--> Psikologi Pendidikan | Fragmen Ilmiah

Himpunan Makalah, Skripsi, dan Jurnal

Total Tayangan Halaman

08/04/19

Psikologi Pendidikan

| 08/04/19

Hasil gambar untuk psikologi pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
      Pikiran adalah gagasan dari proses mental. Berpikir memungkinkan seseorang untuk mempresentasikan dunia sebagai model dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan. Kata yang merujuk pada konsep dan proses yang sama diantaranya kognisi, pemahaman, kesadaran, gagasan dan imajinasi.
      Berpikir melibatakan manipulasi otak terhadap informasi, seperti saat membentuk konsep, terlibat dalam pemecahan masalah, melakukan penalaran, dan membentuk keputusan. Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia. Berpikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal. Bagi seorang ilmuwan penguasaan sarana berpikir merupakan suatu keharusan, karena tanpa adanya penguasaaan sarana, maka tidak dapat melaksanakan ilmiah dengan baik.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengrertian berpikir ?
2.      Apa jenis, pola, dan tipe berpikir ?
3.      Apa cara berpikir ?
4.      Bagaimana proses berpikir ?
5.      Apa teori-teori tentang berpikir
6.      Apa pengaruh berpikir pada belajar ?

C.    Tujuan penulisan
1.      Mengetahui apa itu berpikir.
2.      Mengetahui jenis, pola, dan tipe berpikir.
3.      Mengetahui cara berpikir.
4.      Mengetahui bagaimana peroses berpikir.
5.      Mengetahui teori-teori tentang berpikir.
6.      Mengetahui pengaruh berpikir pada belajar.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Berpikir
Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif.Secara lebih formal, berfikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang tersimpan dalam long-term memory.
Drever (dalam walgito,1997) menyatakan bahwa berpikir adalah melatih ide-ide, dengan cara yang tepat dan seksama, yang dimulai dengan adanya masalah. Dan Menurut Solso (1998), berpikir adalah sebuah proses dimana reprentasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang kompleks atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imaginasi, dan pemecahan masalah. Dari pengertian tersebut tampak ada tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu:
1.      Berfikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi diperkirakan dari prilaku;
2.      Berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam kognitif; dan
3.      Berpikir diarahkan dan menghasilkan prilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.

B.     Jenis, Pola, dan Tipe Berpikir
Ada berbagai jenis dan tipe berpikir. Morgan dkk.(1986), membagi dua jenis berpikir, yaitu berpikir autistik dan berpikir langsung. Berpikir autistik yaitu proses berpikir yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi, contohnya adalah mimpi. Berpikir langsung adalah berpikir untuk memecahkan masalah.
Menurut Kartini Kartono (1996), ada enam pola berpikir, yaitu:
1.      Berpikir konkret, yaitu berpikir dalam dimensi ruang-waktu-tempat tertentu;
2.      Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhingaan, sebab bias dibesarkan atau bias disempurnakan keluasanny;.
3.      Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir mengenai klafikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu;
4.      Berpikir analogis, yaitu berpikir untuk mencari hubungan antar peristiwa atas dasar kemiripannya;
5.      Berpikir ilmiah, yaitu dalam hubungan yang luas, dengan pengertian yang lebih kompleks dengan disertai pembuktian-pembuktian;
6.      Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal, dan sering kali tidak logis;
De Bono (1989) mengemukakan dua tipe berpikir, yaitu: (1) berpikir vertikal, dikenal juga dengan berpikir konvergen, yaitu tipe berpikir tradisional dan genratif yang bersifat logis dan matematis dengan mengumpulkan dan menggunakan hanya informasi yang relevan, dan (2) berpikir lateral, dikenal dengan berpikir divergen, yaitu tipe berpikir selektifdan kreatif yang menggunakan infirmasi bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil, dan dapat menggunakan informasi yang tidak relevan atau boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai pemecahan yang tepat.
1.      Berpikir vertikal atau berpikir konvergen
Berpikir konvergen yang bersumber dari fungsi belahan otak kiri ini merupakan cara berpikir vertikal, rasional, metodis analitis, dan linier menuju pada suatu kesimpulan tertentu. Orang dengan kecendrungan berpikir secara konvergen mampu menangkap detail objekk stimuli dengan baik, banyak membutuhkan fakta riil untuk membuat suatu kesimpulan, lebih mementingkan struktur dan kepastian, serta menggunakan bahasa dan logika dalam berpikir dan tidak secara bertahap, serta memandang setiap persoalan secara serius
Cara berpikir konvergen adalah cara berpikir dimana seseorang didorong untuk menemukan jawaban yang benar atas suatu permasalahan. Cara berpikir konvergen nyaris terfokus, intens, cepat, dan terbatas pada informasi yang tersimpan dalam lokasi memori. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa cara berpikir konvergen secara umum memiliki karakteristik :
a)      Vertikal, artinya bergerak secara bertahap,
b)      Konvergen, terfokus menuju pada jawaban yang paling benar,
c)      Sistematis – terstruktur, logis rasional empiris,
d)     Depende,
e)      Teramalkan (predictable).

2.      Berpikir lateral atau berpikir divergen
Cara berpikir divergen adalah pola berpikir seseorang yang lebih didominasi oleh berfungsinya belahan otak kanan, berpikir lateral, menyangkut pemikiran sekitar atau yang menyimpangdari pusat persoalan (Crowl, Keminsky, dan Podell (1997)). Berpikir divergen adalah bervikir kreatif, berpikir untuk memberikan bermacam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada kuantitas, keragaman, dan originalitas jawaban (Munandar,1992).
Sesuai dengan dan kerja otak kanan, berpikir secara divergen adalah cendrung lateral, tidak rasional, lebih banyakberurusan dengan gambaranintuisi yang menyatukan berbagai ide terpisah ke dalam satuan ide baru yang utuh. Berpikir divergen mampu menangkap objek secara keseluruhan dengan baik, tetapi kurang mampu menagkap detail objek bersangkutan. Pemikiran divergen cendrung menyukai ketidakpastian, senang bergulat dengan ilmu-ilmu yang sukar dipahami melalui logika, tertarik pada pernyataan atau pertanyaanyang memiliki banyak jawaban, peka terhadap sentuan rasa dan gera, serta lebih menyukai kiasan dan ungkapan. Orang dengan kecenderungan cara berpikir divergen lebih mudah mengingat wajah daripada nama, banyak bekerja dengan imajinasi, menghadapi sesuatu masalah dengan santai, menyukai kebebasan dan senang berimprovisasi.
Cara berpikir divergen adalah pencari strategi yang memiliki focus luas dan memungkinkan terjadinya hubungan antar schemata yang semestinya tidak terjadi dengan hubungan (Enwistle, 1981). Berpikir divergen adalah secara sistematik yang memusatkan pada bagian sesuatu berinteraksi dengan unsur-unsur pokok lain dalam suatu sistem, serangkaian elemen berinteraksi untuk menghasilkan suatu keutuhan. Berpikir system bekerja dengan memperluas pandangan ke dalam perhitungan dan jumlah yang lebih memungkinkan untuk dipecahkan, karena sumber dan arah pemecahan tidak hanya tertuju pada suatu jawaban yang pasti.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa cara berpikir divergen secara umum memiliki karakteristik :
a)      Lateral, artinya memandang suatu persoalan dari beberapa sisi.
b)      Divergen menyebar ke berbagai arah untuk menemukan banyak jawaban
c)      Holistic-sistemik, bersifat menyeluruh-global.
d)     Intuitif-imajinatif.
e)      Independen.
f)       Tidak teramalkan (unpredictable).
Baik tipe berpikir vertikal maupun berpikir lateral, keduanya sama-sama dibutuhkan, bahkan sebenarnya saling melengkapi, tergantung pada tujuan berpikir. Berpikir vertikal mengembangkan gagasan yang dibangkitkan oleh berpikir lateral.
C.    Cara Mengidentitifikasi Cara Berpikir Seseorang
Enwistle (1981) mengemukakan bahwa setiap orang berbeda dalam hal yang penting, yaitu dalam proses klafikasi sebagai style of conceptualization dan dalam orientasinya terhadap kesamaan atau perbedaan sebagai  breadth of categorization. Perbedaan ini selanjutnya menyebabkan setiap individu berbeda dalam melakukan proses kognisi untuk mererpons suatu tugas yang sama. Misalnya dari sejumlah anak yang dihadapkan pada sejumlah stimuli memiliki kesamaan dan perbedaan, kemudian dimintah untuk mengelompokkan objek itu menurut karakteristik yang dimiliki, maka akan terbentuk setidaknya tiga model kelompok anak, yaitu :
(1)   Anak yang melakukan pengelompokan secara deskriptif, yaitu pengelompokan berdasarkan ciri-ciri seperti apa yang tampak dalam bentuk riil yang teramati.
(2)   Anak yang melakukan pengelompokan secara analitis, yaitu pengelompokan berdasarkan ciri-ciri abstrak dari objek yang diamati seperti fungsi dan kedudukannya.
(3)   Anak yang melakukan pengelompokan berdasarkan hubungan fungsional antar objek, misalnya buku, sepatu, tas, seragam berada dalam satu kelompok fungsional perlengkapan sekolah, dan sebagainya.
Dari ketiga pengelompokan ini dapat diidentifikasi tentang cara berpikir anak, anak yang berkerja dengan cara pertama dapat disklasifikasikan sebagai individu yang memiliki kecendrungan cara berpikir konvergen, model kedua memiliki kecendrungan cara berpikir moderat, dan model ketiga memiliki kecendrungan cara berpikir divergen.
      Dengan mengacu pada karakteristik cara berpikir divergen dan konvergen yang bersumber dari fungsi belahan otak tersebut. Berikut cara mengidentifikasikannya, dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui kecenderungan cara berpikir seseorang dapat dilihat dari dimensi-dimensi yang merupakan indicator dari proses kognisi yang terjadi ketika seseorang menerima dan mengolah informasi serta merespon stimuli. Adapun cara berpikir yang dimaksud adalah:
1. Orientasi perhatian, artinya bagaimana individu mengarahkan perhatian terhadap suatu objek (stimuli), apakah cenderung bersifat global, sistemik, menekankan pada keseluruhan (protalitas), atau cenderung bersifat detail, sistematik, dengan menekankan pada cirri-ciri spesifik dari objek.
2. Pola diskriminasi (pembedaan) stimuli, artinya bagaimana individu melakukan klasifikasi dan kategorisasi terhadap objek, apakah cenderung mengklasifikasi suatu objek dalam konteks yang lebih luas, hubungan fungsional yang lebih menekankan pada ciri atribut abstrak atau cenderung mengkategori suatu objek kedalam konteks yang lebih spesifik (lebih sempit) dalam ciri atribut rill yang teramati.
3. Pola atau arah proses pemecahan masalah, artinya bagaimana seseorang melakukan proses pemecahan suatu masalah, apakah cenderung dilihat dari beberapa sisi, melompat-lompat, dan menyebar ke berbagai arah untuk menghasilkan banayak kemungkinan jawaban yang tidak teramalkan, ataukah cenderung hanya dilihat dari satu sisi, secara bertahap dalam urutan tertentu, dan terfokus pada satu jawaban yang dinilainya paling tepat.
4. Fleksibelitas atau kelenturan ide atau gagasan, artinya bagaimana seseorang memandang suatu persoalan, apakah cenderung tidak selalu terikat pada struktur yang ada, yang mempunyai kebebasan (indevendensi) dalam memandang suatu persoalan, ataukah cenderung terikat pada struktur tertentu sehingga tidak mempunyai kebebasan untuk memandang suatu persoalan.

D. Proses Berpikir
      Proses berpikir dilakuakan dengan menggunakan bayangan (image) dan bahasa (Morgan dkk, 1986). Bayangan yang digunakan dalam berpikir adaalah abstraksi dan konstruksi berdasrkan informasi yang disimpan dalam long-term memory. Ketika menggunakan image untuk berpikir, orang biasanya membuat peta visual tentang masalah yang dipikirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Sedangkan ketika menggunakan bahasa untuk berpuikir, orang sering kali menggunakan symbol kata-kata, maknanya dan aturan tata bahasa untuk disimpan bersamam-sama dalam memori.
      Proses berpikir untuki menghadapi suatu persoalan atau tugas membutuhkan kedua tipe berpikir (divergen-konvergen). Fungsi divergen diperlukan untuk dapat menghasilkan kemungkinan jawaban yang sebanyak-banyaknya sehingga perlu menerobos ke berbagai dimensi dan lintas sektoral, sementara pemikiran konvergen diperlukan untuk memberikan penilaian secara kritis analitis terhadap hasil pemikiran divergen sehingga dicapai kebenaran.
                Proses berpikir terdapat dua fase, yaitu mengalami ide melalui intuisi dan mengekspresikan ide melalui berpikir. Pada fase pertama fungsi divergen tampak dominan, karena diperlukan untuk menemukan berbagai gagasan sehimgga perlu melibatkan kesadaran yang diperoleh dari alam ketidaksadaran (proses intuisi), kemudian pada fase kedua secara kritis analitis melakukan penilaian terhadap gagasan-gagasan yang ada untuk selanjutnya diekspresikan dalam bentuk ide yang relevan dengan persoalan.

                Dengan demikian, betapa pentingnya pengembangan cara berpikir divergen dan konvergen secara seimbang dalam proses pembelajaran. Sebab jika tidak maka lulusan lembaga pendidikan kita tidak akan mampu untuk berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat diperlukan dalam mengatasi persoalan bangsa dari sisi kebermaknaan dan kebenaran substansial.
            Proses berpikir dapat mengalami hambatan-hambatan. Walgito (1997) mengemukakan dua hambatan yang mungkin timbul dalam proses berpikir, yaitu:
1.  Data yang kurang lengkap, sehingga masih banyak data lagi yang diperlukan.
2.  Adanya pertentangan data, sehinnga membingungkan dalam proses berpikir.

E. Teori-teori Tentang Berpikir
                Dalam mempelajari dan memahami hakikat berpikir tingkat tinggi, ada dua pendekatan teoritik, yaitu: pendekatan perkembangan dan pendekatan definisional. Teori-teori yang menggunakan pendekatan perkembangan adalah tepri Piaget, Vygotsky, Bloom dan teori novice-expert. Teori-teori ini berasumsi bahwa: (a) terdapat  sebuah kontiinum kemampuan berpikir yang merentang dari bentuk yang paling sederhana ke bentuk yang lebih tinggi, dan (b) siswa harus menguasai bentuk berpikir yang lebih rendah sebelum mampu mencapai bentuk berpikir yang lebih tinggi. Sebaliknya, teori-teori dengan pendekatan definisional berasumsi bahwa siswa pada semua level dapat mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Teori yang termasuk dalam pendekatan ini adalah teori Sternberg, IDEAL problem solver theory dan teori Resnick.
            Dalam kaitannya dengan berpikir, Bloom menggambarkan enem level pengetahuan yang terkenal dengan taksonomi Bloom, yaitu:
1.  level pengetahuan (knowledge), yaitu mengetahui informasi hanya dengan cara asosiatif atau rote-learning:
2. level pemahaman (comprehension), yaitu memahami informasi secara lebih mendalam dan elaborative:
3. level aplikasi, yaitu mengambil definisi-definisi, rumus-rumus, prinsip-prinsip, dan sebagainya dan menggunakannya untuk mengindentifikasi hal-hal yang ada dalam realita dan memecahkan masalah yang ada:
4. level analisis, yaitu membagi informasi yang kompleks kedalam bagian-bagian komponen dan melihat bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan:
5. level sintesi, yaitu mengambil serangkaian komponen dan menciptakan sesuatu yang lebih kompleks dari komponekomponen tersebut: dan
6. evaluasi, yaitu menilai seasuatu dengan sebuah standar kualitas.

F. Pengaruh Berpikir pada Belajar
                Jenis berpikir yang memiliki nilai positif terhadap proses belajar adalah berpikir kritis. Perkins (dalam Eggen dan kauchak, 1997) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengumpulkan, menginterprestasi , dan mengevaluasi, informasi secara akurat dan efisien. Menurut Robert Sternberg (dalam Elliot dkk, 1996), berpikir kritis terdiri dari proses, strategi, dan representasi mental yang digunakan orang untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan mempelajari konsep-konsep baru. Dengan demikian, berpikir merupakan proses penting yang terjadi di dalam belajar, karena tanpa berpikir atau memikirkan apa yang dipelajari seseorang tidak akan memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang yang dipelajarinya tersebut.
            Berbagai penelitian tentang berpikir memiliki implikasi dalam praktik pendidikan sebagai berikut:
1. Untuk membantu siswa mencapai penguasaan keterampilan guru dapat menggunakan metode-metode seperti reciprocal teaching.
2. Guru harus menggunakan pendekatan mengajar yang sesuai dengan tujuan.
3. Guru harus mengajarkan materi pelajaran yang sesuai dengan konteksnya.
4. Untuk menghindari dekontekstualisasi, guru harus membuat siswa mengatasi berbagai masalah-masalah nyata tapi identik dengan tujuan yang diharapkan.
5. Siswa perlu diminta untuk mengklasifikasi segala sesuatu ke dalam kategori-kategori dan dimensi-dimensi, membuat hipotesis menarik kesimpulan, melakukan analisis, dan memecahkan masalah.
6. Guru memainkan peran penantian dalam meningkatkan pemahaman terhadap pemahaman terhadap proses belajar.



























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Para psikolog mendefinisikan berpikir sebagai manipulasi terhadap representatif mental dari informasi. Suatu representative dapat berbentuk kata, agambaran visual, suara, data dalam modalitas sesnsori lain yang tersimpan dalam memori. Dengan kata lain, berpikir merupakan suatu proses mengubah suatu representative tertentu dari informasi menjadi bentuk yang baru dan berbeda, sehingga kita dapat menjawab pertanyaan, mengatasi masalah, dan mencapai tujuan. Hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses berpikir dapat disebabkan antara lain: a.) data yang kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh; b.) data yang ada dalam keadaan confuse, data yang satu bertentangan dengan data yang lain, sehingga hal ini akan membingungkan dalam proses berpikir. Ada juga tingkatan-tingkatan dalam berpikir kreatif yaitu: a.) persiapan, b.) tingkat inkubasi, c.) tingkat pemecahan, d.) tingkat evaluasi, e.) tingkat revisi.

B. Saran
            Hendaknya setiap orang memiliki pola pikir yang baik dan memaksimalkannya agar transfer ilmu dan informasi dari guru atau media informasi lainnya dapat diterima dan dipahami dengan baik. Dengan adanya pola pikir yang baik maka dapat mendorong generasi penerus bangsa masa yang akan datang lebih baik dan berkembang.













Daftar Pustaka

Crowl, Keminsky, dan Podell. 1997. Educational Psychology: Windows on Teaching, Dubuque, IA: Times Mirror Higher Education Cup.
De Bono, Edward. 1989. Berpikir Lateral, Buku Teks Kreativitas. Alih Bahasa: Sutoyo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Eggen, P dan Kauchak, D., 1997, Educational Psychology Windows on Classrooms, Third Edition, USA: Prentice Hall Inc.
Elliot, S.N.: Kratochwill, TR.: Littlefield, J.: Travers, J.F., 1999, Educational Psychology Effective Teaching Effective Learning, Second EDITION, Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Enwistle. 1981. Style of Learning and Teaching, Great Britain: John Wiley & Sons, Ltd.
Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Morgan, C.T; King, R.A.; Weisz, J.R.; Schopler, J., 1986, Introduction to Psychology, Seventh Edition, New York: McGraw-Hill Book Co.
Solso, R.L., 1998, Cognitive Psychology, Fifth Editon, Boston: Allyn and Bacon.


Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar