GERAKAN
PEMBAHARUAN MODERN DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum kita menginjak
jauh dengan jauh siapa saja tokoh-tokoh dalam gerakan pembaharu islam kita
harus lebih mengenal apa yang dinamakan dengan sejarah. Sejarah merupakan
dimana suatu kejadian atau peristiwa yang telah lampau. Sejarah peradaban islam
merupakan dimana kita bisa mengetahui bagaimana peradaban islam pada masa
dahulu yang dimana bisa mengahrumkan nama agama tersebut hingga seluruh penjuru
dunia. Islam sendiri merupakan agama rahmatanlil ‘alamin.
Pada kajian ini
sejarah peradaban islam merupakan pemlajaran yang sangat penting yang dimana
kita bisa mengetahui bagaimana sistem pembelajaran dan sistem pemerintahan
sejak dimulai dilahirkannya Nabi Muhammad SAW sampai kepada khalifah-khalifah
yang mendirikan dinasti untuk menyebarkan agama islam. Para khalifah terdahulu
menyebarkan agama islam karena untuk memperjuangkan agama islam yang telah
dibawa oleh sejak Nabi Adam As sampai Nabi terakhir Muhammad SAW sampai kepada
para pengikutnya.
Disamping itu juga,
islam telah turun sejak dahulu. Dan juga islam semakin bertambah zaman maka
perkembangan islam pun juga sangat cepat. Seperti para tokoh pembaharu islam
yang dimana agar umat dapat cepat memahami kajian-kajian agama islam dan tidak
mempersulit para umat dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran para tokoh pembaharu islam
dalam menjalankan syariat?
2. Siapa saja tokoh-tokoh dalam kelompok
pembaharu islam?
3. Apakah pembaharuan islam oleh para tokoh
tersebut menyimpang atau tidak dalam agama islam?
C. Tujuan
Penulisan
1. Agar penulis bisa memahami lebih jauh
bagaimana para tokoh pembaharu islam menyebarkan agama islam dengan dipadukan dengan
zaman modern seperti sekarang.
2.Bisa mengenal lebih jauh siapa sajakah
para tokoh-tokoh pembaharu islam yang dapat kita ambil pelajaran untuk diterapkan dikehidupan
sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian gerakan pembaharuan dalam islam
Gerakan pembaharuan
islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan islam dengan perkembangan
dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan
demikian pembaharuan dalam islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi
teks Al-Quran maupun Hadist, melainkan hanya menyesuaikan paham atas
keduannya. Sesuaidengan perkembangan zaman, hal ini dilakukan karena betapapun
hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman dahulu itu
tetap ada kekurangannya dan selalu di pengaruhi oleh kecenderungan,
pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham paham tersebut untuk di masa
sekarang mungkin masi yang relavan dan masi dapat digunakan, tetapi mungkin
sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Pembaharuan secara
bahasa berarti mengembalikan sesuatukepada kondisinya yang seharusnya. Dalam
bahasa Arab disebut tajdid, sesuatu bisa dikatakan baru jika bagian-bagiannya
masi erat menyatu dan masi jelas. Maka upaya pembaharuan seharunya adalah
upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian islam kembali.atau
dengan ungkapan yang lebih jelas,
Thahiribn‘Asyur
mengatakan, Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi
kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya
mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari
sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari
sisi upaya menguatkan kekuasaan agama. Pengertian ini menunjukkan bahwa sesuatu
yang akan mengalami proses tajdid adalah sesuatu yang memang telah memiliki
wujud dan dasar yang riil dan jelas. Sebab jika tidak, ke arah mana tajdid itu
akan dilakukan? Sesuatu yang pada dasarnya memang adalah ajaran yang batil –dan
semakin lama semakin batil-, akan ditajdid menjadi apa? Itulah sebabnya, hanya
Syariat Islam satu-satunya syariat samawiyah yang mungkin mengalami tajdid.
Sebabnya dasar pijakannya masih terjaga dengan sangat jelas hingga saat ini,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun Syariat agama Yahudi atau Kristen
–misalnya-, keduanya tidak mungkin mengalami tajdid, sebab pijakan yang
sesungguhnya sudah tidak ada. Yang ada hanyalah “apa yang disangka” sebagai
pijakan, padahal bukan. Tidak mengherankan jika kemudian aliran Prostestan
menerima “kemenangan” akal dan sains atas agama, sebab gereja pada mulanya
tidak menerimanya, sebab teks-teks Injil tidak memungkinkan untuk itu. Dan yang
seperti sama sekali tidak dapat disebut sebagai tajdid.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliaumengatakan,yangartinya:“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliaumengatakan,yangartinya:“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Tajdid yang dimaksud
oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah agama, akan
tetapi –seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah
mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan
yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Terma
“mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku
tajdid (mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah
memberikan jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala
setelah ia dimurnikan dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia
ke dalamnya. Itulah sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis
digencarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru)
yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan
segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau menafsirkan
teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam. Sama sekali
bukan.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
Banyak sekali
peristilahan yang digunakan para pe-nulis yang dalam bahasa Indonesia berkonotasi
pemba-haruan, umpamanya tajdid, ishlah, reformasi, ‘ashriyah, modernisasi,
revivalisasi, resurgensi(resurgence), reassersi(reassertion), renaisans,
danfundamentalis. Peristilahan seperti ini timbul, bukan sekedar perbedaan
semantik belaka,akan tetapi dilihat dari isi pembaharuan itu sendiri.
1.Tajdid, Ishlah, dan
Reformasi
Tajdid sering
diartikan sebagai ishlah dan reformasi; karena itu, gerakannya disebut gerakan
tajdid, gerakan ishlah, dan gerakan reformasi. Tajdid menurut bahasa al-i’adah
wa al-ihya’ , mengembalikan dan menghidupkan. Tajdid al-din, berarti
mengembalikannya kepada apa yang pernah ada pada masa salaf, generasi muslim
awal. Tajdid al-Din menurut istilah ialah menghidupkan dan membangkitkan ilmu
dan amal yang telah diterangkan oleh al-Quran dan al-Sunnah . Ulama salaf
memberikan ta’rif tajdid sebagai berikut : Menerangkan/membersih-kan Sunnah
dari bid’ah memperbanyak ilmu dan memu-liakannya, membenci bid’ah dan
menghilangkannya” . Selanjutnya tajdid dikatakan sebagai penyebaran ilmu,
meletakkan pemecahan secara Islami terhadap setiap problem yang muncul dalam
kehidupan manusia, dan menentang segala yang bid’ah. Tajdid tersebut di atas
dapat pula diartikan sebagaimana dikatakan oleh ulama salaf menghidupkan
kembali ajaran salaf al-shaleh, meme-lihara nash-nash, dan meletakkan
kaidah-kaidah yang disusun untuknya serta meletakkan metode yang benar untuk
memahami nash tersebut dalam mengambil mak-na yang benar yang sudah diberikan
oleh ulama.
Dari definisi di atas
nampak, bahwa tajdid tersebut mendorong umat Islam agar kembali kepada al-Quran
dan sunnah serta mengembangkan ijtihad. Inilah makna tajdid yang dianut oleh
kaum puritan yang selama ini suaranya masih bergema. Tajdid seperti ini pula
yang di-katakan sebagai ishlah atau reformasi dalam Islam. Refor-masi itu
sendiri, berdasarkan sejarahnya, muncul akibat modernisasi muncul sebagai
reaksi atas reformasi. Reformasi adalah vis a vis modernisasi. Reformasi
sebagai akibat adanya penyimpangan agama dan teologi yang disebabkan oleh
adanya sekularisme modern.
2.‘Ashriyah dan
Modernisasi
Istilah modernisasi atau ashriyah (Arab)
diberikan oleh kaum Orientalis terhadap gerakan Islam tersebut di atas tanpa
membedakan isi gerakan itu sendiri. Modernisasi, dalam masyarakat Barat,
mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk merubah
faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagai-nya untuk
disesuaikan dengan suasana baru yang ditim-bulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern. Tatkala umat Islam kontak dengan Barat, maka modernisasi
dari Barat membawa kepada ide-ide baru ke dunia Islam, seperti rasionalisme,
nasionalisme, demok-rasi, dan lain sebagainya.
Penyesuaian ajaran
seperti di atas disebut modern karena dalam sejarahnya agama Katholik dan
Protestan dahulu diajak menyesuaikan diri dengan ilmu pengeta-huan dan falsafat
modern. Sayangnya, modernisaai di Barat ini akhirnya membawa kepada
sekularisasi. Jika seandainya demikian ternyata perkataan modern tidak sedikit
dampaknya dan bahayanya dalam pemahaman agama, seandainya tidak ada
filter-filter tertentu untuk menyaringnya sebagaimana terjadi di dunia Barat
tadi. Itulah sebabnya barangkali Harun Nasution tidak begitu sreg menggunakan
kata modern sebagai gantinya dipilih kata pembaharuan.
3. Revivalisasi,
Resurgensi, Renaisans, Reasersi
Kesemua peristilahan
di atas mengandung arti te-gak kembali atau bangkit kembali. Peristilahan
revivali-sasi, pada dasarnya, banyak sekali digunakan oleh para penulis.
Fazlurrahman, misalnya, menggunakan istilah ini, bahkan ia membaginya kepada
dua bagian yaitu revivalis pra-modernis dan revivalis neo modernis. Penulis
lain mengungkapkan kebangkitan kembali dengan kata resurgence. Chandra Muzaffar
yang menge-mukakan istilah ini dalam tulisannya Resurgence A. Global Vew
menyatakan bahwa adanya perbedaan antara istilah revivalis dengan resurgence.
Resurgence, adalah tindakan bangkit kembali yang di dalamnya mengandung unsur:
1. kebangkitan yang
datang dari dalam Islam sendiri dan Islam dianggap penting karena dianggap
mendapatkan kembali prestisenya;
2. ia kembali kepada masa
jayanya yang lalu yang pernah terjadi sebelumnya;
3. bangkit kembali untuk
menghadapi tantangan, bahkan ancaman dari mereka yang berpengalaman lain.
Revivalisme juga berati bangkit kembali, tetapi kembali ke masa lampau, bahkan
berkeinginan untuk meng-hidupkan kembali yang sudah usang. Renaisans, jika
ha-nya diartikan secara umum nampaknya membangkitkan kembali ke masa-masa yang
sudah ketinggalan zaman, bahkan ada konotasi menghidupkan kembali masa
jahi-liyah, sebagaimana renaisans di Eropa yang berarti meng-hidupkan kembali
peradaban Yunani. Jika istilah ini terpaksa digunakan, maka Renaisans Islam
harus berarti tajdid .
Karena itu, barangkali
mengapa banyak para penu-lis menggunakan Renaisans dalam menerangkan tajdid
atau Pembaharuan dalam Islam. Fazlurrahman, misalnya dalam bukunya Islam :
Challenges and Opportunities, menulis tentang Renaisans Islam : Neo Modernis.
Istilah ini-pun digunakan pula oleh editor buku A History of Islamic
Phllisophy, M.M. Sharif, tatkala rnenerangkan tokoh-tokoh pembaharuan dunia
Islam, seperti Muhammad ibn Abd al-Wahab, Muhammad Abduh dan lainnya di ba-wah
judul Modern Renaissans. Sementara itu reassertion berarti tegak kembali tetapi
tidak mengandung tan-tangan terhadap masalah sosial yang ada.
Demikianlah istilah
tajdid, pembaharuan, yaitu dike-mukakan oleh para ahli, mereka bukan hanya
sekedar berbeda pendapat dalam hal istilah yang digunakan, akan tetapi dalam
makna dan isi pembaharuan itu sen-diri. Itulah sebabnya orang sering mengatakan
bahwa istilah Pembahruan dalam Islam masih merupakan kon-troversi yang
mengandung kebenaran. Dan itu pula sebabnya mengapa Harun Nasution tidak banyak
meng-gunakan peristilahan yang banyak itu, kecuali menggu-nakan istilah
pembaharuan, modern dan tajdid sewaktu-waktu. Karena, yang penting adalah
isi dan tujuan dari pembaharuan itu sendiri kembali kepada ajaran-ajaran dasar
dan memelihara ijtihad.
Pengertian menurut istilah:
1. Harun Nasution
cendrung menganalogikan istilah “pembaharuan” dengan “modernisme”, karena
istilah terakhir ini dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran,
gerakan, dan usaha mengubah paham-paham, adt-istiadat, institusi lama, dan
sebagainya unutk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Gagasan ini muncul di Barat dengan tujuan
menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan
dengan ilmu pengetahuna modern. Karena konotasi dan perkembangan yang seperti
itu, harun Nasution keberatan menggunakan istilah modernisasi Islam dalam
pengertian diatas.
2. Revivalisasi. Menurut paham ini, “pembaharuan
adalah “membangkitkan” kembali Islam yang “murni” sebagaimana pernah dipraktekkan
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan kaum Salaf.
3. Kebangkitan Kembali ( Resugence ) Dalam kamus
Oxford, resurgence didefinisikan sebagai “kegiatan yang muncul kembali” (the
act of rising again ). Pengertian ini mengandung 3 hal :
a. Suatu pandangan dari dalam, suatu cara dalam
mana kaum muslimim melihat bertambahnya dampak agama diantara para penganutnya.
Islam menjadi penting kembali. Dalam artian, memperoleh kembali prestise
dankehormatan dirinya.
b. “Kebangkitan kembali” menunjukkan bahwa
keadaaan tersebut telah terjadi sebelumnya. Jejak hidup nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wassalam dan para pengikutnya memberikan pengaruh besar
terhadap pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian pada jalan hidup Islam
saat ini.
c.Kebangkitan kembali sebagai suatu
konsep, mengandung paham tentang suatu tantangan, bahkan suatu ancaman terhadap
pengikut pandangan-pandangan lain.
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam terutama sesudah
pembukaan abad ke-19 M, yang dalam sejarah Islam di pandang sebagai permulaan
periode modern. Kontak dengan dunia barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke
dunia Islam seperti Rasionalisme, Nasionalisme, Demokrasi, dan sebagainya.
Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru dan pemimpin-pemimpin Islam pun
mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan itu.
Sebagaimana halnya di
barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan
paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian itu
pemimpin-pemimpin Islam modern berharap akan dapat melepaskan umat Islam nilai
suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa pada kemajuan.
Akan tetapi di
sebagian umat Islam tradisional hingga sat ini tampak ada perasaan masih belum
mau menerima apa yang di maksud dengan pembaharuan Islam. Hal ini, antara lain
disebabkan karena salah persepsi dalam memahami arti pembaharuan dalam
Islam.mereka memandang bahwa pembaharuan Islam adalah membuang ajaran Islam
yang sama diganti dengan ajaran Islam baru, padahal ajaran Islam yang lama itu
berdasarkan hasil Ijtihad ulama besar yang dalam ilmunya taat beribadah dan
unggul kepribadiannya. Sedangkan ulama yang sekarang di pandang kurang
mendalami ilmu agamanya, kurang taat, dalam beribadahnya, dan kurang baik budi
pekertinya. Oleh Karena itu mereka masih beranggapan bahwa pemikiran ulama di
abad yang lampau sudah cukup baik dan tidak perlu diganti dengan pemikiran
ulama sekarang.
Selain itu ada pula
yang memahami pembaharuan Islam dengan mengubah Al-Quran dan Hadits, memahami
Al-Quran dan Hadits menurut selera orang yang memahaminya atau
mencocokan-mencocokan makna Al-Quran dan Hadits dengan makna yang dimaui oleh
orang-orang yang menafsirkannya, sehingga Al-Quran dan Hadits semacam setempel
yang melegitimasi segala perbuatan yang dilakukan manusia. Dengan kata lain,
pembahasan Islam mereka persepsikan dengan upaya mencocokkan kehendak Al-Quran
dan Hadits dengan kehendak orang yang menafsirkannya, bukan mengajak orang
untuk hidup sesuai dengan Al-Quran dan Hadits. Persepsi demikian hingga kini
tampak di pegang terus oleh sebagian umat Islam Tradisional tanpa mau melakukan
dialog atau dikusi dengan para tokoh Pembaharu Islam, sehingga munculah istilah
kaum modernis dan kaum tradisional.
Modern berarti terbaru, mutakhir atau sikap dan cara berpikir serta bertindak dengan tuntutan zaman.
Modern berarti terbaru, mutakhir atau sikap dan cara berpikir serta bertindak dengan tuntutan zaman.
Sedangkan modernisasi
adalah pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup
sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
Selain itu pembaharuan
dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang
terdapat di dalam Al-Quran dan Sunnah. Hal ini perlu dilakukan, karena terjadi
kesenjangan antara yang dikehendaki Al-Quran dengan kenyataan yamg terjadi di
masyarakat. Al-Quran misalnya mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan
agama dan ilmu pengetahuan modern serta teknologi secra seimbang; hidup
bersatu, rukun, dan damai sebagai suatu keluarga besar; bersikap dinamis,
kreatif, inovatif, demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain,
menghargai waktu, menyukai kebersihan, dan lain sebagainya. Namun kenyatan
umatnya menunjukan keadan yang berbeda. Sebagaian besar umat Islam hanya
mengetahui pengetahuan agama sedangkan ilmu pengetahuan modern tidak dikuasai
bahkan dimusuhi; hidup dalam keadan penuh pertentangan dan peperangan, satu dan
lainnya saling bermusuhan, statis, memandang cukup apa yang ada, tidak ada
kehandak untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja, bersikap
diktator, kurang menghargai waktu, kurang terbuka, dan lain sebagainya. Sikap
dan pandangan hidup umat demikian jelas tidak sejalan dengan ajaran Al-Quran
dan Sunnah, dan hal demikian harus diperbarui dengan jalan kembali kepada dua
sumber ajaran Islam yang utama itu. Dengan demikian, maka pembaruan Islam
mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup umat agar sejalan
dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah. Untuk mendukung pernyataan tersebut, Harun
Nasution dalam bukunya berjudul Pembaharuan dalam Islam telah banyak
mengemukakan ide-ide pembaharuan Islam dengan maksud seperti diungkapkan
diatas.
B.Latar belakang terjadinya gerakan pembaharuan
dalam islam
Mulai abad pertengahan
merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam meluas
di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai
India. Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya
berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Dabad
ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti; Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan
Hambali. Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan
lahir dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama,
nono agama maupun dalam bidang kebudayaan lainnya.
Memasuki benua Eropa
melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar dari ilmu
pengetahuan yang menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad
selanjutnya.
Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas memelihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan mencipta ilmu pengetahuan.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan.
Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.
Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas memelihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan mencipta ilmu pengetahuan.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan.
Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.
Pembaharuan dalam Islam
berbeda dengan renaisans Barat. Kalau renaisans Barat muncul dengan
menyingkirkan agama, maka pembaharuan dalam Islam adalah sebaliknya, yaitu
untuk memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran Islam kepada pemeluknya.
Memperbaharui dan menghidupkan kembali prinsip-prinsip Islam yang dilalaikan
umatnya. Oleh karena itu pembaharuan dalam Islam bukan hanya mengajak maju
kedepan untuk melawan segala kebodohan dan kemelaratan tetapi juga untuk
kemajuan ajaran-ajaran agama Islam itu.Adapun yang melatarbelakangi pemikiran
politik Islam adalah: Pertama, kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang
disebabkan oleh faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan
pembaharuan dan pemurnian. Kedua, rongrongan Barat terhadap keutuhan kekuasaan
politik dan wilayah dunia Islam yang berakhir dengan dominasi atau penjajahan
oleh negara-negara Barat tersebut. Ketiga, keunggulan Barat dalam bidang ilmu,
teknologi, dan organisasi.
Ketiga hal tersebut ini juga memberi pengaruh pada pemikiran politik Islam yakni banyak di antara para pemikir politik Islam tidak mengetengahkan konsepsi tentang system politik Islam, tetapi lebih kepada konsepsi perjuangan politik umat Islam terhadap kezaliman penguasa, lebih-lebih terhadap imperialis dan kolonialis Barat. Perhatian mereka lebih banyak dipusatkan pada perjuangan pembebasan dunia Islam dari cengkraman atau dominasi Barat. Kalau gerakan pembaharuan umat Islam di Turki pada akhirnya menimbulkan Negara Turki yang bersifat sekuler, gerakan pembaharuan umat Islam di India melahirkan Negara Pakistan yang mempunyai agama sebagai dasar. Gerakan yang diusung oleh tiga tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha, dikenal dengan gerakan Salafiyah yaitu suatu aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam.
Ketiga hal tersebut ini juga memberi pengaruh pada pemikiran politik Islam yakni banyak di antara para pemikir politik Islam tidak mengetengahkan konsepsi tentang system politik Islam, tetapi lebih kepada konsepsi perjuangan politik umat Islam terhadap kezaliman penguasa, lebih-lebih terhadap imperialis dan kolonialis Barat. Perhatian mereka lebih banyak dipusatkan pada perjuangan pembebasan dunia Islam dari cengkraman atau dominasi Barat. Kalau gerakan pembaharuan umat Islam di Turki pada akhirnya menimbulkan Negara Turki yang bersifat sekuler, gerakan pembaharuan umat Islam di India melahirkan Negara Pakistan yang mempunyai agama sebagai dasar. Gerakan yang diusung oleh tiga tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha, dikenal dengan gerakan Salafiyah yaitu suatu aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam.
Pemerintahan yang
ideal menurut Muhammad Abduh kurang lebih seperti yang diangankan oleh
ahli-ahli hukum pada abad pertengahan, penguasa yang adil, yang memerintah
sesuai dengan hukum dan bermusyawarah dengan para pemimpin rakyat.
Kemunculan ide pembaruan dilatarbelakangi oleh suatu proses yang panjang. Sejak
awal abad ke-2 H (8M). Islam dalam perkembangan dakwahnya yang makin meluas
mengharuskan Islam berinteraksi dengan peradaban dan agama lain. Sehingga
timbul pergolakan pemikiran antara Islam dengan pemikiran asing. Hal ini
mendorong para pemikir Islam untuk membahas aqidah Islam dari berbagai segi.
Termasuk mengemukakan argumentasi untuk mempertahankan aqidah Islam ketika
menghadapi aqidah lain (terutama Nashrani dengan menggunakan cara berfikir
filsafat Yunani). Akhirnya untuk menghadapi orang-orang Nashrani, umat Islam
pun mempelajari filsafat untuk membantah tuduhan-tuduhan terhadap aqidah Islam,
yang pada perkembangannya disebut dengan ilmu kalam. Ilmu kalam ini
dikembangkan oleh generasi setelah shahabat (khalaf) yang berbeda dengan
generasi shahabat (salaf). Kalangan khalaf telah membahas lebih jauh tentang
dzat Allah dengan menggunakan metode pembahasan filosof Yunani. Metode ini
menjadikan akal sebagai dasar pemikiran untuk membahas segala hal tentangiman.
Para pemikir Islam
berusaha mempertemukan Islam dengan pemikiran filsafat ini. Cara berfikir ini
memunculkan interpretasi dan penafsiran yang menjauhkan sebagian arti dan
hakekat Islam yang sebenarnya. Hal ini ditambahkan dengan masuknya orang-orang
munafik ke tubuh umat Islam. Mereka merekayasa pemikiran dan pemahaman yang
bukan berasal dari Islam dan justru menimbulkan saling pertentangan. Terlebih
lagi kelalaian kaum muslimin terhadap penguasaan bahasa Arab dan pengembangan
Islam yang terjadi sejak abad ke-7 H, mengakibatkan Islam semakin mengalami
kemerosotan.
Terkikisnya pemahaman
Islam yang hakiki terus berlanjut sampai awal abad ke-13 H. Saat itu umat Islam
mulai mengupayakan pembaruan untuk memahami syariat Islam yang akan diterapkan
dalam masyarakat. Islam ditafsirkan tidak semata-mata selaras dengan isi
kandungan nash-nash. Disaat kaum muslimin mengalami kemerosotan berfikir, cara
pandang mereka mulai teracuni oleh cara pandang asing. Tsaqofah Islam kian
melemah. Upaya-upaya pembaruan semakin merebak. Para pembaru memandang perlunya
mengatasi masalah dengan melakukan interpretasi hukum-hukum Islam agar sesuai
dengan kondisi yang ada. Mereka mengeluarkan kaidah-kaidah umum dan hukum-hukum
terperinci sesuai dengan pandangan tersebut. Bahkan mereka membuat kaedah umum
yang tidak berdasarkan perspektif wahyu (Al-Quran dan Hadits).
Sampai dengan perempat
ketiga abad ini, gerakan Islam lebih merupakan pembaharuan dalam pengertian
revitalitas atau semacam romantisme. Hampir seluruh gerakan Islam dimotori oleh
semangat menghidupkan kembali tradisi Islam Klasik sebagai reaksi atas
kebangkrutan kekuasaan politik Islam di satu sisi sementara didomonasi politik
dan intelektual Barat modern merupakan fenomena mondial. Gerakan Islam baik di
Timur Tengah maupun beberapa kawasan Asia seperti India bertumpu pada
emansipasi politik dan intelektual dalam romantisme dan revitalisasi di atas
Walaupun kecendrungan
di atas telah berhasil membebaskan beberapa kawasan Islam dari kolonialisme dan
membangkitkan kembali kepercayaan diri dunia Islam, namun pembaharuan Islam
bersifat eksternal. Di sisi lain, Negara-negara baru Islam pun berhadapan
dengan realitas baru tumbuhnya Negara bangsa yang merupakan wacana baru
pemikiran Islam. Tanpa suatu tradisi intelektual yang mampu berdialog dengan
peradaban modern, Negara-negara baru Islam mulai berhadapan dengan bagaimana
membangun tata kehidupan sebagai realisasi semangat dan pesan universal Islam.
Pengembangan kehidupan sosial muslimpun berhadapan dengan realitas obyektif
yang kurang lebih serupa. Bagaimana membangun peradaban Islam dalam masyarakat
modern, sesungguhnya merupakan agenda gerakan Islam masa depan.
Dari penjelasan di atas pemakalah dapat
menyimpulkan bahwa: Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham
keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan terknologi odern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam ukan
berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits,
melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Adapun yang mendorong
timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah: Pertama, paham tauhid yang
dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang
dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan
hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam
berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka
mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat
jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami
kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas
kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah
akan mengalami kemajuan. Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia
Islam dengan Barat.
B. Tokoh-tokoh
pembaharuan dalam islam dan pemikikirannya
1. Muhmmad Ibn Abd Al-Wahhab
Muhammad Ibn Abd
Al-Wahhab, seorang teolog hambali dan pendiri gerakan wahabiyyah, dilahirkan di
Uyaina, Nejd pada tahun 1115 H/703 M. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn
Abd al-Wahhab Ibn Sulaiman Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rasyid at-Tamimi.
Kakeknya bernama Sulaiman Ibn Muhammad seorang mufti di Nejd. Ayahnya adalah
Abd al-Wahhhab seorang qodi di Uyaina selma pemerintahan Abdullah Ibn Muhammad
Ibn Mu’ammar[1].
Karir pendidikannya di
awali dari bimbingan ayahnya dalam bidang fiqih hambali, Al-Quran
(Tafsir), Hadist, dan Tauhid. Pendidikan yang diterima oleh ayahnya telah
menjadi dasar yang kuat bagi Ibn Abd al-Wahhab untuk melakukan gerakan
pemurnian ajaran islam sampai ke saudi arabia. Kitab-kitabnya antara lain kitab
al-Tauhid, tentang ajaran pemberantasan bid’ah dan khurafat yang terdapat
dikalangan masyarakat dan ajaran untuk kembali kepada tauhid yang murni. Tafsir
Surat al-Fatihah , Mukhtasar Sahih Bukhari, mukhtasar as-Sirah an nabawiyyah,
Nasihah al-Mudlimin bi al-Hadist Khatam an-Nabiyin, Usul al-Iman, kitab
al-Kabair, Kasyf as-Syibuhat , salasa al-Usul , Adab al-Masi Ila as-Salah,
Al-Hadist al-Fitah, Mukhtasar Zad al-Ma’ad, dan al-Masail al- Lati Khalafa Fiha
Rasulullah Ahl al-Jahiliah[2].
Gerakan wahabiyah
lahir di dar’iah pada tahun 1744 M bertujuan memperbaiki
kepincangan-kepincangan, menghapuskan semua kegiatan tahayul dan kembali kepada
islam sejati[3].
Orientasi gerakan memurnukan ajaran tauhid mengalami perkembangan dengan
menambahkan adanya misi politik untuk membangun negara saudi.perubahan
orientasi ini terlihat jelas ketika Ibn Abd al-Wahhab berkoalisi dengan
keluarga al-Su’ud[4].
Pemikiran-pemikiran
Muhammad Ibn Abd al-Wahhab yang mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran
pembaharuan di abad ke-19[5],
yaitu :
1.Hanya Al-Quran dan hadislah yang
merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran islam. Jadi semua pendapat ulama tidak
merupakan sumber ajaran islam.
2.Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup.
Implikasi yan
ditimbulkan gerakan wahhabiyah terhadap pembaharuan islam cukup besar. Ada dua
pengaruh gerakan wahhabiyah terhadap dunia islam, yang pertama ajaran-ajaran
kaum wahhabiyah terutama paham tauhid, kembali mempengaruhi pemikiran dan
usaha-usaha pembaharuan pada periode modern dari sejarah islam[6].
Pemikiran dan usaha-usaha pembaharuan terutama terjadi di Mesir, India, Afrika,
dan Indonesia. Kedua, sikap teokratik-revolusioner yang ditunjukan oleh gerakan
wahhabiyah banyak mempengaruhi gerakan militansi yang ada pada abad ke-19.
2.Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin al-Sayid
Muhammad Jamaluddin bin Shafdar al-Afghani, lahir pada tahun 1254 H/1838 M di
sebuah desa as-Adabad dekat India kota Konar sebelah timur kota Kabul
Afganistan. Gelar al-Sayid di sandangkan karena keluarganya keturunan Nabi
Muhammad saw melalui jalur pakar hadis yang populer yaitu Ali at-Turmuzi
keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib[7].
Pendidikan a-Afghani
bermula di Kabul (tradisonal) lalu ke India dan Hijaz. Kemudian ia berpetualang
ke India tahun 1869 M hingga ke India tahun 1869 M hingga ke Eropa, Perancis,
Mesir, Persia, Rusia, dan Turki Ustmani hingga sampai ajal menjemputnya tanggal
9 Maret 1897 M di Istanbul dalam usia 59 tahun[8].
Pemikiran politik Al-Afghani ada dua unsur utama: kesatuan dunia Islam dan populisme[9].
Doktrin kesatuan politik dunia Islam, yang dikenal sebagai Pan Islamisme
didesakkan oleh Al-Afghani sebagai satu-satunya benteng pertahanan terhadap
pendudukan dan dominasi asing atas negeri-negeri muslim. Dorongan populis
timbul baik dari pertimbangan keadilan intriksinya dan dari kenyataan bahwa
suatu pemerintahan konstitusional oleh rakyat sajalah yang akan kuat berdiri,
stabil dan merupakan jaminan yang sebenarnya menghadapi kekuatan dan
intrik-intrik asing.
Pengaruh Al-Afghani memberikan sumbangan langsung kepada pemberontakan Arabi
Pasya di Mesir dan gerakan konstitusional di Persia, tetapi kekuatan daya
tariknya umunya juga dirasakan di Turki dan India. Akan tetapi dalam
semangatnya membangkitkan kemauan umat mengahadapi Barat, al-Afghani tidak
hanya membangkitkan semangat Islam universal saja tapi juga semangat lokal atau
nasionalisme dari berbagai negeri. Karena itu, pengaruh aktualnya mengarah baik
kepada Pra Islamisme maupun Nasionalisme yang kadang-kadang saling bentrok.
Walaupun idealisme Pan Islam tidak begitu berhasil dalam batasan-batasan yang
kongkrit, namun ia terus menerus mengilhami berbagai kelompok aktifis
diberbagai negeri dan terus menerus hidup, kalaupun tak memiliki bentuk yang
jelas, terlhat dalam aspirasi-aspirasi rakyat[10].
3.Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah
Muhammad Ibnu Abduh Ibnu Hasan Khairullah. Ia lahir tahun 1849 didesa Mahallah
Nasr, Syubrakhit al-Buhairah, kurang lebih 15 km dari kota Damanhur Mesir[11].
Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan
bangsa Turki. Ibunya mempunyai silsilah keturunan bangsa orang besar Islam.,
Umar bin Khattab, khalifah yang kedua[12].
Pendidikannya
mula-mula oleh orang tuanya mengaji sampai hafal Al-Qur’an dalam usian 12
tahun. Selanjutnya keperguruan “Masjidil Ahmadi” di Desa Thantha dan akhirnya
ke perguruan tinggi Islam “Al-Azhar” Kairo tamat tahun 1877 serta membaktikan
diri mengajar diperguruan tinggi tersebut. Beliau kemudian mengajar di Dar
al-Ulum dan dirumahnya sendiri.
Pemikiran-pemikiran
Muhammad Abduh meliputi:[13]
> Pendidikan, Abduh
menentang dualisme pendidikan yang memisahkan antara pendidikan agama dari
pendidikan umum.
> Politik, Abduh
menganggap perlu adanya pembatasan kekuasaan suatu pemerintahan dan perlunya kontrol sosial dari rakyat terhadap
penguasa.
>Taklid dan ijtihad,
Abduh mengecam taqlid dan menyerukan ijtihad karena keterbelakangan dan kemunduran
Islam disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud di kalangan umat islam.
Muhammad Abduh
berhasil memasukkan ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum Al-Azhar, seperti
ilmu ukur, ilmu bumi, matematika, dan aljabar. Pengaruh yang ditinggalkan Abduh
pada generasi berikutnya menggerakkan Al-Azhar untuk menata kembali metode
pengajarannya[14].
Pemikiran-pemikirannya berpengaruh bukan hanya terasa di Mesir, namun bergema
ke bagian dunia Islam pada umumnya terutama di dunia Arab termasuk Indonesia
melalui karangan-karangan beliau sendiri dan tulisan murid-muridnya. Pemikiran
Abduh mempengaruhi gerakan pembaharuan di Indonesia yang dicetuskan oleh
Muhammadiyah dan al-Irsyad.
4. Muhammad Rasyid Riba
Nama lenkapnya adalah
Muhammda Rasyid bin Ali Rida bin Muhammad Syamsuddin bin Muhammad Baharuddin
bin Mula Ali Kalifa. Ia lahir di al-Qalamun, sebuah desa dekat Tripoli ditepi
pantai Mediteranian sebelah utara Lebanon (Syria), pada tanggal 27 Jumadil Ula
1282 H/ 23 September 1865 M dan meninggal pada 23 Jumadil Ula 1354 H/22 Agustus
1935 M. Secara geneologis, ia masih memiliki pertalian darah dengan al-Husein
bin Ali bin Thalib, cucu Nabi Muhammad dari garis Fatimah[15].
Pendidikannya dimulai pada Kuttab di Qalamun, lalu kesekolah nasional Ustmani,
sekolah Islam Tripoli (al-Madrasah al-Wathaniyah al-Islamiyah) tahun 1882, dan
sekolah agama Tripoli. Pemikiran pembaharuan Muhammad Rasyid Rida secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi tiga[16],
yaitu :
1. Keagamaan, menurut Rasyid Ridha bahwa
kemunduran yang diderita umat Islam karena mereka tidak mengamalkan ajaran
Islam yang sebenarnya, mereka telah menyeleweng dari ajaran tersebut. Untuk
itu, umat Islam harus dikembalikan kepada ajaran Islam yang semestinya, bebas
dari segala bid’ah, sederhana dalam ibadah dan muamalah. Ia juga menganjurkan pembaharuan
dalam bidang hukum yakni penyatuan madzhab.
2. Pendidikan, Rasyid Ridha mengajukan pengajaran
ilmu-ilmu pengetahuan umum dengan ilmu-ilmu agama Islam disekolah. Maka
kurikulum yang ada perlu dimasukkan teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu
bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, ilmu kesehatan, bahasa asing, dan ilmu
kesejahteraan keluarga, disamping itu juga adalah ilmu-ilmu agama seperti
tafsir, fikih, hadist, dan sebagainya yang biasa diajarkan disekolah-sekolah
tradisional.
3. Politik, menurut Rasyid Ridha bahwa paham
nasionalisme bertentangan dengan ajaran persaudaraan seluruh umat (Ukhuwah
Uslamiyyah). Persaudaraan dalam islam tidak mengenal dengan adanya perbedaan
bahasa, tanah air, dan bangsa.
Muhammad Rasyid Ridha
banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh
melalui majalah al-Urwah al-Wutsqa. Majalah tersebut mengadakann pembaharuan
dibidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas tahayyul dan bid’ah,
menghilangkan faham fatalisme dan faham-faham yang dibawa tarekat-tarekat
tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan, dan membela umat islam dari permainan
politik negara barat. Majalah tersebut mendapat sambutan hangat bukan
hanya di Mesir, atau negara-negara Arab sekitarnya saja, namun sampai ke Eropa,
bahkan ke Indonesia. Majalah itu berakhir karena kendala yang diciptakan para
kolonial Eropa[17].
5.Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir
di Sialkot pada tahun 1876. Ia berasal dari keluarga kasta Brahmana Khasmir.
Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal saleh adalah guru pertamanya, lalu
dimasukkan ke maktab untuk mempelajari Al-Qur’an. Kemudian Scottish
Mission School mempelajari pelajaran agama, bahasa Arab dan Persia.
Setelah tamat sekolah Sialkot, ia belajar ke Lahore belajar di Government
College sampai mendapat gelar M.A. tahun 1905 dan ke Inggris belajar
filsafat pada Universitas Cambridge. Dua tahun kemudian, ia pindah
ke Munich Jerman sampai memperoleh gelar Ph. D dalam bidang tasawuf dengan
desertasinya berjudul The Development of Methaphysics in Persia (Perkembangan
Metafisika di Persia).
Muhamad Iqbal pada
tahun 1908 kembali ke Lahore bekerja sebagai pengacara dan dosen filsafat.
Bukunya The Reconstruction of Religious Thought In Islam sebagai
hasil ceramah-ceramah yang diberikannya beberapa universitas di India merupakan
karyanya terbesar dalam bidang filsafat. Tahun 1930, ia dipilih menjadi
presiden Liga Muslim. Tahun 1931 dn 1932, ia ikut dalam konferensi Meja Bundar
di London membahas konferensi baru bagi India. Pada Oktober 1933, ia di undang
ke Afghanistan membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Kemudian beliau
jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 20 April 1935.
Pemikiran pembaharuan
Muhammad Iqbal secara garis besar terdiri dari 3 bidang[18],
yaitu:
1. Keagamaan, Muhammad Iqbal memandang bahwa
kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan umat Islam dalam pemikiran dan
ditutupnya pintu ijtihad. Islam menurutnya mengajarkan dinamisme, al-Qur’an
senantiasa mengajurkan pemakaian akal terhadap ayat atau tanda yang terdapat
dalam alam seperti matahari, bulan, pertukaran siang menjadi malam dan
sebagainya. Oleh karenanya, ijtihad dianggap sebagai prisip yang dipakai dalam
soal gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusai sebagai ijtihad mempunyai
kedudukan penting dalam pembaharuan dalam Islam.
2. Pendidikan, Muhamad Iqbal tidak menjadikan
barat sebagai model pembaharuannya karena menolak kapitalisme dan imperialisme yang
dipengaruhi oleh materialisme dan telah mulai meninggalkan agama. Yang harus
diambil umat Islam dari Barat hanyalah ilmu pengetahuannya.
3.Politik, Muhammad Iqbal memandang bahwa
India pada hakekatnya tersusun dari dua bangsa, Islam dan Hindu. Umat Islam
India harus menuju pada pembentukan negara tersendiri, terpisah dari negara
hindu di India sehingga beliau dipandang sebagai bapak Pakistan
Pemikiran-pemikiran
Muhammad Iqbal mempengaruhi dunai Islam pada umumnya, terutama dalam
pembaharuan di India. Ia menimbulkan paham dinamisme di kalangan umat Islam
India dan menunjukan jalan yang harus mereka tempuh untuk masa depan agar umat
Islam minoritas di anaak benua itu dapat bertahan hidup dari tekanan luar
dengan terwujudnya republik Pakistan.
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Telah kita telaah
bersama pembahasan yang diatas yang dimana merupakan bagaimana para tokoh-tokoh
dalam menggerakan islam melalui pembaharuannya yang sekarang masih melekat
dikalangan kita yang membuat kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW dizaman modern
seperti sekarang yang membuat kita tidak tergilas oleh roda perputaran zaman
yang semakin hari semakin mebuat kita merasa kebingungan dalam menentukan suatu
hukum kehidupan.
Melalui
pemikiran-pemikiran beliau kita dapat mengetahui bagaimana pendidikan umum
sangat perlu untuk kelancaran kehidupan bermasyarakat. Pemikiran-pemikran para
tokoh patut kita contoh dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita seperti
yang dikemukakan oleh Jamaluddin al-Afghani dalam berpandangan politik yang
mempunyai dua unsur utama yaitu kesatuan dunia islam dan populisme. Jika umat
islam ingin kembali berjaya dalam hal ilmu bidang ke-ilmuan seperti pada masa
Dinasti Abbasiyah maka kita sebagai umat islam harus bersatu padu dalam
mebangun lingkungan menuju lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Asmuni,Yusran.1998.Pengantar
Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Ø Mulkhan,
Abdul Munir. 1995. Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ø Nasution,
Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang.
Ø Nasution,
Harun. 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang.
Ø Nata,
Abuddin. 2008. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ø http///www.google.com
Afifi Fauzi Abbas
Ø http///www.google.com.
Muhammad Ikhsan, Tajdid dalam Syariat Islam Antara Upaya Pemurnian dan Usaha
Menjawab Tantangan Zaman. (Ditulis oleh Administrator, 2006)
Ø http///ww.google.com.
Gunawan’s Site, Gerakan Pembaharuan Islam
Ø Harun
Nasution dalam Yusran Asmuni, Pengantar Studi dan Gerakan Pembaharuan dalam
Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
Ø Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
Ø http///www.google.com.
Muhammad Ikhsan, Tajdid dalam Syariat Islam Antara Upaya
Ø Pemurnian
dan Usaha Menjawab Tantangan Zaman. (Ditulis oleh Administrator, 2006)
Ø http///www.google.com
Afifi Fauzi Abbas
Ø http///ww.google.com.
Gunawan’s Site, Gerakan Pembaharuan Islam.
Ø Harun
Nasution, Pembaharuna dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan
Bintang, 1996) Cet. 11
Ø Harun
Nasution, Pembaharuna dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan
Bintang, 2003) Cet 13
Ø Abuddin
Nata, Loc.Cit.
Ø Yusran
Asmuni, Op.Cit.
Ø Ibid
Ø Abuddin
Nata, Loc.Cit.
Ø Yusran
Asmuni, Op.Cit.
Ø Ibid,
Ø Abdul
Munir Mulkhan, Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar