Tuntutan Pidana dan Pembelaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang
berlaku di masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh
masyarakat dan diakui oleh masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam
kehidupannya. Tujuannya untuk menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum
sebagai instrumen dasar yang sangat penting dalam pembentukan suatu negara,
berpengaruh dalam segala segi kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat
pengendalian sosial, agar tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai.
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum, berarti harus mampu menjunjung
tinggi hukum sebagai kekuasaan tertinggi di negeri ini, sebagaimana dimaksud
konstitusi kita, Undang-Undang Dasar RI 1945.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 6 dari Undang-Undang
Hukum Acara Pidana, membedakan antara Jaksa dengan Penuntut Umum. Jaksa adalah
pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, sedangkan penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu tuntutan dan pembelaan
(pledoi)?
2.
Bagaimana cara mengajukan tuntutan
dan pembelaan (pledoi)?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tuntutan Pidana dan Pembelaan
(Pledoi)
Yahya menjelaskan bahwa tuntutan
pidana dan pembelaan dirangkai dalam satu pembahasan untuk memudahkan melihat
kaitan antara kedua proses itu dalam pemeriksaan perkara. Tuntutan pidana
penuntut umum selamanya saling berkaitan dengan pembelaan yang diajukan
terdakwa atau penasihat hukum karena tuntutan pidana yang diajukan penuntut
umum maupun pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum pada
hakikatnya merupakan “dialogis
jawab-menjawab terakhir” dalam proses pemeriksaan. Pledoi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana(KUHAP) dikenal dengan
istilah pembelaan.
Pengaturan
mengenai tuntutan pidana dan pembelaan terdapat dalam Pasal 182 ayat (1) KUHAP yang
berbunyi:
a.
Setelah
pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana;
b.
Selanjutnya
terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh
penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu
mendapat giliran terakhir;
c.
Tuntutan
pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah
dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua siding dan turunannya kepada
pihak yang berkepentingan.
Terhadap
tuntutan pidan (rekuisitor) yang diajukan oleh jaksa penuntut umum terdakwa
atau penasehat hukum berhak mendapapatkan kesempatan mengajukan pembelaan atas
pembelaan itu penuntut unum berhak pula mendapatkan kesempatan mengajukan
jawaban atas replik dan atas replik ini terdakwa atau penasihat hukum berhak
untuk mendapat kesempatan untuk mengajukan duplik atau jawaban ke dua kali
(rejoinder).
B. Tata
cara pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan (pledoi) maupun jawab menjawab
Pengajuan
tuntutan pidana dan pembelaan baru dapat dilkukan setelah terlebih dahulu ada
prtanyaan hakim ketua siding bahwa pemeriksaan perkara telah selesai. Denan
kata lain penuntutan dan pembelaan merupakan tahap lanjutan setelah pemeriksaan
terhadap perkara dianggap selesai oleh ketua siding. Oleh karena itu pengajuan
tuntutan pidana dan pembelaan harus melalui tata cara sebagai berikut:
1.
Dilakukan atas ermintaan hakim ketua
sidang
Walaupun tindakan penunututan merupkan fungsi dari melekat
pada instalasi penuntut umum, fungsi ini dapat dipergunakan di siding
pengadilan setelah ketua sidan meminta kepadanya untuk mengajukan penuntutan.
Demikian halnya dengan pengajuan pembelaan merupakan ha yan melekat pada diri
terdakwa dan penasihat huku giliran untuk mengajukan pembelaan disampaikan pada
tahap tertentu setelah hakim memintanya untuk mengajukan pembelaan.
2. Mendahulukan
pengajuan tuntutan dar pembelaan
Pasal 182 ayat (1) huruf a dan huruf b KUHAP telah
menentukan giliran antara penuntut umum dan terdakwa atau penasihat hukum dalam
mengajukan tuntutan dan pembelaan maupun jawaban atas pembelaan giliran pertama
diberikan kepada penuntut umum untuk mengajukan tuntutn pidana yang akan dijatuhkan
kepada terdakwa.
Setelah
penuntt umum selesai mengajukan tuntutan baru giliran terdakwa atau penasiihat
hukum mengajukan pembelaan atas tuntutan tersebut.
Menyinggung
soal pledoi diajukan setelah tuntutan jaksa. Yahya harahap mengatakan bahwa memberi
giliran pertama kepada penuntut umum mengajukan adalah logis. Memgingat
pembelaan yang akan di ajukanoleh terdakwa atau penasihat hukum erat sekali
hubungannya dengan tuntutan pidana yang diajukan oleh penuntut umum. Kalau
terdakwa atau penasiha hukum diberi giliran pertama melalui penuntut umu
bagaimana di dapat mengajukan pembelaan
terhadap sesuatu yang belum diketahui letak permasalahan pristiwa yang
dituntutkan kepadanya.
Alasan
kenapa menempatkan terdakwa setelah penuntut umum mengajukan tuntutan adalah
agar terdakwa atau penasihat hukum dapat menanggapi selengkapnya dasar-dasar
dan alasan yang dikemukakan penuntut umum dalam tuntutannya.
3. Jawab-
menjawab dengan syarat terdakwa mendapat giliran terakhir
Giliran terakhir yang diberikan terdakwa atau penasihat
hukum merupakan syarat dalam jawab-menjawab. Selama penuntut umum masih
diberikn kesempatan untuk menjawab atau menanggapinya selama itu pula terdakwa
atau penasihat humum harus diberikesempatan untuk menjawab atau menanggapinya
kecuali mereka sendiri tidak mempergunakan hal tersebut.
4. Tuntutan
pembelaan jawaban dibuat secara tertulis
Bentuk tuntutan pidana dan semu yang berhubungan dengan
penuntutan dan pembelaan dibuat dengan cara tertulis. Cara pengajuan pledoi
yang benar. Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP berbunyi:
“tuntutan
pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah
dibacakan dan segera diserahkan kepada hakim ketua siding dan turunannya kepada
pihak yang berkepentingan.”
Jadi pembelaan dilakukan secara tertulis dan dibuat
sekurang-kurangnya rangkap dua. Aslinya diserhkan kepada ketua siding setelah
selesai dibacakan oleh pihak yang bersangkutan, turunannya diserahkan kepada
pihak yang berkepentingan. Turunan tuntutan dan jawaban penuntut umum diserahkan
kepada terdakwa atau penasihat hukum. Sebaliknya turunan pembelaan dan jawaban
terdakwa diserahkan kepada penuntut umum oleh terdakwa atau penasihat hukum,
5.
Pengecualian bagi terdakwa yang
tidak pandai menulis
Seperti yang telah dijelakan di atas tuntutan pembelaan dan
jawaban dilakukan secara tertulis bagi terdakwa yang tidakpandai menulis
undang-undang memberikan pengecualian-pengecualian, ini diatur dalam penjelasan
pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP yaitu sebagai berikut:
a)
Bagi terdakwa yang tidak pandai
menulis pembelaan dan jawaban dapat dilakukan secara lisan dipersidangan.
b)
Pembelaan dan jawaban secara lisan
dicatat oleh panitera dalam berita acara siding.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuntutan pidana penuntut umum selamanya saling berkaitan
dengan pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum karena tuntutan
pidana yang diajukan penuntut umum maupun pembelaan yang diajukan terdakwa atau
penasihat hukum pada hakikatnya merupakan “dialogis jawab-menjawab terakhir” dalam proses pemeriksaan. Pledoi
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana(KUHAP) dikenal dengan
istilah pembelaan.
B. Saran
Dengan
penjelasan yang dapat penulis jabarkan, semoga bermanfaat untuk kita semua.
Besar harapan penulis kepada para pembaca dapat memahami dan mampu untuk
mengaplikasikannya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta:
Sinar Grafika.
Harahap, M. Yahya.
2000. Pembahasan Permasalahn dan Penerapan KUHAP(penyidikan dan
penuntutan). Jakarta: (Sinar Grafika).
Sutarto, Suryono. 2005. Hukum
Acara Pidana Jilid I (cetakan ke-IV). Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar