--> Konsep Dasar Asuransi Syariah (Perbankan Syari'ah) | Fragmen Ilmiah

Himpunan Makalah, Skripsi, dan Jurnal

04/11/18

Konsep Dasar Asuransi Syariah (Perbankan Syari'ah)

| 04/11/18

Konsep Dasar Asuransi Syariah 



A.     Konsep Dasar Asuransi Syariah
Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang pertanggungan merupakan sebuah institusi modern hasil temuan dunia barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat pencerahan. Institusi ini semakin berkembang dalam sebuah lembaga keuangan yang lebih modern dan dapat menyokong pertumbuhan ekonomi. Dasar yang menjadi semangat operasional asuransi modern adalah berorientasikan pada sistem kapitalis yang intinya hanya berorientasi pada pengumpulan modal untuk keperluan pribadi atau golongan tertentu.
Lain halnya dengan asuransi syariah, asuransi dalam liratur keislaman lebih banyak bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong menolong yang menjadi prinsip dasar asuransi syariah.
Indonesia merupakan Negara, dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Namun demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembang kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah. Setelah itu, asuransi berbasis syariah mulai digarap oleh beberapa perusahaan dengan pendirian divisi syariah. Dengan terus berkembangnya produk-produk berbasis syariah, maka kami melihat pentingnya untuk memperkenalkan secara khusus produk asuransi syariah.
1.      Pengertian Asuransi Syariah
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi tentang asuransi menurutnya, Asuransi Syariah (ta‟min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Lain halnya dengan pengertian asuransi yang dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian. Dalam undang-undang tersebut didefiisikan bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih; pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Islam memandang “pertanggungan” sebagai suatu fenomena sosial yang dibentuk atas dasar saling tolong-menolong dan rasa kemanusiaan. Hal ini sesuai dengan pilihan kata yang dipakai oleh Mohd. Ma’sum Billah yang dikutip oleh Hasan Ali mengartikan “pertanggungan” dengan kata *C’AD, yang mempunyai arti “shared responsibility, shared guarantee, responsibility, assurance or surety” (saling bertanggung jawab, saling menjamin, saling menanggung).
Di Indonesia dalam sebuah identitas yang direkomendasikan oleh peserta lokakarya asuransi syariah pada tahun 2001 yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk menyeragamkan penamaan perasuransian yang bergerak dalam bidang pertanggungan dengan ditambahi kata-kata syariah, tanpa penggunaan kata takaful atau at-ta‟min.
Suhrawardi K.Lubis mengemukakan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggungan merupakan suatu ikhtiar dalam rangka menanggulangi adanya risiko.
Muhammad Iqbal mendefinisikan asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong-menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam Al-Qur’an (Firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW) dan As-Sunnah (teladan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW).
Dengan demikian dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah merupakan suatu kegiatan yang bergerak dalam usaha pertanggungan untuk saling melindungi dan tolong-menolong diantara para peserta maupun pihak lain dalam menghadapi risiko dengan tabarru‟ melalui perjanjian yang sesuai dengan syari’at islam.





2.      Landasan Hukum Asuransi Syariah
Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam. Yaitu Al-qur’an dan Al-hadits, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum islam.
Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawi dalam kitabnya yang sangat terkenal Al-Ahkam Wa Al-Haram Fi Al-Islam mengatakan bahwa dasar pertama yang ditetapkan Islam, ialah bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satu pun yang haram, kecuali ada nash yang sah dan tegas dari syari’ (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, ialah Allah dan Rasul) yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nash yang sah, misalnya karena ada sebagian hadits yang lemah, atau tidak ada nash yang tegas ( sharih) yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya yaitu mubah (boleh).
3.      Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Asuransi syari’ah harus dibangun diatas pondasi dan prinsip dasar yang kuat dan kokoh. Dalam hal ini prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta‟awanu‟ala al birr wa al-taqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa) dan al-ta‟min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau para peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabaduli ( saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.
Prinsip-prinsip dasar yang ada dalam asuransi syari’ah adalah sebagai berikut:
a.       Tauhid (unily)
Prinsip tauhid (unily) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syari’ah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhidy. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.


b.       Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (jistice) antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban di antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi.
c.       Tolong-menolong (Ta‟awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta‟awun) antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada saat ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
Praktik tolong-menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk (DNA-Chromosom) bisnis asuransi. Tanpa adanya unsur ini atau hanya semata-mata untuk mengejar keuntungan bisnis berarti perusahaan asuransi itu sudah kehilangan karakter utamanya, dan seharusnya sudah wajib terkena pinalti untuk dibekukan operasionalnya sebagai perusahaan asuransi.
d.       Kerja Sama (cooperation)
Prinsip kerja sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari khaliq-Nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai mahluk individu dan sebagai mahluk sosial.
Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudharabah dan musyarakah adalah dua buah konsep dasar dalam kajian ekonomika Islami dan mempunyai nilai historis dalam perkembangan keilmuan ini.
e.       Amanah
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi. Sesorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak memanipulasi kerugian (peril) yang menimpa dirinya.
4.      Bentuk- bentuk Asuransi
Perusahaan asuransi dan jenis-jenis bidang usaha perasuransian di Indonesia dapat ditemukan dalam Bab III Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 tahun 1992. Dalam undang-undang tersebut dikemukakan sebagai berikut:
a.       Asuransi Kerugian
Yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risisko atas kerugian kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b.      Asuransi Jiwa
Yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
c.       Reasuransi
Yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa.
5.      Akad dalam Asuransi Syariah
Prinsip-prinsip perjanjian islam sebagai suatu perjanjian yang bebas dari unsur gharar, maisyir, dan riba dapat diimplementasikan dalam kegiatan usaha suatu perusahaan asuransi. Adapun ketentuan mengenai akad dalam asuransi adalah sebagai berikut:
a.       Akad Dalam Asuransi Syari’ah
1.      Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan akad tabarru‟.
2.      Akad tijarah yang dimaksud adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru‟ adalah hibah. Dalam akad sekurang-kurangnya haus disebutkan:
·         Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan
·         Cara dan waktu pembayaran premi
·         Jenis akad tijarah dan akad tabarru‟ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diadakan.
b.       Kedudukan Para Pihak Dalam Akad Tijarah dan akad tabarru,
1.      Dalam akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul maal (pemegang polis).
2.      Dalam akad tabarru‟ (hibah), peserta membeikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
c.       Ketentuan Dalam Akad Tijrah dan Tabarru‟
1.      Jenis akad tjarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru‟ bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2.      Jenis akad tabarru‟ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah30.
d.      Premi Dalam Asuransi Syariah
Premi merupakan pembayaran sejumlah uang yang dilakukan pihak tertanggung kepada penanggung untuk mengganti suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan akibat timbulnya perjanjian atas pemindahan risiko dari tertanggung kepada penanggung (transfer of risk).
1.       Pembayaran premi bidasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’
2.      Untuk menentukan bentuknya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan berupa ilustrasi.

B.     Sejarah  Asuransi Syariah
Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda ‘assurantie’ yang dalam hukumBelanda disebut verzekering bermakna ‘pertanggungan’. Dari peristilahan assurantie, kemudian muncul istilah assuradeur bagi ‘penanggung’ dan greassureerde bagi ‘tertanggung’. Dalam bahasa Inggris asuransi diistilahkan dengan insurance, ‘penanggung’ diistilahkan dengan insurer dan ‘tertanggung’ diistilahkan dengan insured.
1.      Sejarah Asuransi Syariah di Dunia
Istilah asuransi mulanya dikenal di Eropa Barat pada abad pertengahan berupa asuransi kebakaran. Kemudian, pada abad ke-13 dan ke-14 terjadi peningkatan lalu lintas perhubungan laut antar pulau sehingga berkembang pula asuransi pengangkutan laut yang berasal dari Romawi. Jenis asuransi ini merupakan jenis asuransi kapitalis. Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan laba dan didasarkan atas perhitungan niaga. Asuransi jiwa baru dikenal pada awal abad ke-19.
Asal-usul asuransi syariah berbeda dengan kemunculan asuransi konvensional seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Praktik bernuansa asuransi tumbuh dari budaya suku Arab pada zaman Nabi Muhammad saw yang disebut aqilah. Al-Aqilah mengandung pengertian saling memikul dan bertanggung jawab bagi keluarga. Dalam kasus terbunuhnya seorang anggota keluarga, ahli waris korban akan mendapatkan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh angota keluarga terdekat dari si pembunuh yang disebut aqilah. Aqilah mengumpulkan dana secara bergotong royong untuk membantu keluarga yang terlibat dalam perkara pembunuhan yang tidak sengaja itu. Menurut Buku Dictionary of Islam yang ditulis oleh Thomas Patrick jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, maka pewaris kurban akan dibayar sejumlah uang darah atau yang dikenal sebagai diyat. Diyat ini digunakan sebagai kompensasi dari keluarga terdekat si pembunuh.
Al-aqila adalah denda sedangkan makna al’aqil adalah orang yang membayar denda. Beberapa ketentuan sistem aqilah yang merupakan bagian dari asuransi sosial dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam piagam Madinah yang merupakan konstitusi pertama di dunia setelah hijrah ke Madinah. Pasal 3 Konstitusi Madinah menyebutkan bahwa orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan saling bekerja sama membayar uang darah di antara mereka. Jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain, maka ahli waris korban akan memperoleh bayaran sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh penutupan keluarga pembunuh, yang disebut sebagai aqilah.
Praktik aqilah tersebut memiliki kemiripan konsep dengan praktik asuransi Islam yang pertama kali dibentuk. Praktik asuransi Islami berawal pada pendapat Dewan Yurisprudensi Islam Liga Dunia Muslim, Mekkah, Arab Saudi, yang menyetujui adanya “asuransi koperatif”. Organisasi asuransi atas dasar koperatif dimotivasi oleh sebab yang sama dan pada hakikatnya mengikuti perkembangan yang sama baik di zaman modern, maupun di zaman kuno.
Suatu Negara Islam seharusnya menganjurkan pembentukan suatu industri asuransi yang dimotivasi oleh jiwa koperatif karena gagasan koperatif diakui dalam Islam. Dalam sistem asuransi koperatif, para penyumbang dana asuransi adalah para dermawan, dan sumbangan mereka adalah donasi, dengan tujuan menanggung kerugian yang menimpa siapa saja dari para penyumbang itu secara bersama-sama. Kompensasi yang diberikan bertalian dengan kerugian yang diderita dan bukan suatu jumlah tertentu yang disetujui antara pengasuransi dan yang diasuransikan pada waktu perjanjian dibuat.
Pada dekade 70-an di beberapa Negara Islam atau di Negara-negara yang mayoritas penduduknya penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsure yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979 “Faisal Islamic Bank of Sudan” mengambil prakarsa untuk mendirikan Perusahaan Asuransi atas dasar koperatif yang bernama di Sudan. Perusahaan tersebut mengasuransikan usaha berikut ini, kecuali asuransi jiwa.
1.      Asuransi Muatan Laut
2.      Asuransi Kapal
3.      Kebakaran dan Pencurian
4.      Penerbangan
5.      Kecelakaan Pribadi
6.      Rekayasa
7.      Ganti rugi para pekerja
Islamic Insurance Co. Ltd tersebut menyelenggarakan dua akun yang terpisah dan berbeda yaitu akun pertama adalah akun pemegang polis dan akun kedua adalah akun pemegang saham. Akun para pemegang polis dimasukkan dalam kredit beserta semua iuran mereka, dengan mempertimbangkan perlindungan asuransi ditambah dengan keuntungan yang diterima pada investasi sumbangannya, dan didebitkan dengan proporsi beban jasa dan klaim. Kelebihan yang ada setelah menyiapkan cadangan yang diperlukan, dibagikan di antara para pemegang polis, sebanding dengan iuran yang mereka bayar. Para pemegang saham perusahaan tidak turut serta dalam suatu bagian pun dari kelebihan akun pemegang polis itu. Pendapatan yang diperolah dari investasi modal saja dikreditkan pada akun pemegang saham. Bila ada kelebihan yang tersisa sesudah membayar bagian pengeluaran pemegang saham untuk masa yang tertentu, maka kelebihan ini dapat dibagi antar pemegang saham.
Perusahaan tersebut telah membuat banyak kemajuan dalam jangka waktu lima tahun dan telah mampu mendirikan beberapa cabang di Arab Saudi yang bernama Islamic Insurance Co. Ltd dan di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diikuti oleh berdirinya Dar al-Mal al-Islam di Geneva, Swiss dan Takaful Islami di Luxemburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas dan al-Takaful al-Islami di Bahrain pada tahun 1983. Syarikat Takaful Nerhad di Malaysia berdiri pada tahun 1984. Di Asia, asuransi syariah pertama kali diperkenalkan di Malaysia pada tahun 1985 melalui sebuah perusahaan asuransi jiwa bernama Takaful Malaysia, selanjutnya diikuti oleh Negara-negara lain seperti Brunei, Singapura, dan Indonesia (Mannan, 1993).

2.      Sejarah Asuransi di Indonesia
Keberadaan usaha asuransi syariah tidak lepas dari keberadaan usaha asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujud usaha perasuransian syariah sudah terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama berkembang. Atas dasar keyakinan umat Islam dunia dan manfaat yang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, maka lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang menjalankan usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah. Perusahaan ini bukan saja dimiliki orang Islam, namun juga berbagai perusahaan miliki non muslim. Selain itu juga terdapat perusahaan induk dengan konsep konvensional ikut memberikan layanan asuransi syariah dengan membuka kantor cvabag atau unit usaha syariah (UUS).
Perkembangan perusahaan asuransi berlandaskan Islam di Indonesia terkait dengan beroperasinya bank syariah sehingga diperlukan kehadiran jasa asuransi syariah. Perusahaan asuransi syariah pertama kali didirikan pada tahun 1994 melalui PT Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT STI memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU). Menurut data pemerintah BAPEPAM LK Kementrian Republik Indonesia, sampai dengan tanggal 31 Januari 2011, di Indonesia terdapat 44 perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian syariah, lima diantaranya merupakan asuransi syariah penuh (full Islamic insurance system), yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK), PT Asuransi Takaful Umum (ATU), dan PT Asuransi Syariah Mubarakah (ASM), PT Jaya Proteksi Takaful, dan PT Asuransi Jiwa Al-Amin, sedangkan 37 unit asuransi syariah (UUS), dan tiga perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah. Kondisi ini menunjukkan bisnis asuransi syariah di Indonesia mulai ditekuni secara serius. Permintaan asuransi syariah di masyarakat sudah meningkat yang dapat diartikan bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai terbiasa untuk bertransaksi dengan menggunakan syariah Islami.

C.    Perkembangan Asuransi Syariah
1.      Perkembangan Asuransi di Dunia
Asuransi yang pertama kali didirikan adalah Asuransi Takaful di Sudan  pada tahun 1979, yang dikelola oleh Dar al-Mal al-Islami Group. Dar al-Mal  melebarkan sayap bisnisnya ke negara-negara Eropa dan Asia lainnya. Setidaknya  ada empat asuransi takaful dan retakaful pada tahun 1983, yang berpusat di  Geneva, Bahamas, Luxembourg, dan Inggris.  
Padahal secara legalitas keislaman, sistem asuransi syariah baru baru  diakui dan diadopsi oleh ulama dunia pada tahun 1985. Pada tahun ini, Majma al-Fiqh al-Islami mengadopsi dan mengesahkan takaful sebagai sistem asuransi yang  sesuai dengan syariah. Artinya, perkembangan takaful lebih didasarkan atas kreasi  dan kebutuhan umat muslim, ketimbang didorong oleh fatwa. Sistem asuransi  diadopsi sebagai sistem saling menolong dan membantu di antara para  pesertanya.
Hingga saat ini, tidak kurang dari 65 perusahaan asuransi syariah tersebar  di seluruh dunia. Perkembangan asuransi dibilang cukup pesat. Dari asset $550 juta pada tahun 2000, $193 juta di antara berada di Asia Pasifik, meningkat menjadi $1,7 milyar.
Angka ini terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah asuransi syariah di duni. Pada tahun 2004 asetnya sudah mencapai $2 milyar. Angka-angka di atas merupakan kumulasi untuk asuransi jiwa dan selain jiwa. Asuransi keluarga syariah mendominasi perkembangan asuransi dunia, mencapai 75%, di mana 60%nya berasal dari asuransi jiwa syariah.
Untuk merespon dan memajukan industri asuransi syariah, Malaysia mendirikan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bank Syariah (BIRTI), yang konsen pada bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Lembaga ini telah memberi andil dalam pengembangan industri syariah di belahan asia. Dengan dukungan BIRTI, Takaful Malaysia menjalin kerjasama dengan Sri Lanka, Arab Saudi, dan pernah pula memberikan dukungan teknis (technical assistance) untuk operasionalisai Takaful Australia. Selain itu dukungan teknis dilakukan di negara Lebanon, Bangladesh, dan Algeria. Kemudian pada tahun 1997, didirikan lagi The Asean Retakaful International Labuan Ltd (ARILL).

Perkembangan asuransi syariah yang cukup progressif terjadi di negara-negara Arab, terutama negara Arab Saudi, Qatar, Kuwait dan Bahrain. Negara ini pertama kali mendirikan Asuransi Takaful Internasional pada tahun 1989. Pangsa pasar asuransi di Bahraian diperkirakan mencapai 65 juta dinar ($172 juta). Produk yang diluncurkan oleh asuransi Bahrain ini antara lain, Asuransi Haji dan Umrah yang diperkenalkan pada Januari 2004, asuransi kesehatan (The Best Doctors Takaful Health Care) diluncurkan pada September 2004, dan takaful pendidikan. Ketiga produk ini mendominasi dibanding produk lainnya.
Beberapa industri asuransi syariah yang berkembang di Arab Saudi antara lain; Islamic Arab Insurance Company (AlBaraka Group) (1980), Islamic Corporation for teh Insurance, Investment dan Export Credit (1995), Islamic Insurance Company Ltd., Islamic Insurance and Reinsurance Company (1985), AlAman co-Operative Insurance (AlRajhi) (1985), Global Islamic Insurance co. (1986), Islamic Takafaul and Retakaful Company (DMI Group) (1986), dan lain sebagainya.
Di belahan Benua Afrika, asuransi syariah pertama kali didirikan di Ghana, tahun 1994, yaitu Metropolitan Insurance Company Limited (MIT). MIT merupakan satu-satunya asuransi yang beroperasi secara syariah di Ghana, dengan menerapkan sistem mudharabah dan takafuli.
Selaian Ghana, di Nigeria, African Alliance Insurance Company Limited, mendirikan Islamic Life Insurance System (Takaful) pada oktober 2003. Di Senegal didirikan Islamic Takaful and Retakaful Co. dan Sonar AlAmane (AlBaraka Group). Juga Takaful Trinidad and Tobago Friendly Society didirikan di Trinidad dan Tobago pada tahun 1999. Sementara di Eropa, negara Inggris merupakan pelopor pengembangan asuransi syariah. Melalui HSBS’s Amanah, Inggris bercita-cita menjadi leading sector bagi pengembangan asuransi syariah di Eropa dan negara lainnya. Di negara ini dirikan pula International Co-operative and Mutual Insurance Federation (ICMIF), yang menghimpun 150 orang dari 82 anggota organisasi dari 52 negara di dunia. Lembaga ini bertujuan untuk memajukan dan memperkenalkan sitem asuransi syariah ke berbagai negara.
Di Amerika, asuransi syariah pertama kali berdiri pada Desember 1996. Takaful USA Insurance Company, asuransi pertama di Amerika, didirikan untuk menampung sedikitnya 12 juta penduduk muslim di negara Paman Sam itu.
Demikian pula di Australia telah berdiri Australia Takaful Assosiation Inc. Malaysia dan Bank Pembangunan Islam (IDB) telah meneken kontrak kerjasama untuk memajukan industri asuransi syariah ini di negara-negara muslim, terutama di negara-negara anggota OKI.
Perkembangan asuransi syariah ini menunjukan responsi yang positif dari masyarakat dunia akan sistem asuransi berbasis syariah. Hal ini menunjukkan bahwa asuransi syariah dapat diterima dan menjadi alternatif bagi sistem asuransi yang berjalan selama ini. 
2.      Perkembangan Asuransi di Indonesia
Perkembangan industri asuransi syariah juga terjadi di Indonesia. Pertumbuhan asuransi syariah didukung oleh ketentuan regulasi yang menjamin kepastian hukum kegiatan asuransi syariah. Ketentuan hukum yang mengatur asuransi syariah antara lain:
1.      Undang undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
2.       Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1992.
3.       Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 421/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian.
4.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 422/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 423/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian
6.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 424/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
7.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 426/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.


Modus operandi pendirian asuransi syariah di Indonesia dilakukan melalui empat bentuk:
a.       Pendirian baru
b.      Konversi dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional
c.       Pendirian kantor cabang baru dengan prinsip syariah oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional
d.      Konversi kantor cabang konvensional menjadi kantor cabang dengan prinsip syariah dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional.
Untuk pendirian baru tidak terlalu banyak masalah yang dihadapi terutama terkait dengan nasabah. Sedangkan untuk konversi ada ketentuan yang harus dipenuhi menyangkut kesediaan pemegang polis. Berikut adalah Ketentuan Khusus Konversi:
1.      Tidak merugikan tertanggung atau pemegang polis
2.      Memberitahukan konversi tersebut kepada setiap pemegang polis
3.      Memindahkan portofolio pertanggungan ke PA konvensional lain atau membayarkan nilai tunai pertanggungan, bagi tertanggung atau pemegang polis yang tidak bersedia menjadi tertanggung atau pemegang polis dari PA dengan prinsip syariah.
Baik pendirian baru maupun konversi, suatu perusahaan asuransi syariah dapat beroperasi apabila mendapat izin usaha dari Departemen Keuangan. Izin usaha itu diberikan setelah pengajuan pendirian atau konversi memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 
1.      Maksud dan Tujuan di dalam anggaran dasar perusahaan
2.      Memiliki tenaga ahli
3.      Memiliki Dewan Pengawas Syariah Perusahaan
4.       Memenuhi minimal modal disetor atau minimal modal kerja (bagi pendirian cabang)
5.      Tingkat Solvabilitas (bagi pendirian cabang)
6.      Tidak sedang dalam pengenaan sanksi administratif (bagi pendirian cabang), dan
7.      Persyaratan-persyaratan lainnya, sebagaimana halnya persyaratan dalam pembukaan kantor cabang konvensional.
Untuk mendukung perkembangan asuransi syariah di Indonesia, DSN  pada tahun 2001 mengeluarkan fatwa NO: 21/DSN-MUI/X/2001Tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah, yang menjadi acuan dari sisi syariah dalam penyelenggaraan kegiatan asuransi syariah di Indonesia.






Asuransi Syari’ah
(Konsep Dasar, Sejarah, Dan Perkembangan Asuransi Syari’ah)














Disusun oleh:
1.      Rangga Mandala Yudha
2.      Rahmi Octaviani
3.      M. Rizki Amanda Lubis
4.      Septi Lestari
5.      Ilal Mahdi
6.      Maryati
7.      Erlin Fransiska
8.      Silvi







PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
BENGKULU, 2018 M /1440 H
DAFTAR ISI

A.      Konsep Dasar Asuransi Syariah
1.      Pengertian Asuransi Syariah................................................................................1
2.      Landasan Hukum Asuransi Syariah.....................................................................3
3.      Prinsip Dasar Asuransi Syariah............................................................................3
4.      Bentuk- bentuk Asuransi......................................................................................4
5.      Akad dalam Asuransi Syariah...............................................................................
B.     Sejarah  Asuransi Syariah
1.      Sejarah Asuransi Syariah di Dunia........................................................................7
2.      Sejarah Asuransi di Indonesia...............................................................................10
C.    Perkembangan Asuransi Syariah
1.      Perkembangan Asuransi di Dunia..........................................................................11
2.      Perkembangan Asuransi di Indonesia....................................................................13
D.    Daftar Pustaka




Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar