MAKALAH
ISLAM
DAN SAINS MODERN (IPTEK)
BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ISLAM DAN SAINS MODREN (IPTEK)
a) ISLAM
Peradaban islam memiliki ciri -- ciri yang menonjol yaitu rasa
ingin tahu yang bersifat ilmiah dan penyelidikan -- penyelidikan ilmiah yang
sistematis.. Islam memiliki kepedulian penuh kepada umatnya agar terus untuk
menggali potensi agar menjadi peradaban yang maju. Dalam konteks ini, tidak ada
pertentangan antara sains dan Al-Qur'an.
Pandangan islam
terhadap sains dan teknologi adalah bahwa islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan
modern. Justru islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan penelitian dalam
bidang apapun, termasuk sains dan teknologi. Masyarakat modern telah berhasil
mengembangkan sains dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah
kehidupannya, namun disisi lain sains dan teknologi canggih tersebut tidak
mampu menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia. Untuk itu, munculnya gagasan
tentang Islamisasi Sains dan Teknologi. Tujuan gagasan tersebut adalah agar
sains dan teknologi dapat membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Epistimologi
islam tersebut pada hakikatnya menghendaki, bahwa sains dan teknologi harus
mengakui adanya nilai -- nilai kemanusiaan yang universal.
Al - Quran adalah
inspirator, maknanya bahwa dalam Al - Quran banyak terkandung teks - teks (ayat
- ayat) yang mendorong manusia untuk melihat, memandang, berpikir, serta
mencermati fenomena - fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk
diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al - Quran menantang manusia untuk
menggunakan akal pikirannya seoptimal mungkin.
Al
- Quran memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah
diketahui maupun belum diketahui. Innormasi tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi disebutkan berulang - ulang dengan tujuan agar manusia bertindak
untuk melakukan nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan
observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh
jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa
- bangsa zaman dahulu. Menurut firman Allah SWT : "Katakanlah (Muhammad):
lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan metode ilmiah) mengenai apa
yang ada di langit dan di bumi ..." ( QS. Yunus ayat 101).
Memahami lebih
dalam tentang sains dan teknologi adalah satu -- satunya alat untuk mencapai
pemahaman yang lebih mendalam tentang Allah SWT dan menyelesaikan berbagai
permasalahan masyarakat islam. Oleh sebab itu sains dipelajari untuk
mendapatkan keridhaan Allah SWT dengan mencoba memahami ayat -- ayatNya.
Prinsip
-- prinsip pandangan islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui dari
analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW : "Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam (tulis baca). Dia Mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahuinya." (QS al-'Alaq: 1-5)
b)
SAINS
Istilah sains diambil
dari bahasa Latin scio, scire, scientia, yang bermakna ”aku
tahu, mengetahui, pengetahuan” tentang apapun oleh siapapun dengan cara apapun.
Sains berarti ilmu, sains juga dapat
diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu dan bersifat koheren,
empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.
Berdasarkan
“Webster New Collegiate Dictionary”, definisi dari sains adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan
yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi
misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini
merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan
menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan
fenomena-fenomena yang terjadi di alam.
Sedangkan menurut
pendapat beberapa ahli, pengertian sains adalah sebagai berikut.
1. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains
merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.
2.Kuslan Stone menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan
pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu.
Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan.
3.Sardar berpendapat
bahwa sains adalah sarana yang pada akhirnya mencetak suatu peradaban, dia
merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya.
Sedangkan
ilmu sains yang tergolong dalam kumpulan ilmu sains terapan (telah mengalami
penyesuaian, antara makna dengan kenyataan) adalah dikaitkan dengan teori dan
dasar untuk menciptakan sesuatu hasil yang dapat memberi manfaat kepada
manusia. Sehingga sains mengkaji tentang fenomena fisik.
Dari beberapa pengertian
diatas, maka secara ringkas sains merupakan ilmu/pengetahuan yang dapat
menjelaskan sebuah gejala/fenomena alam,sehingga berguna bagi kehidupan
manusia.
B. PENDIDIKAN SAINS YANG RELEVAN DENGAN AJARAN ISLAM
Sains memang merupakan
hal yang sangat penting, apalagi di zaman modern ini, yang sangat menjunjung
tinggi nilai rasionalitas (terutama negara Barat), sehingga segala sesuatu
harus disesuaikan dengan logika. Tapi, kita sebagai kaum Muslimin harus selalu
menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam, meskipun pada kenyataannya kita juga
harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sebenarnya, bila kita amati, antara
ajaran Islam dengan pendidikan sains tidak ada pertentangan, bahkan Islam
mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu. Salah satu dasar (dalil) yang populer
adalah hadits Rasulullah SAW.
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله تــَعَالَى عَلَيــْهِ وَسَلـَّمَ: طَلَبُ الْعِلْمِ
فَرِيــْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُســـلِمٍ وَ مُسْـــلِمَةٍ
Artinya : Rasulullah SAW. bersabda :
“Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap orang Islam laki-laki dan
perempuan.”[7]
Dalam
hadits tersebut memang jelas disebutkan bahwa hukum mencari ilmu adalah fardhu
ain (harus dilakukan per individu). Tapi, banyak pendapat yang muncul dalam
menentukan ilmu mana yang dimaksud dalam hadits tersebut. Para ahli ilmu kalam
memandang bahwa belajar teologi merupakan sebuah kewajiban, sementara para
fuqaha’ berpikir bahwa ilmu fiqih dicantumkan dalam al-Qur’an. Sedangkan
menurut Imam Ghazali, ilmu yang wajib dicari menurut agama adalah terbatas pada
pelaksanaan kewajiban syari’at Islam yang harus diketahui dengan pasti.
Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai peternak binatang, haruslah mengetahui
hukum-hukum tentag zakat.[8]
Sedangkan dalam sumber
lain, penulis menemukan pendapat Shadr al-Din Syirazi. Menurutnya ada beberapa
poin yang dapat diambil dari hadits tersebut:
1.Kata “ilm” (pengetahuan
atau sains), memiliki beberapa makna yang bervariasi. Kata “ilm” dalam hadits
ini bermaksud untuk menetapkan bahwa pada tingkat ilmu apapun seseorang harus
berjuang untuk mengembangkan lebih jauh. Nabi bermaksud bahwa mencari ilmu itu
wajib bagi setiap Muslim, baik itu para ilmuwan maupun orang-orang yang bodoh,
para pemula mupun para sarjana terdidik. Apapun tingkat ilmu yang dapat
dicapainya, ia seperti anak kecil yang beranjak dewasa, sehingga ia harus
mempelajari hal-hal yang sebelumnya tak wajib baginya.
2.Hadits ini menyiratkan arti bahwa
seorang Muslim tidak akan pernah keluar dari tanggung jawabnya untuk mencari
ilmu.
3.Tidak ada lapangan
pengetahuan atau sains yang tercela atau jelek dirinya sendiri, karena ilmu
laksana cahaya, dengan demikian selalu dibutuhkan. Alasan mengapa beberapa ilmu
dianggap tercela adalah karena akibat-akibat tercela yang dihasilkannya.
Dari pendapat-pendapat
diatas, dapat kita lihat bahwa ajaran Islam juga mencakup tentang pendidikan
sains yang notabennya adalah ilmu yang berguna bagi kehidupan (dunia) manusia.
Tapi, disini, ilmu
(sains) yang dipelajari haruslah bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
menyejahterakan umat, mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam. Tidak dibenarkan,
apabila ada orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuan hanya untuk mengejar
pangkat, mencari gelar, dan keuntungan pribadi. Selain itu, ilmu yang telah
didapat harus disebarkan (diajarkan kepada orang lain) dan diamalkan (tingkah
lakunya sesuai dengan ilmunya).
Bila
seseorang dapat melakukan ketiga hal tersebut, maka derajat orang tersebut
diangkat oleh Allah dan disamakan dengan orang-orang yang berjuang di medan
perang (berjihad di jalan Allah). Tentu kita sebagai hambaNya menginginkan hal
tersebut.
Memang benar peribahasa
“........... bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian”, untuk menggapai
sesuatu yang diinginkan dan diimpi-impikan tentu tidak mudah, sehingga untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan (sains) yang dapat mensejahterakan kehidupan dunia
sekaligus mendapatkan derajat yang tinggi di Mata Allah, seseorang harus
berperang dengan hawa nafsunya yang selalu mementingkan kehidupan duniawi.
Kebanyakan ilmuwan, bahkan ilmuwan Muslin lupa akan tujuan ukhrowinya, mereka
lebih senang menganggap bahwa sains merupakan sarana mencari penghidupan, bukan
sarana mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa. Konsep sains seperti itu lebih
mirip dengan konsep sains Barat, yang tentunya salah.
Sehingga
sebagai umat Muslim, kita membutuhkan sains yang disusun dari kandungan Islam
yang memiliki proses dan metodologi yang mempu bekerjasama dengan semangat
nilai-nilai Islami dan yang dilaksanakan semata-mata untuk mendapatkan
keridhaan dari Allah. Sains semacam ini akan mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat Muslim dan bekerjasama dalam konteks etika Islam. Sifat dasar dan jenis
sains ini harus jauh berbeda dari sains Barat .
Tapi, untuk mendapatkan
bentuk sains yang seperti ini, hampir tidak mungkin, bila dilihat dari
kesadaran dan pemahaman kaum Muslimin sekarang. Bila dilihat, mereka lebih
banyak meniru dan menganut pendapat-pendapat ilmuwan Barat, yang sudah
jelas-jelas salah. Ini sangat ironis, karena Islam yang dulu pernah menguasai
ilmu pengetahuan dunia, kini malah meniru dan berkiblat kepada sains Barat,
tanpa berusaha mencari kebenaran sains yang hakiki.
Dalam
memecahkan masalah ini, penulis perlu memaparkan bahwa Islam adalah sebuah
sistem agama, kebudayaan, dan peradaban secara menyeluruh. Ia merupakan sistem
holistik dan nilai-nilainya menyerap setiap aktivitas manusia, yang tentunya
sains termasuk di dalamnya. Dan bila diulas kembali makna sains sebagai metode
yang rasional dan empiris untuk mempelajari fenomena alam, maka menggali ilmu
sains dalam Islam adalah satu-satunya cara untuk mencapai pemahaman yang lebih
mendalam tentang Sang Pencipta, dan menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat
Islam. Ia sendiri tidak akan berakhir. Oleh karena itu, sains tidak dipelajari
untuk sains itu sendiri, akan tetapi untuk mendapatkan Ridha Allah SWT. dengan
mencoba memahami ayat-ayatNya.
Dalam dunia sains,
konsep sains seperti ini sering disebut sebagai konsep sains Islam, yang
notabennya adalah ilmu sains yang dalam mempelajarinya tidak akan pernah
bertentangan dengan hukum dan ajaran Islam. Karena sains itu sendiri dijadikan
sarana untuk beribadah kepadaNya, Sang Maha Pemilik Ilmu.
Penerapan sains Islam akan
menciptakan suasana yang menggugah ingatan kita kepada Allah, mendorong
perilaku yang sesuai dengan ketentuan syariat, dan mengingatkan nilai-nilai
konseptual yang ada dalam al-Qur’an.
Dalam bidang pendidikan
(khususnya Pendidikan Agama Islam), bentuk sains seperti ini sangat diperlukan
untuk mewujudkan kaum pelajar yang benar-benar memahami konsep sains Islam,
sehingga mereka tidak memiliki keraguan dan ketakutan dalam mempelajari sains.
Selain itu, untuk menghindarkan mereka dari perbuatan yang dilarang oleh agama,
yang biasanya disebabkan oleh minimnya pemahaman mereka. Jadi, secara jelas
konsep sains Islam akan menghasilkan kesempurnaan pemahaman sains, dan
mendatangkan kenikmatan kehidupan duniawi dan ukhrowi, yang tentunya
diidam-idamkan oleh semua orang yang beriman. Selain itu, buah manis dari
konsep sains Islam adalah akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam, yang nantinya
akan membangkitkan semangat kaum Muslimin dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal
inilah akan menjadi jawaban dari pertanyaan, “Mengapa orang Islam makin banyak,
tapi kualitas mereka jauh menurun dibanding dengan orang-orang Islam dahulu?”.
C.
Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu Sains
Di zaman sekarang, bila kita amati
banyak orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat al-Qur’an dalam kaitannya
dengan ilmu pengetahuan modern. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan
mukjizat al-Qur’an sebagai sumber segala ilmu, dan untuk menumbuhkan rasa
bangga kaum muslimin karena telah memiliki kitab yang sempurna ini.
Tetapi, pandangan yang
menganggap bahwa al-Qur’an sebagai sebuah sumber seluruh ilmu pengetahuan ini
bukanlah sesuatu yang baru, sebab kita mendapati banyak ulamak besar kaum
muslim terdahulu pun berpandangan demikian. Diantaranya adalah Imam al-Ghazali.
Dalam bukunya Ihya ‘Ulum al-Din, beliau mengutip kata-kata Ibnu
Mas’ud: “Jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan
modern, selayaknya dia merenungkan al-Qur’an”. Selanjutnya beliau menambahkan:
“Ringkasnya, seluruh ilmu tercakup di dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah,
dan al-Qur’an adalah penjelasan esensi, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Tidak
ada batasan terhadap ilmu-ilmu ini, dan di dalam al-Qur’an terdapat indikasi
pertemuannya (al-Qur’an dan ilmu-ilmu)”.
Bahkan pada sebuah sumber
yang dikutip oleh penulis, dijelaskan bahwa mukjizat Islam yang paling utama
ialah hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Surah pertama (al-Alaq, ayat 1-5)
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW ialah nilai tauhid, keutamaan
pendidikan, dan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diberikan penekanan
yang mendalam.
Firman Allah SWT (Al-alaq 1-5) :
Artinya : “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”[16]
Kata “bacalah” dalam ayat tersebut
mengandung arti tentang perintah menuntut ilmu, apalagi pada saat itu (awal
kenabian), bangsa Arab sedang berada pada zaman jahiliyah (kebodohan).
Jika sains dikaitkan dengan fenomena
alam, maka dalam al-Qur’an lebih dari 750 ayat menjelaskan tentang fenomena
alam. Salah satunya adalah pada Surah Luqman, ayat 10.
Artinya: “Dia
menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan dia meletakkan
gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan
memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. dan kami turunkan
air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan
yang baik.”
Dalam ayat tersebut,
menjelaskan tentang betapa besarnya kekuasaan Allah SWT. dalam menciptakan
mahluk-mahlukNya. Tidak berhenti sampai disitu, kita juga diperintahkan untuk
mempelajarinya (mahluk). Hal ini telah banyak dilakukan oleh orang (ilmuwan)
Barat, dan malah kebanyakan dari kita hanya mengikuti apa yang mereka katakan.
Padahal, kita sebagai hambaNya seharusnya memiliki keharusan yang lebih besar
dari pada mereka. Karena bila diamati, tidak sedikit dari pandangan mereka
melenceng dari ajaran agama Islam. Bila kita hanya mengikuti mereka,
dikhawatirkan kita akan terjerumus kedalam jalan kesesatan bersama mereka.
Seperti contoh, pandangan Darwin tentang teori evolusi yang menyebutkan bahwa
manusia zaman dahulu memiliki bentuk fisik menyerupai kera, itu merupakan
pendapat yang tidak sesuai dengan al-Qur’an. Karena secara jelas, manusia
pertama yang diciptakan Allah adalah Nabi Adam AS.
Mempelajari ilmu, baik itu ilmu
agama maupun ilmu pengetahuan (sains) merupakan hal yang sangat sulit, maka
dari itu, Islam sangat memuliakan para ahli ilmu, sehingga dalam Surah
al-Mujadilah ayat 11, derajat mereka diangkat oleh Allah SWT.
Artinya : "......... niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Dalam potongan ayat
tersebut, Allah menjajarkan iman dengan ilmu. Disinilah terlihat betapa
pentingnya ilmu, karena orang yang beriman tanpa memiliki ilmu maka segala
ibadahnya akan ditolak. Sedangkan sebaliknya, orang berilmu tanpa beriman, maka
ilmunya dapat menyesatkannya menuju jalan yang dilarang dan dilaknatNya.
Disinilah, kita sebagai hambaNya
yang beriman harus ekstra hati-hati dalam mempelajari suatu ilmu. Kita harus
selalu mengembalikan semuanya kepadaNya, kita harus berusaha mencocokkan segala
jenis ilmu dengan kalamNya (al-Qur’an) yang sempurna.
Karena sudah jelas,
al-Qur’an membahas banyak Ilmu, antara lain ilmu yang berhubungan dengan
kemasyarakatan yang memberi pedoman dan petunjuk berkaitan dengan
perundang-undangan tentang halal dan haramnya suatu aktiviti, peradaban,
muamalat antara manusia dalam bidang ekonomi, perniagaan, sosiobudaya,
peperangan dan perhubungan antar bangsa. Juga terdapat maklumat ataupun isyarat
(hint-suggestions) tentang perkara-perkara yang telah menjadi tumpuan
kajian sains, misalnya, sidik jari sebagai tanda pengenal, penciptaan bumi dan
langit, dan lain-lain.
Dari sini, maka
pantaslah kalau di zaman ini banyak ilmuwan (ilmuwan Barat khususnya) yang
berusaha mempelajari al-Qur’an demi memahami suatu kajian sains. Tapi, kita
sebagai umat Muslim jangan sampai kalah dengan mereka, sehingga peradaban Islam
dapat bangkit kembali. Ketika peradaban Islam mulai bangkit, maka kemungkinan
besar dunia dapat dikuasai oleh Islam, sehingga konsep Islam sebagai agama yang
“Rahmatan lil-‘Alamin” (kesejahteraan bagi seluruh dunia) dapat terwujud
secara nyata.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan yang telah dipaparkan, maka
penulis dapat membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Sains
merupakan ilmu/pengetahuan yang dapat menjelaskan sebuah gejala/fenomena alam,
sehingga berguna bagi kehidupan manusia.
2. Sains
yang relevan dengan ajaran Islam harus dapat menjadi media untuk mengingat
Allah dan memajukan peradaban masyarakat Islam. Dan tidak dibenarkan bila kita
mempelajari sains hanya untuk memperoleh penghidupan dan kesenangan dunia,
apalagi berbuat maksiat, yang nanti pada ahirnya akan merugikan diri sendiri.
3. Banyak
sekali kajian sains yang merujuk pada al-Qur’an. Banyak ayat-ayat al-Qur’an
yang menjelaskan tentang fenomena-fenomena alam dan keutamaan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itulah, banyak ilmuwan yang dalam mempelajari sains mencari
referensi dari al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Imam al-Syaikh Ibrahim bin Ismail. Tth. Ta’lim
al-Muta’allim. Semarang: Pustaka al-Alawiyah.
Butt, Nasim. 2001. Sains dan Masyarakat Islam
(Diterjemahkan oleh Masdar Hilmy dari Buku Science and Muslim Society).
Bandung: Pustaka Hidayah.
Fauziyah, Lilis R.A. dan Andi Setyawan. 2009. Kebenaran
al-Qur’an dan Hadits. Solo: Tiga Serangkai.
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1786489-pengertian-filsafat-sains/log
http://sains4kidz.wordpress.com/2009/07/19/definisi-sains/
Mahdi, Ghulsyani. 2001. Filsafat-Sains Menurut
Al-Qur’an (Diterjemahkan oleh Agus Efendi dari Buku The Holy Quran and the
Science of Nature). Bandung: Penerbit Mizan.
Noordin, Sulaiman. 2000. Sains Menurut Perspektif
Islam (Diterjemahkan oleh Munfaati). Jakarta: Dwi Rama.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an.
1990. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar