa dalam masalah agama tanpa sandaran adalah tidak sah.

Ditinjau dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma', dapat dibagi kepada:

ljma`qath`i, yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu adalah qath'i (pasti) diyakini benar terjadinya, tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijma' yang dilakukan pada waktu yang lain.

ljma`Zhanni, yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu Zhanni (dugaan), masih ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma' yang dilakukan pada waktu yang lain.

Macam-macam Qiyas, Qiyas mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada tingkat kekuatan hukum karena adanya illat yang ada pada asal dan furu’, adapun tingkatan tersebut pada umumnya dibagi menjadi tiga yaitu :

Qiyas Awlawi, yaitu bahwa ‘illat yang terdapat pada far’u (cabang) lebih utama daripada ‘illat yang terdapat pada ashl (pokok). 

Misalnya mengqiyaskan hukum haram memukul kedua orang tua kepada hukum haram mengatakan “ah” yang terdapat dalam surat al-Isra’ ayat 23.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. 

Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. “(Q.S. Al Isra’ : 23).

Karena alasan (‘illat) sama-sama menyakiti orang tua. Namun, tindakan memukul dalam hal ini cabang (far’u) lebih menyakiti orang tua sehingga hukumnya lebih berat dibandingkan dengan haram mengatakan “ah” pada ashl.

Qiyas Musawi, yaitu qiyas di mana illat yang terdapat pada cabang (far’u) sama bobotnya dengan bobot ‘illat yang terdapat pada ashl (pokok). 

Contohnya keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan firman Allah surah An-nisa’ : 10.

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا (10)

Yang artinya : Sebenarnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). 

Dari ayat diatas kita dapat mengqiyaskan bahwa segala bentuk kerusakan atau kesalahan pengelolaan atau salah menejemen yang menyebabkan hilangnya harta tersebut juga dilarang seperti memakan harta anak yatim tersebut.

Qiyas al-Adna, yaitu qiyas di mana ‘illat yang terdapat pada furu’ (cabang) lebih rendah bobotnya dibandingkan dengan ‘illat yang terdapat pada ashl (pokok).

Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadhal (riba yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar menukar antara dua bahan kebutuhan pokok atau makanan). 

Dalam masalah kasus ini, illah hukumnya adalah baik apel maupun gandum merupakan jenis makanan yang bisa dimakan dan ditakar. 

Namun ada segi yang lain dari illah gandum yang tidak terdapat pada apel, apa itu? Apel tidak makanan pokok. Oleh karenanya, illah yang ada pada apel lebih lemah dibandingkan dengan illah yang ada pada gandum yang menjadi makanan pokok.

Apabila dilihat dari segi jelas atau tidak jelasnya ‘illat yang menjadi landasan hukum, maka qiyas dapat dibagi menjadi dua macam :

Qiyas Jali, yaitu qiyas yang dinyatakan ‘illatnya secara tegas dalam Al Quran dan Sunnah atau tidak dinyatakan secara tegas dalam kedua sumber tersebut.

Tetapi berdasarkan penelitian kuat dugaan bahwa tidak ada perbedaan antara ashl dan cabang dari segi kesamaan ‘illatnya. 

Misalnya, mengqiyaskan memukul kedua orang tua dengan larangan mengucapkan “ah” sebagaimana dalam contoh qiyas awla di atas. Menurut Wahbah al-Zuhaili, qiyas jali ini meliputi apa yang disebut dengan qiyas awla dan qiyas musawi.

Qiyas Khafi, yaitu qiyas yang illatnya di istinbatkan atau ditarik dari hukum ashl. 

Misalnya, mengqiyaskan pembunuhan dengan memakai benda tajam karena ada kesamaan ‘illat antara keduanya, yaitu kesengajaan dan permusuhan pada pembunuhan dengan benda tumpul sebagaimana terdapat pada pembunuhan dengan menggunakan benda tajam.

C. Kedudukan Ijma' dan Qiyas

Kebanyakan ulama’ mengetahui bahwa ijma’ merupakan sumber hukum yang kuat dalam menetapkan hukum islam dan menduduki tingkatan ketiga dalam sumber hukum islam. 

Kekuatan ijma’ sebagai sumber hukum islam ditunjukkan dalam nash Al-Qur’an dan Al-Hadist, diantaranya ialah: QS. An-Nisa: 59

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu”

Dengan demikian, pada dasarnya ijma’ dapat dijadikan alternative dalam menetapkan hukum suatu peristiwa yang di dalam Al-Qur’an atau Al-Hadist tidak ada atau kurang jelas hukumnya.

Kedudukan Qiyas. Dalam peranannya pada agama islam, qiyas sebagai hujjah (sumber hukum) islam yang keempat setelah al-Qur’an, al-hadist, dan ijma’. 

Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa qiyas merupakan salah satu proses ijtihad, maka Imam Syafi’i mengatakan bahwa ijtihad itu sesungguhnya adalah mengetahui jalan-jalan qiyas. 

Oleh sebab itu, mujtahid harus mengetahui tentang qiyas dengan benar serta memungkinkan mujtahid untuk memilih hukum asal yang lebih dekat dengan objek. Mereka berpendapat demikian dengan berpegang kepada

Firman Allah SWT:

فَـاعْــتَــبِــيْــرُوْا يَـآ اُوْ لىِ اْلاَ بــْـصَارِ

"Hendaklah kamu mengambil I’tibar (contoh / ibarat / pelajaran). Hai orang-orang yang berfikiran". (Q.S. Al-Hasyr : 2)

Karena i’itibar artinya adalah "Qiyash-Syai’i-bisy-Syai’ (Membanding sesuatu dengan sesuatu yang lain).

D. Pentingnya Ijma' dan Qiyas dalam Agama Islam

Apabila kita tidak mendapatkan hukum dalam al-Qur’an maupun dalam as-Sunnah, maka kita tinjau apakah para ulama’ kaum muslimin telah ijma’. Apabila ternyata demikian, maka ijma’ mereka kita ambil dan kita laksanakan.

Para ulama bersepakat bahwa yang dijadikan landasan oleh ijma’ hanyalah Al-Qur’an dan Sunnah. 

Sementara itu untuk qiyas masih terdapat perbedaan pendapat. Dalam hal ini para fuqaha terbagi menjadi tiga pendapat:

Qiyas tidak dapat dijadikan landasan bagi ijma’, karena qiyas mempunyai beberapa segi yang bermacam-macam. 

Di segi lain kehujjahan qiyas bukanlah sesuatu yang disepakati, sehingga tidak mungkin qiyas dapat dijadikan landasan bagi ijma’.

Qiyas dengan segala bentuknya dapat dijadikan sandaran ijma’, karena qiyas adalah hujjah syar’iyyah yang didasarkan pada dalil-dalil nash. 

Apabila illat suatu qiyas disebutkan dalam nash atau sudah jelas sehingga tidak memerlukan pembahasan yang mendalam yang dapat menimbulkan perbedaan persepsi, maka qiyas dapat dijadikan landasan oleh ijma’.

Sebaliknya jika illat suatu qiyas tidak jelas atau tidak disebutkan dalam nash, maka qiyas tersebut tidak dapat dijadikan landasan ijma

BAB III, Penutup
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ijma’ dan qiyas adalah suatu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif di bawah dalil-dalil nas (Al Quran dan hadits). Ia merupakan dalil-dalil setelah Al Quran dan hadits. Yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara’.

Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dan qiyas dalam menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan kepada beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belum diketahui hukumnya.

Adapun dari ijma’ dan qiyas itu sendiri harus memenuhi syarat-syarat tertentu, agar dalam kesepakatan para mujtahid dapat diterima dan dijadikan sebagai hujjah/ sumber hukum.

Serta dari ijma’ dan qiyas itu sendiri terdapat beberapa macam. Dari beberapa versi itu lahirlah perbedaan-perbedaan dalam pandangan ulama’ mengenai ijma’ dan qiyas itu sendiri.

B. Saran dan Kritikan

Jadikanlah makalah ini sebagai media untuk memahami diantara sumber-sumber Islam (ijma’ dan qiyas) demi terwujudnya dan terciptanya tatanan umat (masyarakat) adil dan makmur. Kami sadar, dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dan konstruktif demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.

Daftar Pusaka:
- M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007.
- Drs. Moh. Rifa’i. Usul Fiqih. Bandung: PT. Alma’arif 1973.
- Prof. Dr. Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Usul Fiqih. Pustaka Amani, Jakarta 2003.
- Prof. Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqih. Dina Utama, Semarang 1994m
- Prof. Dr. Rachmat Syafi’i. MA. Ilmu Usul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia 2007.
- Prof. Muhamad Abu Zahrah. Usul Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, Cetakan Pertama 1994., Cetakan Kesembilan 2005.
- Drs. H. A. Syafi’i Karim. Fiqih Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, Cetakan Pertama 1997., Cetakan Kedua 2001
- Drs. Chaerul Uman Dkk. Ushul Fiqih 1. Pustaka Setia, Bandung 1998.


07/12/18

Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural dalam Pendidikan Islam

Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural dalam Pendidikan Islam

Pendidikan Islam Multikultural




Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural dalam Pendidikan Islam


GUDANGMAKALAH165.BLOGSPOT.COM - Indonesia adalah negara multikultural terbesar di dunia.

Karena kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas menyebabkan Indonesia menjadi negara yang multi etnis, multi ras, multi budaya dan multi agama. 

Wilayah yang luas dari Sabang sampai Merauke terdiri dari ribuan pulau, keragaman budaya, suku, ras dan agama adalah sebuah kekayaan yang dimiliki bangsa ini. 

Keragaman kebudayaan oleh masyarakat lazim disebut multikultural. Karena memiliki keragaman sosial sering melahirkan permasalahan. 



Berbagai masalah yang timbul akhirnya menjadi konflik berkepanjangan dan tidak bisa menemui titik terang (jalan keluar) masalah yang menyangkut sosial budaya.

Kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme sering terjadi. 

Misanya konflik di Ambon, Papua, dan Poso, dan baru-baru ini demo penolakan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta oleh Front Pembela Islam (FPI) bagaikan api dalam sekam, telah banyak merenggut korban jiwa, bahkan menghancurkan tempat-tempat ibadah (baik masjid maupun gereja). 

Agama seharusnya menjadi pendorong manusia untuk menegakkan perdamaian dan kesejahteraan bagi ummat. 



Realitanya agama justru menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasanan dan kehancuran ummat manusia. 

Upaya preventif harus segera dilakukan, dengan mengintensifkan forum-forum dialog antar ummat beragama, membangun pemahaman keagamaan yang lebih pluralis dan inklusif, serta memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui lembaga pendidikan.

Masyarakat Indonesia telah hidup dengan damai ditengah keragaman budaya, bahasa dan agama. 

Kehidupan yang damai tercipta karena rasa persaudaran dan kekeluargaan yang tercipta yang disebabkan karena semua penduduk Indonesia telah mengalami penderitaan yang sama yang disebabkan oleh penjajahan. 



Sebagaimana spirit persaudaraan yang ada di Fak-Fak Papua Barat dikenal dengan semboyan “Satu Tungku Tiga Batu” sedangkan di Kepulauan Raja Ampat dikenal semboyan “Satu Rumah Empat Pintu”. 

Kedua semboyan ini memiliki arti bahwa Islam, Protestan, Katolik, dan kepercayaan adat di Tanah Papua menjadi pilar dari kesatuan dan pembangunan Tanah Papua. 

Di samping Islam, Katolik, dan Protestan, animisme juga diberikan penghormatan yang sama sebagai bagian dari keluarga. 

Mereka memiliki keragaman agama antara satu dengan yang lainnya.

Senada dengan kerukunan yang ada di Papua kita bisa menemukan dalam kehidupan di masyarakat Desa Kolam Kanan Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala memiliki toleransi.

Dengan anggota masyarakat desa yang terdiri dari suku Bali, Banjar dan Jawa dan agama Islam, Hindu dan Kristen. Masyarakat desa kolam kanan hidup dengan rukun dan damai. 

Bagi masyarakat desa kolam kanan silaturahmi dan musyawarah menjadi prinsip yang dipegang teguh untuk menciptakan kehidupan yang damai ditengah perbedaan budaya dan agama yang ada dimasyrakatnya.

Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengembangkan segala aspek pribadi dan kemampuan. 

Dalam upaya pengembangan kemampuan, jalur yang harus ditempuh adalah pendidikan. 

Dalam pendidikan itu sendiri ada beberapa aspek yang harus dicapai dalam berbagai segi kehidupan. 

Hal ini meliputi pengembangan segala segi kehidupan masyarakat, termasuk pengembangan sosial budaya, ekonomi, dan politik, serta bersedia menyelesaikan permasalahan masyarakat terkini dalam menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memelihara sejarah dan kebudayaannya. 

Pada hakekatnya pendidikan adalah agen sebuah tradisi yang menjunjung tinggi nilai dan adat istiadat serta mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan pelik dan bukan berorientasi pada aspek kapitalisme dan kanibalisme intelektual.

Dalam pendidikan multikultural, setiap peradaban dan kebudayaan berada dalam posisi yang sejajar dan sama, tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi (superior) dari kebudayaan yang lain. 

Anggapan bahwa kebudayaan tertentu lebih tinggi dari kebudayaan yang lain akan melahirkan fasisme, nativisme dan chauvinisme. 

Melalui dialog, diharapkan terjadi sumbang pemikiran yang memperkaya buda atau peradaban yang bersangkutan sehingga nanti terwujud masyarakat adil, makmur, sejahtera dan saling menghargai perbedaan.

Perspektif Islam, agama adalah jalan kesempurnaan dan keselamatan manusia. Islam bersama Rasulullah SAW sebagai Rahmatan lil ‘Alamin, merupakan pondasi dalam pendidikan yang mengajarkan perdamaian dan resolusi konflik dalam pendidikan multicultural di Indonesia.

Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya keragaman latar belakang budaya dan kemajemukan. 

Multikultural menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (Sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. 

Setiap orang akan menghadapi kemajemukan di manapun dan dalam hal apapun. 

Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai multikultural karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui perbedaan setiap individu untuk hidup bersama dan saling menghormati satu dengan yang lainnya.

Secara sederhana, ‘multikultural’ dapat berarti ‘keragaman budaya’.

Istilah multikultural dibentuk dari kata ‘multi’ yang berarti plural; banyak; atau beragam, dan ‘kultur’ yang berarti budaya. 

Kultur atau budaya merupakan ciri-ciri dari tingkah laku manusia yang dipelajari, tidak diturunkan secara genetis dan bersifat khusus, sehingga kultur pada masyarakat tertentu bisa berbeda dengan kultur masyarakat lainnya. 

Dengan kata lain, kultur merupakan sifat yang “khas” bagi setiap individu (person) atau suatu kelompok (comunitee) yang sangat mungkin untuk berbeda antara satu dengan yang lainnya. 

Semakin banyak komunitas yang muncul, maka semakin beragam pula masingmasing kultur yang akan dibawa.

Multikulturalisme adalah gerakan pengakuan akan keragaman budaya serta pengakuan terhadap eksistensi budaya yang beragam.

Aspek ‘keragaman’ yang menjadi esensi dari konsep multikultural dan kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan yang disebut dengan multikulturalisme, merupakan gerakan yang bukan hanya menuntut pengakuan terhadap semua perbedaan yang ada, tetapi juga bagaimana keragaman atau perbedaan yang ada dapat diperlakukan sama sebagaimana harusnya. 

Dalam kaitan ini, ada tiga hal pokok yang menjadi aspek mendasar dari multikulturalisme, yakni: Pertama, sesungguhnya harkat dan martabat manusia adalah sama. 

Kedua, pada dasarnya budaya dalam masyarakat adalah berbeda-beda, oleh karena itu membutuhkan hal yang Ketiga, yaitu pengakuan atas bentuk perbedaan budaya oleh semua elemen sosial-budaya, termasuk juga Negara.

Kesetaraan Manusia Sebagai Makhluk Multikultural Dalam Pendidikan Islam Pendidikan Islam secara sederhana dapat diartikan sebagai pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.

Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran dan Hadis serta pemikiran para ulama seperti yang dikemukakan M. Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam adalah “sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam.

Karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya”, hal ini senada dengan Abuddin Nata yang menyatakan pendidikan Islam adalah “ pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya didasarkan pada ajaran Islam.

Yaitu visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, hubungan pendidikdengan peserta didik, kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan lingkungan dan aspek atau komponen pendidikan lainnya didasarkan pada ajaran Islam, demikian juga hal ini diperkuat oleh Muhaimin, bahwa pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.

Kata multikultural, diartikan sebagai keragaman budaya peserta didik sebagai bentuk keragaman latar belakang seseorang. 

Dengan demikian, secara etimologis pendidikan multikultural didefinisikan sebagai pendidikan yang memperhatikan keragaman budaya peserta didik.

Keragaman latar belakang yang dimiliki oleh peserta didik dijadikan sebagai fondasi dalam menyusun materi dan proses pembelajaran. 

Secara terminologis, definisi pendidikan multikultural sangat beragam. 

Pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keseragaman budaya dan etnis di dalam membentuk Gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, maupun Negara.

Pada awalnya gagasan pendidikan multikultural muncul pada lembaga lembaga pendidikan tertentu di wilayah Amerika yang pada awalnya diwarnai oleh sistem pendidikan yang mengandung diskriminasi etnis, yang kemudian belakangan hari mendapat perhatian serius dari pemerintah. 

Pendidikan multikultural sendiri merupakan strategi pembelajaran yang menjadikan latar belakang budaya siswa yang bermacam-macam digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan lingkungan sekolah. 

Hal demikian ini dirancang untuk menunjang dan memperluas konsep-konsep budaya, perbedaan, kesamaan dan demokrasi.

Pendidikan Islam multikultural juga dapat dipahami sebagai proses pendidikan yang berprinsip pada demokrasi, kesetaraan dan keadilan; berorientasi kepada kemanusiaan, kebersamaan, dan kedamaian; serta mengembangkan sikap mengakui, menerima dan menghargai keragaman berdasarkan al-Qur’an dan hadist.

Secara normative al-Qur’an menegaskan bahwa manusia memang diciptakan dengan latar belakang yang beragam.

Multikulturalisme sebagai sebuah paham yang menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. 

Oleh sebab itu penekanan utama multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya.

Paradigma pembangunan pendidikan Indonesia yang sentralistik telah melupakan keragaman yang sekaligus kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh bangsa ini. 

Perkelahian, kerusuhan, permusuhan, munculnya kelompok yang memiliki perasaan bahwa hanya budayanyalah yang lebih baik dari budaya lain adalah buah dari pengabaian keragaman tersebut dalam dunia pendidikan.

Islam memandang multikultural sebagai sebuah sunnah dimana hal ini merupakan sebuah keniscayaan. 

Sehingga keragaman dan perbedaan bukanlah menjadi alasan untuk saling bermusuhan, bercerai-berai, bahkan memicu konflik. 

Pendidikan Islam multikultural harus bisa menjadi jembatan penghubung antara keberagaman yang secara alami tumbuh dalam diri masyarakat. 

Keteraturan masyarakat merupakan tujuan yang penting demi tercapainya konsep pendidikan multikultural. 

Untuk itu maka diperlukan suatu strategi agar bisa memahami cara pandang multikultural. Diantaranya ialah:
Memahami Keberagaman Bahasa
Bahasa seringkali menjadi masalah utama dalam penyampaian ilmu di masyarakat. 

Hal ini dikarenakan dalam masyarakat kita yang majemuk terdapat sangat banyak sekali bahasa setiap daerahnya. 

Bahkan terkadang dalam tiap-tiap bahasa ini mempunyai stratifikasi sosial yang membuat seseorang merasa berada pada satu tingkatan yang berbeda dengan orang lainnya. 

Selain terdapat stratifikasi sosial terkadang bahasa menjadi perang bahasa itu sendiri. 

Setiap orang akan cenderung menganggap bahasanya yang paling baik dari bahasa orang lain dan sebaliknya.

Dalam rangka penyadaran diri masyarakat ini kemudian pendidikan Islam harus bisa membangun stigma baik yang baru pada masyarakatnya. 

Untuk mencapai tujuan ini dapat dimulai dari menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk menghargai keberagaman bahasa. 

Dengan demikian generasi penerus kita kelak akan bisa meneruskan perjuangan kita dalam rangka menjaga keberagaman. 

Seorang pendidik harus bisa memastikan beberapa hal untuk membangun pemahaman keberagaman bahasa diantaranya ialah:

Pendidik harus mempunyai wawasan yang luas agar bisa memahamkan dan menghargai keberagaman bahasa ini.

Pendidik harus mempunyai sensitifitas terhadap masalah diskriminasi, baik dalam kelas maupun luar kelas. 

Lebih lanjut lembaga Pendidikan Islam mempunyai tugas yaitu menjelaskan kepada masyarakat mengenai pemahaman yang selama ini masih bias. 

Bahwa sudah ada peraturan tentang pelarangan melakukan diskriminasi terhadap bahasa tertentu.

Demikian tanpa terkecuali merendahkan bahasa orang lain.
Memahami Keberagaman Agama
Agama menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan sebagai akibat dari munculnya konflik dan kerusuhan yang belakangan terjadi. 

Suatu paradigma memandang bahwa konflik antar agama belakangan terjadi karena eksklusifisme dalam beragama. 

Paradigma ini memandang bahwa agama-lah yang paling benar di antara semuanya. 

Sehingga pandangan ini membuat kesimpulan bahwa agama lain itu tidak benar dan sesat.

Padahal paradigma multikultural seharusnya menerima pendapat dan pemahaman agama lain.

Pemahaman ini pun harus disertai dengan pelaksanaannya agama lain. Pemahaman keberagaman multikultural ini ialah upaya menerima keragaman ekspresi budaya dan keberagaman masyarakat agama lain. 

Asas humanis harus diselipkan dalam pembelajaran agama supaya tidak ada lagi diskriminasi. 

Kecenderungan manusia dalam memandang sesuatu juga perlu diubah agar manusia itu dapat hidup damai dalam kemajemukan. 

Kemudian harus dibangun paradigma multikultural kepada peserta didik pada lembaga-lembaga pendidikan Islam.
 
Sebab di sini sekolah sebagai wadah tempat belajar yang mempunyai peran penting membangun keberagaman. 

Ada beberapa langkah yang bisa membentuk semangat sekolah yang toleran terhadap multikultural agama, yaitu:

Lembaga pendidikan harus menerapkan aturan lokal yang hanya diterapkan dalam sekolah itu. 

Aturan ini terkait dengan pelarangan segala jenis diskriminasi agama di lembaga itu. 

Dengan harapan agar semua warga sekolah bisa saling menghargai perbedaan agama.

Mengadakan dialog antar agama, hal ini bertujuan untuk membangun stigma baru untuk saling menghargai keyakinan orang lain.

Menyediakan buku-buku atau materi yang bermacam-macam guna mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang beda agama. 

Selain itu ada beberapa hal lagi yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik. 

Diantaranya yaitu pendidik harus berupaya membangun cara beragama yang inklusif kepada peserta didik :

Pendidik harus bersikap demokratis yang artinya segala tingkah laku baik perkataan tidak diperkenankan melakukan diskriminasi.

Pendidik harus menanamkan kepedulian tinggi terhadap kejadian tertentu yang mempunyai hubungan erat dengan agama.

Melihat Keragaman Status SosialStatus sosial terkadang menjadi polemik yang turut andil dalam keberagaman dan konflik yang sering terjadi. 

Akibat keragaman status sosial ini bahkan diiringi dengan perilaku yang tidak adil. 

Masyarakat biasanya akan memberikan keseganan kepada orang yang dianggap lebih tinggi derajatnya dibanding dirinya. 

Ini yang menyebabkan kesenjangan sosial sering terjadi bahkan rawan konflik. 

Hal ini sangat mungkin terjadi pada lingkup lembaga pendidikan misalnya sekolah.

Terkadang seorang pendidik secara tidak sadar membedabedakan kondisi sosial peserta didiknya. 

Inilah bentuk intoleran dalam dunia pendidikan.

Sehingga untuk menjawab persoalan ini kemudian Pendidikan Islam hadir dengan konsep multikulturalnya membawa misi keadilan. 

Beberapa hal harus dilakukan pendidik agar lembaga Pendidikan Islam bisa menyampaikan misi mulianya dalam rangka toleransi ini, di antaranya:

Membuat peraturan lembaga pendidikan mengenai larangan perilaku diskriminatif dan ketidakadilan. 

Semua peserta didik harus diperlakukan sama tidak memandang status sosialnya. 

Sehingga dengan demikian maka baik pendidik maupun peserta didik merasa memiliki tanggungjawab yang sama.

Harus berupaya membangun sikap yang saling peduli terhadap rakyat yang mendapatkan diskriminasi misalnya dalam bidang ekonomi, sosial ataupun politik. 

Untuk itu dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan sosial berupa kerja bakti atau sumbangan-sumbangan lainnya.

Sebisa mungkin mengupayakan sikap peduli dan anti diskriminasi sosial, politik dan ekonomi di dalam kelas maupun sekolah umumnya.

Keberagaman Etnis Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia memiliki beragam etnis yang tinggal di seluruh pelosok wilayah. 

Ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh masyarakat yang ingin melestarikan multikulturalisme, sehingga penting membangun pemahaman yang berkaitan dengan keragaman etnis ini. 

Demikian juga dengan Pendidikan Islam yang mau tidak mau harus turut memperbaiki kondisi ini. 

Bahkan sudah seharusnya Pendidikan Islam turut andil dalam memberikan kontribusi atas pemahaman keberagaman ini nantinya. 

Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian lembaga Pendidikan Islam dalam membangun kesadaran multikultural ini:

Membuat peraturan baru terkait dengan pelarangan diskriminasi dan sikap yang saling merendahkan antar etnis. Lembaga pendidikan tidak diperbolehkan membedakan asal usul peserta didiknya berdasarkan etnis.

Harus aktif dalam membangun pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan keberagaman etnis.

Mengadakan pelatihan jika perlu untuk memahami keberagaman etnis.

Selain itu perlu juga pendidik untuk memaksimalkan potensinya dalam rangka memahamkan keberagaman ini: 

Berwawasan luas terkait keberagaman etnis, dan Mempunyai sensitifitas kuat terhadap gejala diskriminasi etnis dan B.

04/07/18

5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya

5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya

Filsafat Hukum Islam 

Ilustrasi Bing Image Creator: Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam.


5 Objek Kajian Filsafat Hukum Islam, Ini Penjelasan Lengkap Filsafat Hukum Islam serta Ruang Lingkupnya


GUDANGMAKALAH165.BLOGSPOT.COM - Dalam kehidupan ini manusia tidak terlepas dari yang namanya sejarah, begitu pun dengan perkembangan islam yang pesat saat ini tentu tidak terlepas dari sejarah.

Hukum islam merupakan adalah syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi.

Baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam.



Maka, filsafat hukum Islam adalah filsafat yang meng analisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Menurut Azhar baasyir, filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam, filsafat hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam.

Dengan rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya.

Atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, meguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT menetapkannya di muka bumi yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. 



Dengan filsafat ini hukum Islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam.

Rumusan Masalah
Apa pengertian dari filsafat hukum Islam?
Apa objek kajian filsaafat hukum Islam?
Apa ruang lingkup dari filsafat hukum Islam?

Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum Islam. 
Selain itu, penulis juga berharap setelah membaca makalah ini pembaca mengerti dan paham tentang filsafat hukum Islam, baik dari pengertian, objek kajian dan ruang lingkupnya.

Pengertian Filsafat Hukum Islam
Filsafat Hukum Islam terdiri dari tiga kata, yaitu filsafat, hukum, dan Islam.

Ketiga kata itu memilliki definisinya masing-masing. 
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Philosophia, philos artinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan shopia artinya kebijaksanaan. 

Dengan sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.(Mustansyir dan Munir, 2006).

Pythagoras (479-572 SM) adalah filsuf Yunani yang pertama kali menggunakan kata filsafat. 



Ia menyebutkan dirinya philosophos, pencinta pengetahuan, pecinta kearifan. Kata ini digunakan sebagai reaksi terhadap orang yang menyebut dirinya ahli pengetahuan. 

Menurutnya, manusia tidak akan mampu mencapai pengetahuan secara keseluruhan walau menghabiskan seluruh umurnya untuk itu. 

Oleh sebab itu, katanya, julukan yang pantas bagi manusia adalah pecinta pengetahuan (filsuf), dan bukan ahli ilmu (Koto,2012).

Tidak ada pengertian yang sempurna mengenai hukum. Namun para pakar berusaha memberikan jawaban yang mendekati kebenarannya.

Ada yang menyebut hukum adalah peraturan-peraturan tentang perbuatan dan tingkah laku manusia didalam lalu lintas hidup.

Islam secara etimologi berarti tunduk, patuh, atau berserah diri.

Adapun menurut terminology, apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian:     
Pertama, apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu (cabang), juga seluruh masalah aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan.

Kedua, apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan harta-nya, baik dia meyakini Islam atau tidak. 

Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.
Hukum Islam adalah hukum yang diturunkan Allah SWT kepada manusia untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan bagi manusia itu sendiri, baik didunia maupun diakhirat kelak.

Semakin mendalam pengetahuan seseorang akan hakikat hukum Islam yang dianutnya, maka akan semakin besar pulalah nilai kebaikan dan kemaslahatan yang akan didapatnya.

Filsafat Hukum Islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam, sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam, maka Filsafat Hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehinga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Menurut Azhar Basyir, Filsafat Hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam, Filsafat Hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam.

Dengan rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT menetapkannya di muka bumi yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. 

Dengan filsafat ini hukum Islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam(salihun likulli zaman wa makan).

Objek Kajian Filsafat Hukum Islam
Tujuan dari adanya hukum islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Tujuan dari hukum islam tersebut merupakan manifestasi dari sifa rahman dan rahim (maha pengasih dan maha penyayang) allah kepada semua makhluk-nya. 

Rahmatan lil-alamin adalah inti syariah atau hukum islam. Dengan adanya syariah tersebut dapat ditegakkan perdamaian di muka bumi dengan pengaturan masyarakat yang memberikan keadilan kepada semua orang.

Menurut Juhaya S. Praja dalam bukunya mengatakan bahwa objek filsafat hukum islam meliputi objek teoritis dan objek praktis. 
Objek teoritis filsafat hukum islam adalah objek kajian yang merupakan teori-teori hukum islam yang meliputi:

Prinsip-prinsip hukum islam
Dasar-dasar dan sumber-sumber hukum islam, Tujuan hukum islam
Asas-asas hukum islam
Kaidah-kaidah hukum islam
Objek filsafat hukum islam teoritis ini seringkali disebut objek falsafat al-tasyri. 

Sementara objek praktis filsafat hukum islam atau objek falsafat al-syariah atau asrar al-syariah meliputi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, seperti:

Mengapa manusia melakukan muamalah, dan mengapa manusia harus diatur oleh hukum islam?
Mengapa manusia harus melakukan ibadah, seperti shalat?

Apa rahasia atau hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan puasa, haji, dan sebagainya

Objek kajian filsafat hukum Islam ada 5, yaitu:
1. Tentang pembuat hukum islam (al-Hakim) yakni Allah SWT. Yang telah menjadikan para Nabi dan Rasul terutama Nabi Muhammad SAW yang menerima risalah-Nya berupa sumber ajaran Islam yang tertuang didalam kitab suci Al-Quran.

2. Tentang sumber ajaran hukum Islam, berkaitan dengan Kalamullah yang tertulis atau Quraniyah dan yang tidak tertulis berupa semua karya cipta-Nya atau ayat-ayat Kauniyah.

3. Tentang orang yang menjadi subjek dan objek dari kalam ilahi yakni orang Mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan untuk memilih.

4. Tentang tujuan hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf dan balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah.

5. Tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-dalil dari sumber ajaran hukum Islam, yakni Al-Quran dan Al-Hadits serta pendapat para sahabat yang dijadikan acuan dalam pengalaman.

Ruang Lingkup Filsafat Hukum Islam
Hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian jika mengikuti sistematika hukum Barat yakni Hukum Privat (Perdata) dan Hukum Publik. 
Hukum Perdata Islam, meliputi:

Munakahat yaitu hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinanan, perceraian, dan segala akibatnya. 

Hukum Perdata bidang munakahat sering disebut dengan hukum keluarga dalam Islam.

Wiratsah yaitu hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. 
Hukum kewarisan Islam disebut juga dengan Faraidl.

Muamalat yaitu hukum Islam dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan, hukum bisnis Islam dan sebagainya.

Hukum Publik Islam, meliputi:
Jinayat yaitu hukum Islam yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah tazir. 

Yang dimaksud jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al-Quran dan As-Sunnah. (Hudud jamak dari hadd= Batas). 

Sedangkan jarimah tazir adalah perbuatan pidana yang bentk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya. (Tazir= ajaran atau pengajaran).

Al-Ahkam Al-Sulthaniyah yaitu hukum Islam yang membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya.
Siyar yaitu hukum Islam yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan pemeluk agama dan negara lain.

Mukhashamat yaitu mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.
Sedangkan Zainuddin Ali membagi ruang lingkup hukum Islam menjadi enam ruang lingkup hukum Islam, yaitu:

Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah swt. (ritual) yang terdiri dari:

Rukun Islam, yaitu: mengucapkan syahadatain, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bila memiliki kemampuan (mampu fisik dan non fisik). Ibadah yang berhubungan dengan rukun Islam dan ibadah lainnya, yaitu:

Badani (bersifat fisik), yaitu: bersuci: wudhu, mandi, tayamum, peraturan untuk menghilangkan najis, peraturan air, istinja, dan lain-lain, adzan, qamat, itikaf, doa, shalawat, umrah, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan jenazah, dan lain-lain.
Mali (bersifat harta): qurban, aqiqah, fidyah, dan lain-lain.

Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (termasuk jual beli), di antaranya: dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerjasama dagang, simpanan barang uang atau barang, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, barang titipan, pesanan, dan lain-lain.

Jinayah, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, di antaranya qishash, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman keras, murtad, khianat dalam berjuang, kesaksian, dan lain-lain.

Siyasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, di antaranya: persaudaraan, musyawarah, keadilan, tolong-menolong, kebebasan, toleransi, tanggung jawab sosial, kepemimpinan, pemerintahan, dan lain-lain.

Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, di antaranya: syukur, sabar, rendah hati, pemaaf, tawakkal, konsekuen, berani, berbuat baik kepada ayah dan ibu, dan lain-lain.

Peraturan-peraturan lainnya di antaranya: makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar, pengentasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, dawah, perang dan lain-lain.

Dari Uraian di atas, dapat di ambil titik temu, bahwasanya ruang lingkup dari hukum islam itu terbagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. 

Meski dari keduanya terdapat perbedaan pendapat, namun pendapat Zainuddin Ali telah tercakup dalam pendapat pertama.

Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam, maka Filsafat Hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehinga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Objek kajian filsafat hukum Islam ada 5, yaitu: tentang pembuat hukum islam (al-Hakim) yakni Allah SWT., tentang sumber ajaran hukum Islam, tentang orang yang menjadi subjek dan objek dari kalam ilahi yakni orang Mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan untuk memilih.

Tentang tujuan hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf dan balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah, dan tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-dalil dari sumber ajaran hukum Islam, yakni Al-Quran dan Al-Hadits serta pendapat para sahabat yang dijadikan acuan dalam pengalaman.

Ruang lingkup dari hukum islam itu terbagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. Meski dari keduanya terdapat perbedaan pendapat, namun pendapat Zainuddin Ali telah tercakup dalam pendapat pertama.