--> Hakikat Manusia dalam World View, Simak Penjelasannya! | Fragmen Ilmiah

Himpunan Makalah, Skripsi, dan Jurnal

14/01/21

Hakikat Manusia dalam World View, Simak Penjelasannya!

| 14/01/21

 Makalah Pendidikan Islam

Hakikat Manusia dalam World View, Simak Penjelasannya!

GUDANGMAKALAH165.COM - BAB I, Pendahuluan. A. Latar Belakang.

Dalam berbagai bukunya, para cendekiawan muslim tidak pernah menggunakan istilah “worldview”. 

Namun telah ada beberapa tokoh yang menyatakan hal yang serupa dengan ‘sifat’ dan karakter worldview, tentunya dengan istilah masing-masing.

Meski demikian, para cendekiawan muslim tersebut tidak banyak berbeda pendapat, untuk sekedar menyebut nama seperti Hasan al-Banna (1928-1949, Abul A’la al-Maududi (1903-1979) dan lainnya.

Baca Juga

Baca Juga

Selalu menyebut bahwa manusia memiliki dasar berfikir dan bertindak.

Dalam hal ini, kita akan membahas dua tokoh cendekiawan muslim kontemporer yang telah bersinggungan dengan istilah worldview.

Jika kita membaca karya Sayyid Quthb dalam karyanya “Khashaish alTashawwur al-Islamiy”, nampaknya beliau memiliki suatu kesimpulan.

Bahwa manusia, -seorang muslim khususnya- harus memiliki cara pandang yang benar mengenai Allah, manusia, dunia dan akhirat.

Hal ini nampak seperti “worldview” dalam definisi para ilmuan di atas.

Sayyid Quthb memiliki istilah “Tashawwur Islamiy” sebagai penafsiran komprehensif manusia terhadap semua eksistensi (wujud).

Yang kemudian menjadi dasar mendekatkan dia untuk mengetahui hakekat dari hubungan dan keterikatannya dengan hakekat ketuhanan, ibadah, kehidupan, dan hal lain yang terkait dengannya.

Syeh Muhammad Naquib al-Attas juga mengemukakan hal yang serupa tentang worldview.

Terlebih lagi dengan konsep filosofisnya bahwa manusia memiliki “keberhutangan” kepada Tuhan.

Yang mana ia harus membayarnya dengan dirinya sendiri serta amal perbuatannya. 

Skema “bayar hutang” tersebut tentunya memiliki tata cara yang membutuhkan pengetahuan dan pedoman dalam pelaksanaannya. 

Hal inilah yang mendasarinya merumuskan suatu istilah “Ru’yat al-Islam lil Wujud”. 

S.M. Naquib al-Attas memaknai worldview Islam sebagai visi mengenai realitas dan kebenaran yang muncul sebelum mata kesadaran kita mengungkapkan segala aspek.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan hakikat manusia dan asal kejadiannya!

2. Jelaskan maksud dari manusia adalah makhluk yang dimuliakan!

3. Jelaskan tentang manusia memiliki kemampuan membedakan dan kebebasan memilih!

4. Jelaskan tanggung jawab manusia dan balasannya!

5. Jelaskan manusia memiliki kemampuan belajar!

6. Jelaskan tentang tugas tertinggi manusia ialah ibadah kepada Allah!

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat manusia dan asal kejadiannya

2. Untuk mengetahui maksud dari manusia adalah makhluk yang dimuliakan

3. Untuk mengetahui tentang manusia memiliki kemampuan membedakan dan kebebasan memilih

4. Untuk mengetahui tanggung jawab manusia dan balasannya

5. Untuk mengetahui manusia memiliki kemampuan belajar

6. Untuk mengetahui tentang tugas tertinggi manusia ialah ibadah kepada Allah

BAB II, PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia dan Asal Kejadiannya

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan akal dan pikiran.

Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki derajat paling tinggi di antara citaannya yang lain.

Hal yang paling penting dalam membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal, pikiran, perasaan dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya di dunia.

Proses penciptaan manusia berdasarkan Al Qur’an, penciptaan manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat. 

Beberapa informasi di dalam ayat-ayat ini sedemikian rinci sebagaimana dalam QS. Al-Mu’minun : 12-14 

“Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”

Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan yaitu, Pre-Embrionik, dua setengah minggu pertama; embrionik, sampai akhir minggu ke delapan; dan Fetus atau janin, dari minggu kedelapan sampai kelahiran. 

Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan bayi.

Ringkasnya, ciri-ciri utama tahap perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

Tahap pertama, Pre-embrionik. Zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel kemudian menjadi segumpalan sel yang membenamkan diri pada dinding rahim.

Seiring pertumbuhan zigot yang semakin besar, sel-sel penyusunnya mengatur diri mereka sendiri untuk membentuk tiga lapisan.

Tahap kedua, tahap Embrionik. Tahap ini berlangsung lima setengah minggu. Bayi pada tahap ini disebut "embrio".

Pada tahap ini organ dan sistim tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan lapisan sel tersebut.

Tahap ketiga, tahap Fetus. Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan 8 hingga kelahiran. 

Pada tahap ini bayi telah menyerupai manusia dengan wajah, kedua tangan dan kakinya. 

Meskipun pada awalnya memiliki panjang hanya 3 cm, kesemua organnya sudah jelas. 

Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan berlanjut hingga mingu kelahiran.

B. Manusia Adalah Makhluk Yang Dimuliakan

Allah SWT menciptakan Manusia sebagai makhluk yang paling mulai dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. 

Bentuk lebih bagus, kekuatan pikirannya sangat tajam dan perasaannya sangat halus, dari waktu kewaktu menusia mengalami kemajuan-kemajuan dalam segala lapangan, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun peradaban dan kebudayaan.

Oleh karena itu tidak ada manusia yang hidupnya sia-sia di permukaan bumi ini, setiap manusia mempunyai kelebihan dan kehebatan.

Tinggal manusia itu sendiri yang memelihara karunia Allah, bisa memanfaatkan atau tidak, kerena semua manusia diciptakan oleh Allah dengan ciptaan yang paling mulia, paling baik dan sempurna. 

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam betuk yang sebaik-baiknya” (AQS. At-Tiem/95 ayat 4)

Kemulian dan kehebatan manusia itu telah disaksikan oleh makhluk lain, ketika disuruh menyebut nama-nama benda yang ada di alam raya ini, manusia mampu menyebutnya satu persatu, tetapi makhluk lain tidak mampu menyebutnya, seperti jin dan malaikat.

Manusia diutus kedunia ini untuk menjadi khalifah, juga kerana kehebatan dan kemuliaan manusia itu sendiri.

Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya : “Sesungguhnya telah Kami muliakan anak Adam (manusia). Kami anggkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (AQS. al-Isra’/17 : 70).

Tapi kadang-kadang manusia bangga atas karya-karyanya itu, bahkan manusia kadang-kadang menepuk dada atas hasil yang dicapai, tidak ingat dan lupa sama sekali bahwa kecerdasan itu datangnya dari Allah SWT. 

Sengaja Allah memberikan kelebihan dari makhluk lainnya, namun banyak tidak tahu beryukur, tidak berterima kasih, malah mengingkari Allah, menginkari nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. 

Padahal Allah telah mengingatkan dan mengancam orang-orang yang tidak mau bersyukur dan menginkari nikmat Allah SWT. 

Sebagai mana ancaman Allah SWT ditegaskan dalam Al-Qur’an yang artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema‘lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni‘mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni‘mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (AQS. Ibrahim/14 ayat 7)

C. Manusia Memiliki Kemampuan Membedakan Dam Kebebasan Memilih

Manusia memiliki hak menyatakan dan mempertimbangkan segala sesuatunya, tetapi ia juga berkehendak dan memilih. 


Artinya, manusia ada dilahirkan untuk memiliki kehendak. Ia memiliki kemampuan menghendaki apa yang disukainya, apa yang tidak disukainya dan memilih apa yang dikehendakinya.


Didalam memutuskan kehendak, menurut Leahy (2001:178), manusia memiliki tiga hal: Pertama, self-reflection adalah subjek dan objek dari kegiatan manusia.


Kedua, self-consciousness (kesadaran diri). Artinya kalau manusia mengambil suatu keputusan bebas, ia benar-benar sadar bahwa ialah yang mengambil keputusan itu. 


Senantiasa harus diingat bahwa intelegensi dan kehendak bukanlah realitas-realitas yang berbeda secara otonom, tetapi hanya kemampuan yang dari suatu realitas yang unik dan otonom. 


Ketiga, self control (penguasaan diri). Hal ini adalah bentuk perwujudan dari kehendak artinya kita sadar akan kenyataan bahwa dalam diri kita terdapat suatu kecenderungan lebih tinggi yang menguasai kecenderungan-kecenderungan yang lain.


D. Alasan Kebebasan


Jika ditanya, hampir dipastikan semua manusia memiliki kebebasan, baik secara fisik, moral dan psikologis.


Manusia sangat yakin kalau dia memiliki kebebasan, ia juga yakin bahwa temannya, tetangganya, raja, presiden dan orang-orang yang ada disekitarnya memiliki kebebasan.


Tetapi karena manusia me¬miliki kebebasan, dan mereka menjadi tidak tahu apa arti dari sebuah kebebasan itu sendiri. 


Misalnya, belakangan ini, ada pro dan kontra mengenai bentuk bumi. 


Dipihak yang pro menyebut bahwa bulan itu bulat, disudut yang lain menyebut bahwa bumi itu datar. 


Anda bisa memperhatikan dua perbedaan yang sama sekali tidaklah penting dalam kehidupan praktis manusia sekarang ini. 


Karena kebebasan mengata¬kan sesuatu sehingga muncul kekeliruan universal dan melahirkan kekacauan ber-pikir, bertingkah laku manusia. 


Tentang kita bebas atau tidak dan bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan kita atau tidak merupakan sesuatu yang penting sekali secara praktis.


E. Tanggung Jawab Manusia Dan Balasannya


Islam bukan hanya memuliakan, mengunggulkan, dan mengistimewakan manusia atas makhluk lainnya. 


Sejalan dengan ini Islam pun memberikan tanggung jawab yang disertai balasan sepadan. 


Islam membebani manusia dengan tanggung jawab penerapan syariat Allah dan perwujudan penghambaan kepada-Nya.


Padahal, makhluk-makhluk lain tidak bersedia memikul tanggung jawab tersebut. 

Allah swt. berfirman:“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh, sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Ahzab: 72-73).


Sejalan dengan kebebasan, kehendak, dan kemampuan untuk membedakan kebaikan dan keburukan, Allah telah menentukan balasan atau balasan yang setimpal dengan alternatif yang dipilih manusia, apakah yang dipilihnya itu kebaikan ataukah keburukan? 


Untuk itu Al-Qur’an mengatakan: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat [balasan]nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat [balasan]nya pula.” (al-Zalzalah: 7-8).


Atas pendengaran, penglihatan, hati dan seluruh anggota tubuh yang diberikan Allah, manusia bertanggung jawab untuk memanfaatkan semuanya dalam jalan kebaikan 


Sebagaimana firman Allah berikut: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. 


Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (al-Israa’: 36).


Rasa tanggung jawab itu akan terpelihara di dalam diri manusia yang sadar, selalu ingat, adil, jauh dari penyelewengan, tidak tunduk pada hawa nafsu, jauh dari kedhaliman dan kesesatan serta istiqamah dalam segala perilaku. 


Rasulullah pun mengatakan bahwa manusia itu bertanggung jawab atas harta, umur dan kemudaannya lewat sabdanya ini: “Tidaklah beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum dimintai pertanggungjawaban empat hal ini: tentang usia, dihabiskan untuk apa usia itu; tentang ilmu pengetahuan diamalkan untuk apa ilmunya itu; tentang harta, diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa hartanya itu; dan tentang tubuhnya, dilusuhkan untuk apa tubuhnya itu.” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah).


F. Manusia Memiliki Kemampuan Belajar


Konsep teori belajar Humanistik yaitu proses memanusiakan manusia, dimana seorang individu diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali kemampuannya sendiri untuk diterapkan dalam lingkungan. 


Proses belajar Humanistik memusatkan perhatian kepada diri peserta didik sehingga menitikberatkan kepada kebebasan individu. Teori Humanistik menekankan kognitif dan afektif memengaruhi proses. 


Kognitif adalah aspek penguasaan ilmu pengetahuan sedangkan afektif adalah aspek sikap yang keduanya perlu dikembangkan dalam membangun individu. Belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. 


Hal yang penting lagi pada proses pembelajaran Humanisme harus adanya motivasi yang diberikan agar peserta didik dapat terus menjalani pembelajaran dengan baik. 


Motivasi dapat berasal dari dalam yaitu berasal dari diri sendiri, maupun dari guru sebagai fasilitator.


Kemampuan belajar manusia sangat berkaitan dengan kemampuan manusia untuk mengetahui dan mengenal objek-objek pengamatan melalui pancaindranya. 


Karena filsafat ini menunjukkan kepada kita betapa dan sejauh mana manusia dapat mengetahui atau mengenal objek-objek pengamatan disekitarnya.


Apa pengetahuan itu, cara mengetahui dan memperoleh pengetahuan, serta berbagai jenis pengalaman indrawi.


Pengetahuan manusia terbentuk karena adanya realita sebagai objek pengamatan indra. 


Pembatasan filsafat dalam berbagai aliran adalah pertanyaan adalah realita itu merupakan suatu keberanian hakiki atau hanya refleksi dari kebenaran tersebut.


Filsafat yang beraliran idealisme memandang bahwa realita itu bukan hakikat kebenaran yang ditangkap oleh panca indra manusia. 


Ia hanyalah merupakan gambaran (refleksi) dari kebenaran yang hakiki yang berada didalam alam “ide”. Realita yang berupa benda yang ada dialam nyataini adalah totalitas (keseluruhan) yang tersusun secara logis dan bersifat spiritual. 


Realita yang di tangkap seperti indra manusia telah ditemukan sebelumnya dalam alam “ide” itu.


G. Tugas Tertinggi Manusia Adalah Beribadah Kepada Allah


Seluruh tugas manusia dalam hidup ini, berakumulasi pada tanggung jawabnya untuk beribadah dan mengesakan Allah sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya ini: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (adz-Dzaariyaat: 56). “Dan sesungguhnya, masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah sesuatupun di dalamnya disamping [menyembah] Allah.” (al-Jinn: 18).


Tugas kedua berkaitan dengan konteks kehidupan empiris. 


Dalam surah al-Baqarah ayat 30 dijelaskan tentang tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.


Surah yang sama memuat dialog antara Allah dan para malaikat tentang penciptaan manusia. 


Terjemahannya, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’”


Maknanya, di muka bumi hidup berbagai macam makhluk. Namun, hanya manusia yang menyandang fungsi pemimpin.


Manusia dapat memanfaatkan segala yang tumbuh di atas bumi untuk kelangsungan hidupnya. Bagaimanapun, manusia mesti mengelola sumber daya dengan penuh tanggung jawab. Allah menciptakan keteraturan di muka bumi. 


Maka dari itu, manusia tidak boleh merusak harmoni yang sudah diciptakan-Nya.


Tugas ketiga adalah berdakwah. Hal ini terutama diemban bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. 


Yang didakwahkan adalah Islam, sebagai satu-satunya agama yang diridhai di sisi Allah Ta’ala. Dakwah yang dilakukan dapat melalui lisan dan perbuatan. 


Sasarannya dimulai dari diri sendiri, keluarga, karib kerabat, dan komunitas setempat. Dakwah yang dijalankan tidak boleh dengan paksaan atau penghakiman. Dengan menarik simpati, orang-orang akan tertarik untuk mendalami agama ini.


BAB III, PENUTUP


A. Kesimpulan


Pada hakekatnya manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, diciptakan dalam bentuk paling sempurna. 


Manusia adalah makhluk spiritual yang akan menjalani fase-fase peristiwa kehidupan baik sebelum lahir, sekarang maupun setelah mati. 


Spiritual merupakan aspek non fisik yang mampu memberikan kekuatan manusia untuk lebih dari sekedar hidup. 


Jadi manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan sebagaimana juga makhluk-makhluk yang lain di muka bumi ini dan setiap makhluk yang dijadikan itu memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan ia dengan makhluk lainnya. 


Manusia pada hakikatnya adalah makhluk utama dalam dunia alami, makhluk yang berkemauan bebas, makhluk yang sadar dan sadar diri, kreatif, idealis, serta makhluk moral.


Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan.


B. Saran


Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan. 


Oleh karena itu kami meminta kepada dosen dan pembaca untuk memberikan kritik yang membangun guna memperbaiki makalah ini.


 

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar