BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pikiran adalah gagasan dari proses
mental. Berpikir memungkinkan seseorang untuk mempresentasikan dunia sebagai
model dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan,
rencana, dan keinginan. Kata yang merujuk pada konsep dan proses yang sama
diantaranya kognisi, pemahaman, kesadaran, gagasan dan imajinasi.
Berpikir melibatakan manipulasi otak
terhadap informasi, seperti saat membentuk konsep, terlibat dalam pemecahan
masalah, melakukan penalaran, dan membentuk keputusan. Berpikir merupakan ciri
utama bagi manusia. Berpikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal. Bagi
seorang ilmuwan penguasaan sarana berpikir merupakan suatu keharusan, karena
tanpa adanya penguasaaan sarana, maka tidak dapat melaksanakan ilmiah dengan
baik.
B. Rumusan
masalah
1.
Apa
pengrertian berpikir ?
2.
Apa
jenis, pola, dan tipe berpikir ?
3.
Apa
cara berpikir ?
4.
Bagaimana
proses berpikir ?
5.
Apa
teori-teori tentang berpikir
6.
Apa
pengaruh berpikir pada belajar ?
C. Tujuan
penulisan
1.
Mengetahui
apa itu berpikir.
2.
Mengetahui
jenis, pola, dan tipe berpikir.
3.
Mengetahui
cara berpikir.
4.
Mengetahui
bagaimana peroses berpikir.
5.
Mengetahui
teori-teori tentang berpikir.
6.
Mengetahui
pengaruh berpikir pada belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Berpikir
Secara sederhana, berpikir
adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif.Secara lebih
formal, berfikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik
informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang tersimpan dalam long-term
memory.
Drever (dalam walgito,1997)
menyatakan bahwa berpikir adalah melatih ide-ide, dengan cara yang tepat dan
seksama, yang dimulai dengan adanya masalah. Dan Menurut Solso (1998), berpikir
adalah sebuah proses dimana reprentasi mental baru dibentuk melalui
transformasi informasi dengan interaksi yang kompleks atribut-atribut mental
seperti penilaian, abstraksi, logika, imaginasi, dan pemecahan masalah. Dari
pengertian tersebut tampak ada tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu:
1.
Berfikir
adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi diperkirakan
dari prilaku;
2.
Berpikir
merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam
kognitif; dan
3.
Berpikir
diarahkan dan menghasilkan prilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada
solusi.
B. Jenis,
Pola, dan Tipe Berpikir
Ada berbagai jenis dan
tipe berpikir. Morgan dkk.(1986), membagi dua jenis berpikir, yaitu berpikir
autistik dan berpikir langsung. Berpikir autistik yaitu proses berpikir yang
sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi,
contohnya adalah mimpi. Berpikir langsung adalah berpikir untuk memecahkan
masalah.
Menurut Kartini Kartono
(1996), ada enam pola berpikir, yaitu:
1.
Berpikir
konkret, yaitu berpikir dalam dimensi ruang-waktu-tempat tertentu;
2.
Berpikir
abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhingaan, sebab bias dibesarkan atau
bias disempurnakan keluasanny;.
3.
Berpikir
klasifikatoris, yaitu berpikir mengenai klafikasi atau pengaturan menurut
kelas-kelas tingkat tertentu;
4.
Berpikir
analogis, yaitu berpikir untuk mencari hubungan antar peristiwa atas dasar
kemiripannya;
5.
Berpikir
ilmiah, yaitu dalam hubungan yang luas, dengan pengertian yang lebih kompleks
dengan disertai pembuktian-pembuktian;
6.
Berpikir
pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih
dangkal, dan sering kali tidak logis;
De Bono (1989)
mengemukakan dua tipe berpikir, yaitu: (1) berpikir vertikal, dikenal juga
dengan berpikir konvergen, yaitu tipe berpikir tradisional dan genratif yang
bersifat logis dan matematis dengan mengumpulkan dan menggunakan hanya
informasi yang relevan, dan (2) berpikir lateral, dikenal dengan berpikir
divergen, yaitu tipe berpikir selektifdan kreatif yang menggunakan infirmasi
bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil, dan dapat
menggunakan informasi yang tidak relevan atau boleh salah dalam beberapa tahapan
untuk mencapai pemecahan yang tepat.
1. Berpikir
vertikal atau berpikir konvergen
Berpikir konvergen yang
bersumber dari fungsi belahan otak kiri ini merupakan cara berpikir vertikal,
rasional, metodis analitis, dan linier menuju pada suatu kesimpulan tertentu.
Orang dengan kecendrungan berpikir secara konvergen mampu menangkap detail
objekk stimuli dengan baik, banyak membutuhkan fakta riil untuk membuat suatu
kesimpulan, lebih mementingkan struktur dan kepastian, serta menggunakan bahasa
dan logika dalam berpikir dan tidak secara bertahap, serta memandang setiap
persoalan secara serius
Cara berpikir konvergen
adalah cara berpikir dimana seseorang didorong untuk menemukan jawaban yang
benar atas suatu permasalahan. Cara berpikir konvergen nyaris terfokus, intens,
cepat, dan terbatas pada informasi yang tersimpan dalam lokasi memori. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa cara berpikir konvergen secara umum memiliki
karakteristik :
a)
Vertikal,
artinya bergerak secara bertahap,
b)
Konvergen,
terfokus menuju pada jawaban yang paling benar,
c)
Sistematis
– terstruktur, logis rasional empiris,
d)
Depende,
e)
Teramalkan
(predictable).
2. Berpikir
lateral atau berpikir divergen
Cara berpikir divergen
adalah pola berpikir seseorang yang lebih didominasi oleh berfungsinya belahan
otak kanan, berpikir lateral, menyangkut pemikiran sekitar atau yang
menyimpangdari pusat persoalan (Crowl, Keminsky, dan Podell (1997)). Berpikir
divergen adalah bervikir kreatif, berpikir untuk memberikan bermacam
kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada
kuantitas, keragaman, dan originalitas jawaban (Munandar,1992).
Sesuai dengan dan kerja
otak kanan, berpikir secara divergen adalah cendrung lateral, tidak rasional,
lebih banyakberurusan dengan gambaranintuisi yang menyatukan berbagai ide
terpisah ke dalam satuan ide baru yang utuh. Berpikir divergen mampu menangkap
objek secara keseluruhan dengan baik, tetapi kurang mampu menagkap detail objek
bersangkutan. Pemikiran divergen cendrung menyukai ketidakpastian, senang
bergulat dengan ilmu-ilmu yang sukar dipahami melalui logika, tertarik pada
pernyataan atau pertanyaanyang memiliki banyak jawaban, peka terhadap sentuan
rasa dan gera, serta lebih menyukai kiasan dan ungkapan. Orang dengan
kecenderungan cara berpikir divergen lebih mudah mengingat wajah daripada nama,
banyak bekerja dengan imajinasi, menghadapi sesuatu masalah dengan santai,
menyukai kebebasan dan senang berimprovisasi.
Cara berpikir divergen
adalah pencari strategi yang memiliki focus luas dan memungkinkan terjadinya
hubungan antar schemata yang semestinya tidak terjadi dengan hubungan
(Enwistle, 1981). Berpikir divergen adalah secara sistematik yang memusatkan
pada bagian sesuatu berinteraksi dengan unsur-unsur pokok lain dalam suatu
sistem, serangkaian elemen berinteraksi untuk menghasilkan suatu keutuhan.
Berpikir system bekerja dengan memperluas pandangan ke dalam perhitungan dan
jumlah yang lebih memungkinkan untuk dipecahkan, karena sumber dan arah
pemecahan tidak hanya tertuju pada suatu jawaban yang pasti.
Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa cara berpikir divergen secara umum memiliki karakteristik :
a)
Lateral,
artinya memandang suatu persoalan dari beberapa sisi.
b)
Divergen
menyebar ke berbagai arah untuk menemukan banyak jawaban
c)
Holistic-sistemik,
bersifat menyeluruh-global.
d)
Intuitif-imajinatif.
e)
Independen.
f)
Tidak
teramalkan (unpredictable).
Baik tipe berpikir vertikal maupun
berpikir lateral, keduanya sama-sama dibutuhkan, bahkan sebenarnya saling
melengkapi, tergantung pada tujuan berpikir. Berpikir vertikal mengembangkan
gagasan yang dibangkitkan oleh berpikir lateral.
C. Cara
Mengidentitifikasi Cara Berpikir Seseorang
Enwistle (1981)
mengemukakan bahwa setiap orang berbeda dalam hal yang penting, yaitu dalam
proses klafikasi sebagai style of
conceptualization dan dalam orientasinya terhadap kesamaan atau perbedaan
sebagai breadth of categorization. Perbedaan ini selanjutnya menyebabkan
setiap individu berbeda dalam melakukan proses kognisi untuk mererpons suatu
tugas yang sama. Misalnya dari sejumlah anak yang dihadapkan pada sejumlah
stimuli memiliki kesamaan dan perbedaan, kemudian dimintah untuk mengelompokkan
objek itu menurut karakteristik yang dimiliki, maka akan terbentuk setidaknya
tiga model kelompok anak, yaitu :
(1)
Anak
yang melakukan pengelompokan secara deskriptif, yaitu pengelompokan berdasarkan
ciri-ciri seperti apa yang tampak dalam bentuk riil yang teramati.
(2)
Anak
yang melakukan pengelompokan secara analitis, yaitu pengelompokan berdasarkan
ciri-ciri abstrak dari objek yang diamati seperti fungsi dan kedudukannya.
(3)
Anak
yang melakukan pengelompokan berdasarkan hubungan fungsional antar objek,
misalnya buku, sepatu, tas, seragam berada dalam satu kelompok fungsional
perlengkapan sekolah, dan sebagainya.
Dari ketiga pengelompokan
ini dapat diidentifikasi tentang cara berpikir anak, anak yang berkerja dengan
cara pertama dapat disklasifikasikan sebagai individu yang memiliki
kecendrungan cara berpikir konvergen, model kedua memiliki kecendrungan cara
berpikir moderat, dan model ketiga memiliki kecendrungan cara berpikir
divergen.
Dengan mengacu pada karakteristik cara berpikir divergen dan
konvergen yang bersumber dari fungsi belahan otak tersebut. Berikut cara
mengidentifikasikannya, dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui kecenderungan
cara berpikir seseorang dapat dilihat dari dimensi-dimensi yang merupakan
indicator dari proses kognisi yang terjadi ketika seseorang menerima dan
mengolah informasi serta merespon stimuli. Adapun cara berpikir yang dimaksud
adalah:
1. Orientasi perhatian,
artinya bagaimana individu mengarahkan perhatian terhadap suatu objek
(stimuli), apakah cenderung bersifat global, sistemik, menekankan pada
keseluruhan (protalitas), atau cenderung bersifat detail, sistematik, dengan
menekankan pada cirri-ciri spesifik dari objek.
2. Pola diskriminasi
(pembedaan) stimuli, artinya bagaimana individu melakukan klasifikasi dan
kategorisasi terhadap objek, apakah cenderung mengklasifikasi suatu objek dalam
konteks yang lebih luas, hubungan fungsional yang lebih menekankan pada ciri
atribut abstrak atau cenderung mengkategori suatu objek kedalam konteks yang
lebih spesifik (lebih sempit) dalam ciri atribut rill yang teramati.
3. Pola atau arah proses
pemecahan masalah, artinya bagaimana seseorang melakukan proses pemecahan suatu
masalah, apakah cenderung dilihat dari beberapa sisi, melompat-lompat, dan
menyebar ke berbagai arah untuk menghasilkan banayak kemungkinan jawaban yang
tidak teramalkan, ataukah cenderung hanya dilihat dari satu sisi, secara
bertahap dalam urutan tertentu, dan terfokus pada satu jawaban yang dinilainya
paling tepat.
4. Fleksibelitas atau
kelenturan ide atau gagasan, artinya bagaimana seseorang memandang suatu
persoalan, apakah cenderung tidak selalu terikat pada struktur yang ada, yang
mempunyai kebebasan (indevendensi) dalam memandang suatu persoalan, ataukah
cenderung terikat pada struktur tertentu sehingga tidak mempunyai kebebasan
untuk memandang suatu persoalan.
D.
Proses Berpikir
Proses berpikir dilakuakan dengan menggunakan bayangan (image)
dan bahasa (Morgan dkk, 1986). Bayangan yang digunakan dalam berpikir adaalah
abstraksi dan konstruksi berdasrkan informasi yang disimpan dalam long-term memory. Ketika menggunakan
image untuk berpikir, orang biasanya membuat peta visual tentang masalah yang
dipikirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Sedangkan ketika menggunakan
bahasa untuk berpuikir, orang sering kali menggunakan symbol kata-kata,
maknanya dan aturan tata bahasa untuk disimpan bersamam-sama dalam memori.
Proses berpikir untuki menghadapi suatu persoalan atau tugas
membutuhkan kedua tipe berpikir (divergen-konvergen). Fungsi divergen
diperlukan untuk dapat menghasilkan kemungkinan jawaban yang sebanyak-banyaknya
sehingga perlu menerobos ke berbagai dimensi dan lintas sektoral, sementara
pemikiran konvergen diperlukan untuk memberikan penilaian secara kritis
analitis terhadap hasil pemikiran divergen sehingga dicapai kebenaran.
Proses
berpikir terdapat dua fase, yaitu mengalami ide melalui intuisi dan
mengekspresikan ide melalui berpikir. Pada fase pertama fungsi divergen tampak
dominan, karena diperlukan untuk menemukan berbagai gagasan sehimgga perlu
melibatkan kesadaran yang diperoleh dari alam ketidaksadaran (proses intuisi),
kemudian pada fase kedua secara kritis analitis melakukan penilaian terhadap
gagasan-gagasan yang ada untuk selanjutnya diekspresikan dalam bentuk ide yang
relevan dengan persoalan.
Dengan
demikian, betapa pentingnya pengembangan cara berpikir divergen dan konvergen
secara seimbang dalam proses pembelajaran. Sebab jika tidak maka lulusan
lembaga pendidikan kita tidak akan mampu untuk berpikir tingkat tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat diperlukan dalam mengatasi persoalan
bangsa dari sisi kebermaknaan dan kebenaran substansial.
Proses berpikir dapat mengalami
hambatan-hambatan. Walgito (1997) mengemukakan dua hambatan yang mungkin timbul
dalam proses berpikir, yaitu:
1. Data yang kurang lengkap, sehingga masih
banyak data lagi yang diperlukan.
2. Adanya pertentangan data, sehinnga
membingungkan dalam proses berpikir.
E. Teori-teori Tentang Berpikir
Dalam
mempelajari dan memahami hakikat berpikir tingkat tinggi, ada dua pendekatan
teoritik, yaitu: pendekatan perkembangan dan pendekatan definisional.
Teori-teori yang menggunakan pendekatan perkembangan adalah tepri Piaget,
Vygotsky, Bloom dan teori novice-expert.
Teori-teori ini berasumsi bahwa: (a) terdapat
sebuah kontiinum kemampuan berpikir yang merentang dari bentuk yang
paling sederhana ke bentuk yang lebih tinggi, dan (b) siswa harus menguasai
bentuk berpikir yang lebih rendah sebelum mampu mencapai bentuk berpikir yang
lebih tinggi. Sebaliknya, teori-teori dengan pendekatan definisional berasumsi
bahwa siswa pada semua level dapat mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Teori yang termasuk dalam pendekatan ini adalah teori Sternberg, IDEAL problem solver theory dan teori Resnick.
Dalam kaitannya dengan berpikir,
Bloom menggambarkan enem level pengetahuan yang terkenal dengan taksonomi
Bloom, yaitu:
1. level pengetahuan (knowledge), yaitu
mengetahui informasi hanya dengan cara asosiatif atau rote-learning:
2.
level pemahaman (comprehension), yaitu memahami informasi secara lebih mendalam
dan elaborative:
3.
level aplikasi, yaitu mengambil definisi-definisi, rumus-rumus, prinsip-prinsip,
dan sebagainya dan menggunakannya untuk mengindentifikasi hal-hal yang ada
dalam realita dan memecahkan masalah yang ada:
4.
level analisis, yaitu membagi informasi yang kompleks kedalam bagian-bagian
komponen dan melihat bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan:
5.
level sintesi, yaitu mengambil serangkaian komponen dan menciptakan sesuatu
yang lebih kompleks dari komponekomponen tersebut: dan
6.
evaluasi, yaitu menilai seasuatu dengan sebuah standar kualitas.
F. Pengaruh Berpikir pada Belajar
Jenis
berpikir yang memiliki nilai positif terhadap proses belajar adalah berpikir
kritis. Perkins (dalam Eggen dan kauchak, 1997) menyatakan bahwa berpikir
kritis adalah kemampuan untuk mengumpulkan, menginterprestasi , dan
mengevaluasi, informasi secara akurat dan efisien. Menurut Robert Sternberg
(dalam Elliot dkk, 1996), berpikir kritis terdiri dari proses, strategi, dan
representasi mental yang digunakan orang untuk memecahkan masalah, membuat
keputusan, dan mempelajari konsep-konsep baru. Dengan demikian, berpikir
merupakan proses penting yang terjadi di dalam belajar, karena tanpa berpikir
atau memikirkan apa yang dipelajari seseorang tidak akan memperoleh pemahaman
dan pengetahuan tentang yang dipelajarinya tersebut.
Berbagai penelitian tentang berpikir
memiliki implikasi dalam praktik pendidikan sebagai berikut:
1.
Untuk membantu siswa mencapai penguasaan keterampilan guru dapat menggunakan
metode-metode seperti reciprocal teaching.
2.
Guru harus menggunakan pendekatan mengajar yang sesuai dengan tujuan.
3.
Guru harus mengajarkan materi pelajaran yang sesuai dengan konteksnya.
4.
Untuk menghindari dekontekstualisasi, guru harus membuat siswa mengatasi
berbagai masalah-masalah nyata tapi identik dengan tujuan yang diharapkan.
5.
Siswa perlu diminta untuk mengklasifikasi segala sesuatu ke dalam kategori-kategori
dan dimensi-dimensi, membuat hipotesis menarik kesimpulan, melakukan analisis,
dan memecahkan masalah.
6.
Guru memainkan peran penantian dalam meningkatkan pemahaman terhadap pemahaman
terhadap proses belajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Para psikolog mendefinisikan
berpikir sebagai manipulasi terhadap representatif mental dari informasi. Suatu
representative dapat berbentuk kata, agambaran visual, suara, data dalam
modalitas sesnsori lain yang tersimpan dalam memori. Dengan kata lain, berpikir
merupakan suatu proses mengubah suatu representative tertentu dari informasi
menjadi bentuk yang baru dan berbeda, sehingga kita dapat menjawab pertanyaan,
mengatasi masalah, dan mencapai tujuan. Hambatan-hambatan yang mungkin muncul
dalam proses berpikir dapat disebabkan antara lain: a.) data yang kurang
sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh; b.) data yang
ada dalam keadaan confuse, data yang satu bertentangan dengan data yang lain,
sehingga hal ini akan membingungkan dalam proses berpikir. Ada juga
tingkatan-tingkatan dalam berpikir kreatif yaitu: a.) persiapan, b.) tingkat
inkubasi, c.) tingkat pemecahan, d.) tingkat evaluasi, e.) tingkat revisi.
B. Saran
Hendaknya setiap orang
memiliki pola pikir yang baik dan memaksimalkannya agar transfer ilmu dan
informasi dari guru atau media informasi lainnya dapat diterima dan dipahami
dengan baik. Dengan adanya pola pikir yang baik maka dapat mendorong generasi
penerus bangsa masa yang akan datang lebih baik dan berkembang.
Daftar Pustaka
Crowl,
Keminsky, dan Podell. 1997. Educational
Psychology: Windows on Teaching,
Dubuque, IA: Times Mirror Higher Education Cup.
De
Bono, Edward. 1989. Berpikir Lateral,
Buku Teks Kreativitas. Alih Bahasa: Sutoyo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Eggen,
P dan Kauchak, D., 1997, Educational
Psychology Windows on Classrooms, Third Edition, USA: Prentice Hall Inc.
Elliot,
S.N.: Kratochwill, TR.: Littlefield, J.: Travers, J.F., 1999, Educational Psychology Effective Teaching
Effective Learning, Second EDITION, Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Enwistle.
1981. Style of Learning and Teaching,
Great Britain: John Wiley & Sons, Ltd.
Kartono,
Kartini. 1990. Psikologi Anak.
Jakarta: Rineka Cipta.
Morgan,
C.T; King, R.A.; Weisz, J.R.; Schopler, J., 1986, Introduction to Psychology, Seventh Edition, New York: McGraw-Hill
Book Co.
Solso,
R.L., 1998, Cognitive Psychology,
Fifth Editon, Boston: Allyn and Bacon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar