--> Makalah Tuntutan Pidana dan Pembelaan | Fragmen Ilmiah

Himpunan Makalah, Skripsi, dan Jurnal

Total Tayangan Halaman

05/12/18

Makalah Tuntutan Pidana dan Pembelaan

| 05/12/18

Tuntutan Pidana dan Pembelaan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya untuk menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar yang sangat penting dalam pembentukan suatu negara, berpengaruh dalam segala segi kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum, berarti harus mampu menjunjung tinggi hukum sebagai kekuasaan tertinggi di negeri ini, sebagaimana dimaksud konstitusi kita, Undang-Undang Dasar RI 1945.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 6 dari Undang-Undang Hukum Acara Pidana, membedakan antara Jaksa dengan Penuntut Umum. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sedangkan penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu tuntutan dan pembelaan (pledoi)?
2.      Bagaimana cara mengajukan tuntutan dan pembelaan (pledoi)?






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Tuntutan Pidana dan Pembelaan (Pledoi)
Yahya menjelaskan bahwa tuntutan pidana dan pembelaan dirangkai dalam satu pembahasan untuk memudahkan melihat kaitan antara kedua proses itu dalam pemeriksaan perkara. Tuntutan pidana penuntut umum selamanya saling berkaitan dengan pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum karena tuntutan pidana yang diajukan penuntut umum maupun pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum pada hakikatnya merupakan “dialogis jawab-menjawab terakhir” dalam proses pemeriksaan. Pledoi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(KUHAP) dikenal dengan istilah pembelaan.

Pengaturan mengenai tuntutan pidana dan pembelaan terdapat dalam Pasal 182 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
a.       Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana;
b.      Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir;
c.       Tuntutan pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua siding dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Terhadap tuntutan pidan (rekuisitor) yang diajukan oleh jaksa penuntut umum terdakwa atau penasehat hukum berhak mendapapatkan kesempatan mengajukan pembelaan atas pembelaan itu penuntut unum berhak pula mendapatkan kesempatan mengajukan jawaban atas replik dan atas replik ini terdakwa atau penasihat hukum berhak untuk mendapat kesempatan untuk mengajukan duplik atau jawaban ke dua kali (rejoinder).

B.  Tata cara pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan (pledoi) maupun jawab menjawab
Pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan baru dapat dilkukan setelah terlebih dahulu ada prtanyaan hakim ketua siding bahwa pemeriksaan perkara telah selesai. Denan kata lain penuntutan dan pembelaan merupakan tahap lanjutan setelah pemeriksaan terhadap perkara dianggap selesai oleh ketua siding. Oleh karena itu pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan harus melalui tata cara sebagai berikut:

1.    Dilakukan atas ermintaan hakim ketua sidang
Walaupun tindakan penunututan merupkan fungsi dari melekat pada instalasi penuntut umum, fungsi ini dapat dipergunakan di siding pengadilan setelah ketua sidan meminta kepadanya untuk mengajukan penuntutan. Demikian halnya dengan pengajuan pembelaan merupakan ha yan melekat pada diri terdakwa dan penasihat huku giliran untuk mengajukan pembelaan disampaikan pada tahap tertentu setelah hakim memintanya untuk mengajukan pembelaan.

2.    Mendahulukan pengajuan tuntutan dar pembelaan
Pasal 182 ayat (1) huruf a dan huruf b KUHAP telah menentukan giliran antara penuntut umum dan terdakwa atau penasihat hukum dalam mengajukan tuntutan dan pembelaan maupun jawaban atas pembelaan giliran pertama diberikan kepada penuntut umum untuk mengajukan tuntutn pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.

Setelah penuntt umum selesai mengajukan tuntutan baru giliran terdakwa atau penasiihat hukum mengajukan pembelaan atas tuntutan tersebut.

Menyinggung soal pledoi diajukan setelah tuntutan jaksa. Yahya harahap mengatakan bahwa memberi giliran pertama kepada penuntut umum mengajukan adalah logis. Memgingat pembelaan yang akan di ajukanoleh terdakwa atau penasihat hukum erat sekali hubungannya dengan tuntutan pidana yang diajukan oleh penuntut umum. Kalau terdakwa atau penasiha hukum diberi giliran pertama melalui penuntut umu bagaimana di dapat  mengajukan pembelaan terhadap sesuatu yang belum diketahui letak permasalahan pristiwa yang dituntutkan kepadanya.

Alasan kenapa menempatkan terdakwa setelah penuntut umum mengajukan tuntutan adalah agar terdakwa atau penasihat hukum dapat menanggapi selengkapnya dasar-dasar dan alasan yang dikemukakan penuntut umum dalam tuntutannya.

3.    Jawab- menjawab dengan syarat terdakwa mendapat giliran terakhir
Giliran terakhir yang diberikan terdakwa atau penasihat hukum merupakan syarat dalam jawab-menjawab. Selama penuntut umum masih diberikn kesempatan untuk menjawab atau menanggapinya selama itu pula terdakwa atau penasihat humum harus diberikesempatan untuk menjawab atau menanggapinya kecuali mereka sendiri tidak mempergunakan hal tersebut.

4.    Tuntutan pembelaan jawaban dibuat secara tertulis
Bentuk tuntutan pidana dan semu yang berhubungan dengan penuntutan dan pembelaan dibuat dengan cara tertulis. Cara pengajuan pledoi yang benar. Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP berbunyi:

“tuntutan pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan dan segera diserahkan kepada hakim ketua siding dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.”

Jadi pembelaan dilakukan secara tertulis dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua. Aslinya diserhkan kepada ketua siding setelah selesai dibacakan oleh pihak yang bersangkutan, turunannya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. Turunan tuntutan dan jawaban penuntut umum diserahkan kepada terdakwa atau penasihat hukum. Sebaliknya turunan pembelaan dan jawaban terdakwa diserahkan kepada penuntut umum oleh terdakwa atau penasihat hukum,

5.    Pengecualian bagi terdakwa yang tidak pandai menulis
Seperti yang telah dijelakan di atas tuntutan pembelaan dan jawaban dilakukan secara tertulis bagi terdakwa yang tidakpandai menulis undang-undang memberikan pengecualian-pengecualian, ini diatur dalam penjelasan pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP yaitu sebagai berikut:
a)         Bagi terdakwa yang tidak pandai menulis pembelaan dan jawaban dapat dilakukan secara lisan dipersidangan.
b)        Pembelaan dan jawaban secara lisan dicatat oleh panitera dalam berita acara siding.




















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tuntutan pidana penuntut umum selamanya saling berkaitan dengan pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum karena tuntutan pidana yang diajukan penuntut umum maupun pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum pada hakikatnya merupakan “dialogis jawab-menjawab terakhir” dalam proses pemeriksaan. Pledoi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(KUHAP) dikenal dengan istilah pembelaan.

B.     Saran
Dengan penjelasan yang dapat penulis jabarkan, semoga bermanfaat untuk kita semua. Besar harapan penulis kepada para pembaca dapat memahami dan mampu untuk mengaplikasikannya dengan baik.











DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M. Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahn dan Penerapan KUHAP(penyidikan dan penuntutan). Jakarta: (Sinar Grafika).
Sutarto, Suryono. 2005. Hukum Acara Pidana Jilid I (cetakan ke-IV). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar