--> METODE PEMAHAMAN HADIST MUHAMMAD SALTHUT | Fragmen Ilmiah

Himpunan Makalah, Skripsi, dan Jurnal

12/11/19

METODE PEMAHAMAN HADIST MUHAMMAD SALTHUT

| 12/11/19

METODE PEMAHAMAN HADIST MUHAMMAD SALTHUT

Hasil gambar untuk METODE PEMAHAMAN HADIS
1.      Biograf Syekh Muhammad Salhtut
Syekh mahmud Syaltut dilahirkan pada tanggal 23 April 1893 di dea minyat bani manshur, distrik Itay, wilayah provinsi buhaira, berasal dari keluarga petani yang taat beragama, ayahnya seorang petani yang memiliki 9 karisma di desanya pendidikan Syekh Syaltut diawali dengan belajar membaca Alquran, dan beliau berhasil menghafalkannya pada tahun 1906 M saat berusia remaja (13 tahun) kemudian beliau memasuki lembaga pendidikan agama di Ma’had al-dini diIskandariyah Syekh Syaltut menyelesaikan studinya di universitas Al-Azhar pada tahun 1918 M, dengan predikat Syahadah al- Alimiyah al-Nizamiyah, suatu penghargaan tertinggi dari Al Azhar atas prestasi yang dicapainya selama studi diuniversitas Al-Azhar Setelah menyelesaikan pendidikannya dari Al-azhar ia mengajar di Almamaternya, juga sebagai dan aktif sebagai penulis di majalah dan jurnal terbitan Al-Azhar Syekh Syaltut mempelopori berdirinya Jamaah al-taqarib baina madzahib, suatu organisasi untuk mendekatkan mazhab-mazhab, yang terdiri dari kalangan Sunni-Syiah, untuk menghilangkan fanatisme mazhab dalam hukum Islam.
pada tahun 1927 beliau diangkat menjadi dosen al-azhar, mengajar di qism al Ali, mengasuh mata kuliah fiqh kemudian arus pembaharuan yang begitu pesat di al-azhar disokong penuh oleh ulama-ulama muda al-azhar yang berwawasan reformasi, situasi yang demikian mendapat respon antara yang pro dan yang kontra terhadap ide-ide pembaharua pada akhirnya menyebabkan Syekh Syaltut dikeluarkan dari universitas al-azhar pada tahun 1937 beliau ditunjuk mewakili al-Azhar untuk mengikuti konferensi internasional dengan mengedepankan makalah dengan tema al-Masuliyah al-madaniyah wa al-jinaiyyah fi al-syariah al-islamiyah, pada tahun 1941 menjadi anggota Jamaah Kibar al-ulama, suatu lembaga yang bewewenang menyeleksi dan memilih anggotanya untuk menjadi syaikh al-azha.
pada tahun 1950 M, beliau terpilih menjdi anggota Majlisal-Izaah, karena pengalamannya yang luas selama menjabat dewan riset dan kebudayaan Islam, tahun 1957 beliau ditunjuk sebagai monsultan konferensi Islam, 9 november 1957 beliau dipilih untuk menjadi wakil syekh al-Azhar, dan pada 21 oktober 1058 beliau diangkat menjadi syaikh al-azhar  Syekh Syaltut membangun tradisi memberikan gelar akademis doctor honoris causa semasa mrnjabat sebagai Syekh al-azhar  beliaupun menerima gelar kehormatan dari Negara chilidan Indonesia,  pada tanggal7 januari 1061 IAIN Sunan 8alijaga yogyakarta menganugrahkan gelar doctor Honoris causa kepada Syekh Syaltut dalam bidang ilmu ushuluddin.

2.      Pemikiran Syeh Mahmud Syaltut
1.      Sunah Nabi Sebagai Sumber Ketetapan Akidah
Akidah tidak dapat ditetapkan melainkan dengan nash yang dipercayai sababul wurudnya dan pembuktiannya maka seharusnya dijelaskan prinsip-prinsip keautentikan suatu sunah maka jika berbicara tentangdasar menetapkan suatu keyakinan, Syekh Syaltut berpendapat bahwa untuk menetapkan suatu kepercayaan haruslah berdasarkan ayat Alquran yang mempunyai dilalah (pengertian) yang qoth’I yakni ayat yang hanya bisaditafsirkan dengan satu tafsiran saja, atau berdasarkanhadis yang juga hanya ditafsirkan dengan satu tafsiran saja, qhat’I  pula datangnya dari Nabi Saw Hadis yang tidak qath”I dilalahnya atau tidak qath’i datangnya dari Nabi Saw atau dua-duanya tidak qath’i maka tidak dapat menetapkan suatu hukum aqidah (kepercayaan).
2.      Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad
Untuk menjelaskan kesahihan suatu hadis semestinya kita mengikuti kaidah yang sudah ditetapkanulama mengenai sistem periwayatannya, yaitu apa yang disebut dengan hadis muta"atir dan apa hadis ahad yangakan menjadi pedoman untuk menetapkan diterimanya hadis-hadis tersebut sebagai sumber ketetapan para ulama membagi sunah menjadi dua bagian,yang pertama adalah periwayatan secara mutatatir, yaitu suatu hadis diriwayatkan oleh sekelompok orang samapai jumlah tertentu, yang mana menurut keadaannya merekaitu mustahil sepakat melakukan kebohongan dan paraperawi tersebut harus dapat dibuktikan dalam segala tingkatan sanadnya, mulai dari yang paling atas (sahabat), pertengan (tabi’in) atau yang paling akhir, dengan pengertian bahwa pertama-tama yang meriwayatkan hadis dari Nabi Saw adalah jamaah (sekumpulan orang banyak) dari kalangan sahabat, kemudian yang meriwayatkan dari mereka ini pun orang banyak juga, sampai yang meriwayatkan terakhirpun orang banyak sampai periwayatan yang sampai kepada kita sekarang ini. Yaitu bahwa suatu hadis yang mutawatir dapat dibuktikan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh sejumlah orang kepada sejumlah orang di belakangnya.
Suatu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang sajaatau beberapa orang tetapi jumlahnya sedikit, dinamakanhadis ahad, hadis ahad bukanlah hadis mutawatir yang diyakini datangnya dari rasulullah Saw, akan tetapi dinamakan hadis ahad (perseorangan) di dalam persambungan riwayatnya kepada rasulullah Saw diragukan maka hadis ini tidak dapat mendatangka nkeyakinan, atau tidak dapat dipercaya begitu saja juga tidakdapat dijadikan sebagai landasan akidah.

3.      Hadis Mutawatir di dalam Kitab-kitab Hadis Kodifkasi
Hadis mutawatir adalah hadis yang menuntut yakinnya kita dalam periwayatannya (qath’i), sedangkan hadis ahad adalah hadis-hadis yang mengandung keraguan (zhann). Namun bagaimanakah jumlah hadis-hadis yang mutawatir di dalam kodifkasi (kitab-kitab hadis yang sudah dibukukan).
para ulama berbeda pendapat dalam penentuan jumlah hadis yang mutawatir di dalam kodifkasi hadis, diantara mereka ada berpendapat bahwa tidak terdapat satu hadis pun yang mutawatir di dalam hadis-hadis yang diriwayatkan kepada kita. Hal ini karena para ulama yang mensyaratkan mutawatirnya periwayatan sebuah hadis yaitu hendaknya periwayatannya dilakukan oleh sekumpulan orang yang tidak terbatas jumlahnya. Seperti perkataan Ibn al-Salah hampir saja tidak ditemukan hadis mutaswatir di dalam riwayat para ahli hadis, dan barangsiapa yang diminta untuk mengemukakan satu saja contohhadis yang mutawatir yang diriwayatkan oleh para ahli hadis, tentu akan sangat sukar sekali mencarinya.
Syekh Syaltut menjelaskan bahwa para ulama telah ijma’ bahwa hadis ahad tidak dapat memberikan hukum yakin (qath’i) hanya sampai pada taraf ( zhan), tidak bedanya dalam hal ini antara hadis-hadis yang diriwayatkan oleh bukhori atau muslim maupun periwayat lainnya. Para ulama berpendapat bahwa tidak satupun ditemukan hadis yang mutawatir rawinya di dalam kitab-kitab hadis, namun sebagian ulama lain juga berpendapat bahwa banyak hadis-hadis yang mutawatir di dalam kitab-kitab hadis. Suatu hadis tidak disebut mutawatir kecuali diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis yang masyhur, dan thuruq ri"ayatnya banyak, sehingga diyakini tidak akan terjadi diantara para pearwi yang itu kesepakatan untukmelaukan dusta, dan syarat ini menjadi kelaziman dalam tiap thabaqot hadis.

Menurut Syekh Syaltut, Sunah yang datang dari nabidan yang dikodifikasikan ke dalam buku hadist baik dariperkataan, perbuatan, dan pengakuannya, dari segi kedudukan dapat dibagi menjadi dua macam sebagai berikut
a.    Sunah non syariat (ghairu tasyri’iyah)
Sunah yang tergolong non-tasyri’iyah ini adalah kebutuhan sebagai manusia seperti makan dan minum, pengalaman, tradisi pribadi dan kolektif seperti pertanian, kedokteran, dan berpakaian, manajemen sebagai manusia seperti pembagian kelompok dalam medan peperangan. Semua itu boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, ia bukan tasyri’ dan bukan sumber tasyri’.
b.    Sunah sebagai syariat (tasyri’iyah)
1.      Syariat umum, yaitu apa yang dating dari Nabi Sawsebagai tabligh risalah seperti penjelasan perincianayat global (tafshil al-mujmal) masalah ibadah, halal haram, akidah, akhlak. Semuaorang harusmengikutinya
2.      Syariat khusus, yaitu kehadiran Nabi Saw sebagai pemimpin masyarakat yang mengaturnya berdasarkan kemaslahatan umum atau sebagai hakim yang memutuskan perkara berdasarkan bukti atau sumpah. Seseorang boleh melakukannya setelah ada izin dari seorang imam atau hakim.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar