Pengertian dan sejarah perkembangan ulumul hadist, masa klasik, pertengahan dan modern
A.
Pengertian hadist
Secara bahasa
kata “hadist” atau “al-hadist” berarti sesuatu yang baru, Secara terminologi
menurut ulama hadist yaitu:“segala perkataan Nabi SAW., perbuatan dan hal
ihwalnya.” Selain hadist, terdapat pula istilah sunnah, khabar dan atsar.Hadist
yang bermaknakan khabar ii diisyiqaqkan dari tahdits yang bermakna riwayat atau
ikhbar mengabarkan.
Apabila dikatakan haddatsana bi haditsin, maka maknanya akhbarana bihi
haditsun dia mengabarkan sesuatu kabat
kepada kami.
Dari
pengertian hadist, sunnah, khabar, dan atsar, sebagaimana diuraikan di bawah
ini menurut sumhur ulama hadist, dapat
dipergunakan untuk maksud yang sama yaitu hadist disebut juga dengan sunnah,
kahabar, atau atsar
a. Sunnah menurut ahli hadist yaitu:
b. Segala yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalanan hidupnya,
baik sebelum menjadi rasul, maupun sesudahnya.”
c. Khabar menurut bahasa adalah segala warta berita
yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain
d.
Atsar
menurut sumber ulama hadist yaitu segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW., sahabat, tabi’in dan tabi’tabi’in.
Hadist atau al-hadist menurut
bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru lawan dari al-qadim (lama)
artinya yang berarti menunjukkan pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat.
Hadist juga sering disebut dengan al-khabar, yang berarti
berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lain, sama maknanya dengan hadist
B.
Unsur pokok hadist
1. Sanad
Kata sanad menurut bahasa adalah “ sandaran “
atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Dikatakan demikian karena hadis
bersandar kepadanya. Menurut istilah , terdapat perbedaan rumusan pengertian.
Al- Bdarum Bin Jama’ah dan at-tiby mengatakan bahwa sanad adalah “berita
tenteng jalan matan”
2. Matan
Kata “matan” atau “al-matan” menurut bahasa berarti
mairtafa’a min al-ardi atau tanah yang meninggi sedang mnurut istilah adalah
“Satu kalimat tempat berakhirnya sanad”
Ada juga reasi yang lebih simpel lagi, yang
menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad (gayah as-sanad). Dari
semua pengertian diatas, menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan ialah
materi atau lafas hadis itu sendiri.
3. Rawih
Kata “rawih” atau ar-rawih berarti orang yang
meriwayatkan atau memberitakan hadis (naqli al-hadis).Sebenarnya antara sanad
dengan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad
hadis pada tiap-tiap tabaqahnya, juga disebit rawih, jika yang
dimaksud dengan rawih adalah orang yang meeriwayatkan dan memindahkan hadis.
Akan tetapi yang membedakan antara awi dengan sanad, adalah terletak pada pembukuan
atau pentadwinan hadis. Orang yang menerima hadis dan kemudian menghimpunnya
dalam suatu kitab tadwin, disebut dengan perawi, dengan demikian, maka perawi
dapat disebut mudawwin ( orang yang membukukan dan menghimpun hadis)
C. Sejarah perkembangan ulumul hadist
a. Sejarah perkembangan pemikiran ulumul Hadist pada periode
Klasik
Hadist sebagai suatu informasi, memiliki metodoliogi
untuk menentukan keotentikan periwayatannya yang dikenal dengan Ulum al-
Hadist, yang merupakan bentu manajemen infomasi. Hanya saja, pada masa
Rasulullah SAW sampai sebelum pembukuan Ulumul Al-hadist istilah Ulum
al-hadist, jelas belum ada. Akan tetapi prinsip-prinsip yang telah berlaku pada
masa itu sebagai acuan untuk menyikapi suatu informasi yang telah ada.
1. Masa Rasulullah SAW sampai Masa Khulafaur Rasyidin
2. Rasul SAW adalah guru sunnah terbaik.
Sejumlah penulis ulumul al- hadist mencatat. metode yang dipakai Rasul SAW
dalam mengajarkan ilmu (sunnah). Husn at-tarbiyah wa ta’lim
3. Tadarruj
4. Tanwi’ wa taghyir
5. Tathbiq al-‘amali
6. Mura’ah al-mustawayat al-mukhtalifah
7. Taisir wa ‘adam at-tasydid
8. Masa Khulafa Arrasyidin sampai pemisahan dari hadis
Setelah Masa Khulafa Arrasyidin, khususnya pada munculnya
kekacauan politik sebelum dan sesudah mas Ali, banyak muncul riwayat yang di identifikasi
sebagai riwayatmaudhu.Usaha penangkalannya adalah dengan melakukan
seleksi terhadap setiap informasi yang muncul sebagai usaha kegati-hatian dalam
menerimanya, baik dengan cara-cara yang telah dilakukan oleh para sahabat
sebelimnya, yaitu metode sumpah, atau dengan melakukan evaluasi terhadap para
penyampai riwayat (rawi).
b. Sejarah perkembangan ulumul Hadist pada periode
Pertengahan
Masa Ibn Shalah, disebut Nur Ad-Din itr, adalah
masa kesempurnaan pertama karena Ibnu Shalah dianggap sebagai tokoh yang
menyusun ulumul hadist yang sistematis dan mencakup seluruh pembahasan ulumul
hadist. Tokoh-tokoh setelah Ibn Shalah banyak yang mengikuti atau merujuk
karyanya.oleh sebab itu karya yang muncul setelah Ibn Shalah berupa syar,
ikhrisyar, nazham, nuqat atau naqdi, hasyiyah, atau talkhis.
Untuk melihat
beberapa jauh pengaruh pemikiran ulumul hadist Ibn Shalah terdapat
tokot-tokoh setelahnya. Antara lain:
1. Imam
Muhyi Ad-Din bin Syarf An-Nawawi
An-Nawawi
memiliki karya ulumu hadist yang menginduk kepada kitab asal karya Ibn Shalah,
yaitu Irsyad Thulab Al-Haqaiq ila ma’rifat sunan khair Al-Khaliq. Kemudian
kitab beliau ikhtisar kembali yang diberi nama At-Taqrib wa At-Taysyir li Ma’rifat
Sunan Al-Basyir An-Nadzir, dan ikhtisyarnya lebih masyhur kembali dari
Al-Irsyad. Sebagai salah satu bukti bahwa At-Taqrib menjadi lebih masyhur dari
pada Al-Irsyadadalah dengan adanya kitab yang menjadi Syarh At-Taqrib, yaitu
syarh Taqrib An-Nawawi, karya Al-Iraqi dll.
Manhaj
An-Nawawi dalam penyusunan Al-Irsyad, sebagaimana dijelaskan dalam
muqaddimahnya bertujuan:
1. Memberikan penjelasan dengan ungkapan yang sangat mudah
dimengerti oleh pembaca
2. Meringkas dengan menghilangkan ungkapan-ungkapan
yang dianggap tidak perlu
3. Mejaga tujuan dari kandungan kitab Ibn Shalah sebagaimana
tujuan yang diinginkan penyusunnya
4. Menambah beberapa faedah yang dianggap perlu untuk
emberikan penjelasan, yaitu dengan memberikan submasalah.
c. Sejarah perkembangan pemikiran ulumul Hadist pada periode
Modern
Periode pemikiran modern dapat dinyatakan diawali oleh
Ibn Taymiyah yang mengumandangkan “terbukanya pintu ijtihad”, sebagai awal
untuk memperbaharui Islam. Akan tetapi, perkembangan selanjutnya ada pada masa
Syah Waliyullah , Ibn Abdul Wahhab, Sayid Jamaluddin Al-Afghani, Dan Muhammad
‘Abduh.
Pada periode ini selain,
selain munculnya kitab-kitab ulumul hadist yang mencakup seluruh
kajian cabang hadist, juga muncul kajian ulumul hadist secara khusus, yang
lebih menitik beratkan pada pemikiran, baik yang berkaitan dengan sejarah,
manhaj, kritik, atau pertahanan terhadap berbagai tuduhan yang dilontarkan
untuk menilai sunnah.
Pemikiran ulumul hadist dalam peiode ini di mulai dengan
munculnya tokoh-tokoh berikut:
1.Jamlluddin Al-Qasimi
Karya Al-Qasimi ditujukan kepada
orang-orang yang kepad mereka kitab-kitab lain dipersembahkan dan yang sangat
diharapkan para ulama, yaitu orang-orang yang memiliki lima sifat, dan yang
dominan adalah ikhlas, cerdas, dan objektif
Karya AL-Qasimi mencoba
memberikan sistematika pengajaran yang lebih baik dan komprehensif dengan tetap
mengacu pada karya-karya awal ulumul-hadist sehingga dapat dikatakan bahwa yang
muncul pada abad ini lebih terfokus pada perubahan sistematika penyajian serta
pemecahan dari persoalan ulumul hadist yang sebelumnya masih berserakan.
2. Muhammad ‘Ajaj
Al-Khatib
Karya ‘Ajaj Al-Khatib tentang
kajian ulumul hadist adalah Ushul Al-Hadist ‘Ulumuhu wa
Mushthahuhu. Krya ini dipersembahkan oleh penulisnya sebagai peengkap
dari karya sebelumnya As-Sunnah Qabla At-Tadwid. Jika
dalam As-Sunnah ia membahas eksistensi As-Sunnah, dalam Ushul
Al-Hadist, ia mencoba menjelaskan kaida-kaidah utama yang berkaitan dengan cara
menyikapi eksistensi hadist sehingga dapat memisahkan antara yang diterima dan
yang ditolaknya.
Ajaj Al-Khatib, mencoba merumuskan
sistematika penyusunan seluruh kaidah dalam ulum al-hadist ke dalam empat
bagian (bab).
1. Bagian pertama, ia menjelaskan pengantar tentang
hal-hal yang berkaitan dengan sunnah dalam lima fashal
2. Bagian kedua ia menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan pembukuan hadist yang di dalamya memuat tiga fashal
3. Bagia ketiga, ia
menjelaskan ulum al-hadist yang di dalamnya mencakup tujuh fashal
4. Dan bagian yang
keempat, ia menjelaskan musthalah al-hadist yag di dalamnya termuat empat
fashal.
3. Nuruddin ‘Itr
Karya Nuruddin adalah karya yang
memiliki manhaj tersendiri, menurut penyusunnya buku ini berusaha memaparka
kaidah-kaidah ulumul hadist untuk membela hadist nabi dan memisahkan yang
sahihdari yang tidak sahih dan yang maqbul dari yang tidak maqbul. Juga masih tujuan sekaligus manhaj umum dari buku ini
adalah menjadikan masalah ulumul hadist saling melengkapi dari yang sebelumnya
tercerai berai, serta ingin membawa pembaca kearah pemikiran yang menyeluruh
dan teratur mencakup seluruh cabang ulumul hadist.
Sistematika yang ditawarkan Nuruddin merupakan
sistematika yang khas dan baru, sebab ia mengelompokkan berdasarkan objek
kajian yang di dalmnya diungkapkan kaida-kaidah yang menyertainya yang tersusun
menjadi delapan bab.
4. Mahmud Ath-Thahhan
Karya Mahmud dalam bidang ulumul hadist adala Taysir
Mushthalah Al-Hadist. Buku ini disusun dengan sangat ringkas, sistematis, dan
menggunakan bahasa yang sangat mudah dimengerti, sehingga sangat cocok untuk
para pemula, dalam pembhasannya, Mahmud menggunakan sistem pointer, melipiti
defenisi dan pemahamn singkat dari setiap materi bahasan, tanpa memuat
perdebatan yang terjadi dalam materi pembahasan tersebut membuat susunan bab
yang lebih rapi berdasarkan pembagia secara umum.
Sistematika
penyusunan dimulai dengan muqaddimah yang berisi sejarah singkat tentang ulumul
hadist, kitab-kitab yang termasyur Tentang ulumul hadist, dan defenisi ulumul
hadist
A. Kesimpulan
Ulumul
Hadits adalah istilah ilmu hadits didalam tradisi hadits. ( ‘ulum al-hadits)
‘ulum al-hadits terdiri atas dua kata yaitu ‘ulum dan al-hadits. Kata ‘ulum
dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm yang berarti “ilmu”, sedangkan
hadits berarti: “segala sesuatu yang taqrir atau sifat”. Dengan demikian
gabungan antara ‘ulum dan al-hadits mengandung pengertian “Ilmu yang membahas
atau yang berkaitan dengan hadits Nabi Saw”.
Pada
dasarnya ulumul hadist telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadist di dalam
Islam, terutama setelah Rasul Saw wafat, ketika umat merasakan perlunya
menghimpun hadist-hadist Rasul Saw dikarenakan adanya kekhawatiran
hadist-hadist tersebut akan hilang atau lenyap. Para sahabat mulai giat
melakukan pencatatan dan periwayatan hadist.mereka telah mulai mempergunakan
kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu ddalam menerima hadist, namun mereka
belumlah menuliskan kaidah-kaidah tersebut.
Pada
abad ke-2 H, ketika hadist telah di bukukan secara resmi atas prakarsa Khalifah
‘Umar bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri,
para ulama yang bertugas dalam menghimpun dan membukukan hadist tersebut
menerapkan ketentuan-ketentuan ilmu hadist yang sudah ada dan berkembang sampai
pada masa mereka.
Pada
abad ke-3 H yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah perkembangan
hadist, mulailah ketentuan-ketentuan dan rumusan kaidah-kaidah hadist ditulis
dan dibukukan, namun masih bersifat parsial. Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah
mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab yang membahas tentang ilmu hadist
yang bersifat komprehensif.
Pada
abad-abad berikutnya bermunculanlah karya-karya di bidang ilmu hadist ini, yang
sampai saat sekarang masih menjadi referensi utama dalam membicarakan ilmu
hadist.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar