Nasakh dan Mansukh
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara umum Maqashid Al-Tasyri’ adalah untuk kemaslahatan
manusia. Maka dalam pembentukan
kemaslahatan manusia tidak dapat dielakkan adanya nasakh mansukh terhadap
beberapa hukum terdahulu dan diganti dengan hukum yang sesuai dengtan tuntunan
realitas zaman, waktu, dan kemaslahatan manusia. Proses serupa ini disebut
dengan masakh mansukh.
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa nasikh mansukh terjadi karena Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya. Oleh karena itu
untuk mengetahui Al-Qur’an dengan baik, kita harus mengetahui ilmu nasikh
mansukh dalam Al- Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Nasakh dan Mansukh?
2.
Bagaimana
cara mengetahui Nasakh dan Mansukh?
3.
Apa
pendapat Ulama’ tentang Nasakh dan Mansukh?
4.
Apa
pembagian Nasakh dan Mansukh?
5.
Apa
saja macam – macam Nasakh dan Mansukh?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ulama berbeda
pendapat tentang bagaimana cara menghadapi ayat-ayat yang sepintas menunjukan
adanya gejala kontradiksi. Dari situlah muncul pembahasan tentang nasakh
mansukh dalam AL-Qur’an.
Nasakh mansukh
dalam AL-Qur’an diungkapkan sebanyak empat kali :
1. Al – Baqarah ayat 106
مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu?
2. Al – A’raf ayat 154
وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ
Dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang
yang takut kepada Tuhannya.
3.
Al –
Hajj ayat 52
فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ
اللَّهُ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah
menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
4.
Al –
Jatsiah ayat 29
هَٰذَا كِتَابُنَا يَنْطِقُ عَلَيْكُمْ بِالْحَقِّ ۚ إِنَّا
كُنَّا نَسْتَنْسِخُ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(Allah berfirman): "Inilah kitab
(catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah
menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan".
B.
Nasakh Mansukh secara Etimologi dan Terminologi
1.
Secara
Etimologi`
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai makna nasakh
secara Etimologi. Karena memang kata tersebut memiliki makna yang lebih dari
satu. Nasakh dapat berarti ( (العزلة yang berarti
menghilangkan atau meniadakan. Dalam Al – Quer’an dinyatakan :
فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ
اللَّهُ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah
menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. Al Hajj : 52)
2.
Secara
Terminologi (Istilah)
Nasakh secara Terminologi
Secara terminologi nasakh dapat dikategorikan pada dua kategori, yaitu
kategori menurut ulama Mutaqaddimin dan ulama Mutaakhirin.
a. Mutaqaddimin
Menurut ulama mutaqaddimin,
nasakh adalah
Mengangkat hukum syar‘i
(menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (kitab) syara ‘ yang lain. Misalnya,
dikeluarkannya hukum syar’i dengan berdasarkan kitab syara’dari seseorang
karena dia mati atau gila. Contoh tentang waris, di mana hukum waris
dinasakhkan oleh hukum wasiat ibu bapak dan karib kerabat. Ayat tersebut
dinasakhkan oleh Surah Al Baqarah ayat 180 yang berbunyi:
Contoh lain, menurut ulama’
mutaqaddimin, adalah terdapat dalam Surah Al Baqarah ayat 183 yang berbunyi:
ayat tersebut dinasakh oleh Surah Al
Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
Ayat-ayat seperti tersebut di atas
kadang-kadang oleh ulama mutaqaddimin disebutjuga dengan takhsis.
Dengan demikian tampak dengan
gamblang bahwa ulama mutaqaddimin memberikan batasan pengertian bahwa nasakh
adalah sebagai dalil syar’ i yang ditetapkan kemudian. Jadi tidak hanya bagi
ketentuan hukum yang mencabut dan membatalkan ketentuan (hukum) yang sudah
berlaku sebelumnya atau merubah ketentuan hukum yang sudah dinyatakan pertama
berakhir masa berlakunya.
b. Mutaakhirin
Pengertian yang begitu luas kemudian
dipersempit oleh ulama yang datang kemudian. Pengertian nasakh menurut utma
mutaakhirin di antaranya adalah sebagaimana diungkapkan Quraish Shihab: “Nasakh
terbatas pada ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan, mencabut
atau menyatakan berakhirnya pemberlakuan hukum yang terdahulu, hingga ketentuan
hukum yang ada yang ditetapkan terakhir”.
Syarat-syarat Nasakh sebagai berikut.
— Hukum yang mansukh adalah hukum syara’.
— Dalil penghapusan hukum tersebut adalah kitab syar’ i
yang tentang lebih kemudian dari kitab yang hukumnya mansukh.
— Kitab yang mansukh hukumnya tidak dibatasi dengan
waktu tertentu.
Adapun manfa’ at nasakh mansukh
adalah agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur.
C.
Cara
Mengetahui Nasakh dan Mansukh
Cara untuk
mengetahui nasakh dan mansukh dapat dilihat dengan cara-cara sebagai berikut. Keterangan
tegas dan nabi atau sahabat, Kesepakatan umat tentang menentukan bahwa ayat mi
nasakh dan ayat itu mansukh. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan kemudian
tununnya dalam perspektif sejarah.
Nasikh dapat diketahui melalui beberapa hal berikut :
1. Ditetapkan dengan tegas oleh Rasulullah SAW, seperti hadits ;
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فُزُوْرَهَا “Semula aku melarangmu untuk berziarah ke kubur, tetapi (sekarang) berziarahlah“.
2. Melalui pemberitahuan seorang sahabat, seperti hadits Jabir bin Abdullah r.a. ia berkata :
كَانَ اخِرَ الامْرَيْنِ مِنْ رَسُوْلِ اللَّهِ ص.م. تَرْكَ الْوُضُوْءِ مِمَّا مَسَّتِ النّأر ُ
“dua perintah terakhir Rasulullah SAW adalah tidak perlu berwudhu karena memakan makanan yang tersentuh api”. (HR.Abu Dawud dan al Nasa’i )
3. Melalui fakta sejarah, seperti hadits Syidad bin ‘Aus dan lainnya yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُوم ُ
“orang yang melakukan bekam dan orang yang dibekam batal puasanya”.
1. Ditetapkan dengan tegas oleh Rasulullah SAW, seperti hadits ;
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فُزُوْرَهَا “Semula aku melarangmu untuk berziarah ke kubur, tetapi (sekarang) berziarahlah“.
2. Melalui pemberitahuan seorang sahabat, seperti hadits Jabir bin Abdullah r.a. ia berkata :
كَانَ اخِرَ الامْرَيْنِ مِنْ رَسُوْلِ اللَّهِ ص.م. تَرْكَ الْوُضُوْءِ مِمَّا مَسَّتِ النّأر ُ
“dua perintah terakhir Rasulullah SAW adalah tidak perlu berwudhu karena memakan makanan yang tersentuh api”. (HR.Abu Dawud dan al Nasa’i )
3. Melalui fakta sejarah, seperti hadits Syidad bin ‘Aus dan lainnya yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُوم ُ
“orang yang melakukan bekam dan orang yang dibekam batal puasanya”.
Dan hadits Ibnu Abbas r.a. ia berkata :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِم ٌ
“sesungguhnya Rasulullah SAW berbekam, padahal beliau sedang berpuasa“.
Dengan demikian, jelas bahwa hadits yang pertama (hadits Syidad) itu terjadi pada masa-masa penaklukan kota Makkah, yaitu pada tahun 8 Hijriyah dan hadits kedua (hadits Ibnu Abbas ) terjadi pada waktu Haji Wada’, yaitu pada tahun 10 Hijriyah. Jadi, hadits yang kedua merupakan Nasikh bagi hadits yang pertama.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِم ٌ
“sesungguhnya Rasulullah SAW berbekam, padahal beliau sedang berpuasa“.
Dengan demikian, jelas bahwa hadits yang pertama (hadits Syidad) itu terjadi pada masa-masa penaklukan kota Makkah, yaitu pada tahun 8 Hijriyah dan hadits kedua (hadits Ibnu Abbas ) terjadi pada waktu Haji Wada’, yaitu pada tahun 10 Hijriyah. Jadi, hadits yang kedua merupakan Nasikh bagi hadits yang pertama.
D.
Pendapat
Ulama tentang Nasakh dan Mansukh
Ada tidaknya
nasakh mansukh dalam Al-quran sejak dahulu diperdebatkan para ulama. Adapun
sumber perbedaan pendapat tersebut adalah berawal dan pemahaman mereka tentang
ayat: Seandainya Aiquran mi datangnya bukan dan Allah, niscaya mereka akan
menemukan kontradiksi yang sangat banyak. (QS. An-Nisaa’ 82).
Kesimpulan dan
ayat di atas mengandung prinsip yang diyakini kebenarannya oleh setiap muslim
namun mereka berbeda pendapat dalam menghadapi ayat-ayat Al-quran yang secara
zahir menunjukkan kontradiksi. Ada dua pendapat ulama tentang
Nasakh dan mansukh yaitu :
Nasakh secara Logika
Nasakh Secara Logika dan Syara’
E.
Pembagian
Nasakh
Nasakh ada empat bagian:
Nasakh Al-quran
dengan Al-quran.
Nasakh Al-quran
dengan sunnah. Ini terbagi dua:
a) Nasakh
Aiquran dengan hadis Ahad.
b) Nasakh
Aiquran dengan hadis Mutawatir.
Nasakh Sunnah
dengan Al-quran.
Nasakh Sunnah
dengan Sunnah.
.
F. Macam-Macam Nasakh dalam Al-quran
1. Naskh tanpa badal ( pengganti ), contoh, penghapusan besedekah sebelum
berbicara kepada rasulullah, sebagaimana diperintahkannya dalam surat
Al-Mujadilah : 12.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ
نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ذَلِكَ خَيْرُُ لَّكُمْ وَأَطْهَرُ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا
فَإِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمٌ (المجادلة: 12)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan
sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu.Yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tiada memperoleh (yang akan
disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.
Al-Mujadilah /58:12)
Ayat diatas, dinaskh dengan ayat al-Mujadilah : 13.
ءَأَشْفَقْتُمْ
أَن تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا
وَتَابَ اللهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ
وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (المجادلة : 13)
Artinya : Apakah kamu takut akan (menjadi
miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul Maka
jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya;
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58:13)
2. Naskh dengan badal akhaf ( lebih ringan ), contohnya puasa masa dahulu,
dalam Surat Al-Baqarah : 183 ( ayat Puasa ). Dinaskh dengan ayat Al-Baqarah :
187
أُحِلَّ
لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ ( البقرة : 187)
Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari
puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu ( Al-Baqarah / 2 : 187 )
3. Naskh dengan badal mumatsil ( sebanding ), Contohnya, tahwil kiblat,
menghapus menghadap bait al-maqdis dengan menghadap kiblat ke ka’bah. Dengan
firman Allah surat Al-Baqarah : 144
قَدْ
نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَآءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ( البقرة : 144)
Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. ( Al-Baqarah /
2 : 144 )
4. Naskh dengan badal astqal ( lebih berat ), contohnya, menghapus hukuman
penahanan di rumah pada awal islam, dalam ayat an Nisa’ : 15-16,
َمَن
يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ ناَرًا خَالِدًا
فِيهَا وَلَهُ عَذَابُُ مُّهِينُُ (14) وَالاَّتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِن
نِّسَآئِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِّنكُمْ فَإِن شَهِدُوا
فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ
اللهُ لَهُنَّ سَبِيلاً (15)
Dinaskh dengan An Nur : 2
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مَائَةَ جَلْدَةٍ
وَلاَتَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ
الْمُؤْمِنِينَ (2)
Atau dengan didera 100 kali dan diasingkan bagi yang
belum menikah ( gadis ), dan di dera 100 kali dan dirajam, bagi yang telah
menikah, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT :
"orang tua laki-laki dan perempuan apabila berzina, maka rajamlah keduanya
dengan pasti.”
BAB III
KESIMPULAN
Nasakh adalah sesuatu yang membatalkan, menghapuskan atau
memindahkan.
Mansukh adalah yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan
Para ulama sepakat adanya nasikh berdasarkan nash Al Qur’an
dan sunnah
Syari’at selalu memelihara kemaslahatan ummat, oleh karena itu
nasikh itu mesti ada dan terjadi pada sebagian hokum – hokum.
Nasikh itu terjadi pada berita – berita, tetapi terjadi pada hukum
– hukum yang berhubungan dengan halal dan haram
Hukum – hokum itu bersumber dari Allah yang disyari’atkan demi
kemaslahatan dan kebahagiaan manusia’
Menyimpang dari jalan yang lurus dan mengikuti jejak orang – orang
yang sesat akan menjadi penyebab kesengsaraan.
DARTAR PUSTAKA
- ULUMUL QUR’AN,
Drs.Abu Anwar , M.Ag.
- AL QUR’AN
DAN ULUMUL QUR’AN, Drs.Muhammad Chirzin , M.Ag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar