Konsep Dasar Asuransi Syariah
A. Konsep
Dasar Asuransi Syariah
Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan
yang bergerak dalam bidang pertanggungan merupakan sebuah institusi modern
hasil temuan dunia barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat
pencerahan. Institusi ini semakin berkembang dalam sebuah lembaga keuangan yang
lebih modern dan dapat menyokong pertumbuhan ekonomi. Dasar yang menjadi
semangat operasional asuransi modern adalah berorientasikan pada sistem
kapitalis yang intinya hanya berorientasi pada pengumpulan modal untuk
keperluan pribadi atau golongan tertentu.
Lain halnya dengan asuransi syariah, asuransi
dalam liratur keislaman lebih banyak bernuansa sosial daripada bernuansa
ekonomi atau profit oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan
oleh aspek tolong menolong yang menjadi prinsip dasar asuransi syariah.
Indonesia
merupakan Negara, dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam.
Namun demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru
berkembang kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi
syariah. Setelah itu, asuransi berbasis syariah mulai digarap oleh beberapa
perusahaan dengan pendirian divisi syariah. Dengan terus berkembangnya
produk-produk berbasis syariah, maka kami melihat pentingnya untuk
memperkenalkan secara khusus produk asuransi syariah.
1.
Pengertian Asuransi Syariah
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya
tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi tentang asuransi
menurutnya, Asuransi Syariah (ta‟min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk asset dan atau sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru‟ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syariah.
Lain halnya dengan pengertian asuransi yang
dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian.
Dalam undang-undang tersebut didefiisikan bahwa: Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih; pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Islam memandang “pertanggungan” sebagai suatu fenomena sosial yang
dibentuk atas dasar saling tolong-menolong dan rasa kemanusiaan. Hal ini sesuai
dengan pilihan kata yang dipakai oleh Mohd. Ma’sum Billah yang dikutip oleh
Hasan Ali mengartikan “pertanggungan” dengan kata *C’AD, yang mempunyai arti “shared
responsibility, shared guarantee, responsibility, assurance or surety” (saling
bertanggung jawab, saling menjamin, saling menanggung).
Di Indonesia dalam sebuah identitas yang
direkomendasikan oleh peserta lokakarya asuransi syariah pada tahun 2001 yang
diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk menyeragamkan
penamaan perasuransian yang bergerak dalam bidang pertanggungan dengan
ditambahi kata-kata syariah, tanpa penggunaan kata takaful atau at-ta‟min.
Suhrawardi K.Lubis mengemukakan bahwa pada
dasarnya asuransi atau pertanggungan merupakan suatu ikhtiar dalam rangka
menanggulangi adanya risiko.
Muhammad Iqbal mendefinisikan asuransi syariah
adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah,
tolong-menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah
berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam Al-Qur’an (Firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW) dan As-Sunnah (teladan dari kehidupan
Nabi Muhammad SAW).
Dengan demikian dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
asuransi syariah merupakan suatu kegiatan yang bergerak dalam usaha
pertanggungan untuk saling melindungi dan tolong-menolong diantara para peserta
maupun pihak lain dalam menghadapi risiko dengan tabarru‟ melalui
perjanjian yang sesuai dengan syari’at islam.
2.
Landasan Hukum Asuransi Syariah
Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan
hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai
sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang
ada dalam ajaran islam. Yaitu Al-qur’an dan Al-hadits, maka landasan yang
dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan metodologi yang dipakai oleh
sebagian ahli hukum islam.
Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawi dalam kitabnya yang sangat terkenal Al-Ahkam
Wa Al-Haram Fi Al-Islam mengatakan bahwa dasar pertama yang ditetapkan
Islam, ialah bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah.
Tidak ada satu pun yang haram, kecuali ada nash yang sah dan tegas dari
syari’ (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, ialah Allah dan Rasul) yang
mengharamkannya. Kalau tidak ada nash yang sah, misalnya karena ada sebagian
hadits yang lemah, atau tidak ada nash yang tegas ( sharih) yang
menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya yaitu mubah (boleh).
3.
Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Asuransi syari’ah harus dibangun diatas pondasi dan prinsip dasar
yang kuat dan kokoh. Dalam hal ini prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta‟awanu‟ala
al birr wa al-taqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa)
dan al-ta‟min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau
para peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang
lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi
yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takafuli (saling
menanggung), bukan akad tabaduli ( saling menukar) yang selama ini
digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan
uang pertanggungan.
Prinsip-prinsip dasar yang ada dalam asuransi syari’ah adalah
sebagai berikut:
a. Tauhid (unily)
Prinsip tauhid (unily)
adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syari’ah
Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada
nilai-nilai tauhidy. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan
hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
b.
Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam berasuransi adalah
terpenuhinya nilai-nilai keadilan (jistice) antara pihak-pihak yang
terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya
dalam menempatkan hak dan kewajiban di antara nasabah (anggota) dan perusahaan
asuransi.
c.
Tolong-menolong
(Ta‟awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan
kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta‟awun)
antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus
mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang
pada saat ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
Praktik
tolong-menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk (DNA-Chromosom)
bisnis asuransi. Tanpa adanya unsur ini atau hanya semata-mata untuk mengejar
keuntungan bisnis berarti perusahaan asuransi itu sudah kehilangan karakter
utamanya, dan seharusnya sudah wajib terkena pinalti untuk dibekukan
operasionalnya sebagai perusahaan asuransi.
d.
Kerja Sama (cooperation)
Prinsip kerja
sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam
literatur ekonomi islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari
khaliq-Nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi mempunyai
dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai mahluk
individu dan sebagai mahluk sosial.
Kerja sama
dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan
antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota (nasabah) dan
perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis
asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudharabah
dan musyarakah adalah dua buah konsep dasar dalam kajian ekonomika
Islami dan mempunyai nilai historis dalam perkembangan keilmuan ini.
e.
Amanah
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam
nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian
laporan keuangan tiap periode. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri
nasabah asuransi. Sesorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban
menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran
(premi) dan tidak memanipulasi kerugian (peril) yang menimpa dirinya.
4.
Bentuk- bentuk Asuransi
Perusahaan asuransi dan jenis-jenis bidang usaha perasuransian di
Indonesia dapat ditemukan dalam Bab III Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 tahun
1992. Dalam undang-undang tersebut dikemukakan sebagai berikut:
a. Asuransi
Kerugian
Yaitu
perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risisko atas
kerugian kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b. Asuransi Jiwa
Yaitu
perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang
dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
c. Reasuransi
Yaitu
perjanjian asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap
risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi
jiwa.
5.
Akad
dalam Asuransi Syariah
Prinsip-prinsip perjanjian islam sebagai suatu
perjanjian yang bebas dari unsur gharar, maisyir, dan riba dapat
diimplementasikan dalam kegiatan usaha suatu perusahaan asuransi. Adapun
ketentuan mengenai akad dalam asuransi adalah sebagai berikut:
a.
Akad
Dalam Asuransi Syari’ah
1.
Akad
yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan
akad tabarru‟.
2.
Akad tijarah
yang dimaksud adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru‟ adalah hibah.
Dalam akad sekurang-kurangnya haus disebutkan:
·
Hak dan
kewajiban peserta dan perusahaan
·
Cara dan
waktu pembayaran premi
·
Jenis
akad tijarah dan akad tabarru‟ serta syarat-syarat yang
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diadakan.
b.
Kedudukan Para Pihak Dalam Akad Tijarah dan
akad tabarru,
1.
Dalam
akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola)
dan peserta bertindak sebagai shahibul maal (pemegang polis).
2.
Dalam
akad tabarru‟ (hibah), peserta membeikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
c.
Ketentuan
Dalam Akad Tijrah dan Tabarru‟
1.
Jenis akad
tjarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru‟ bila pihak yang
tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban
pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2.
Jenis akad
tabarru‟ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah30.
d.
Premi
Dalam Asuransi Syariah
Premi merupakan pembayaran sejumlah uang
yang dilakukan pihak tertanggung kepada penanggung untuk mengganti suatu
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan akibat
timbulnya perjanjian atas pemindahan risiko dari tertanggung kepada penanggung
(transfer of risk).
1.
Pembayaran premi bidasarkan atas jenis akad tijarah
dan jenis akad tabarru’
2.
Untuk
menentukan bentuknya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan
rujukan berupa ilustrasi.
B.
Sejarah Asuransi Syariah
Kata
“asuransi” berasal dari bahasa Belanda ‘assurantie’ yang dalam
hukumBelanda disebut verzekering bermakna ‘pertanggungan’. Dari
peristilahan assurantie, kemudian muncul istilah assuradeur bagi
‘penanggung’ dan greassureerde bagi ‘tertanggung’. Dalam bahasa Inggris
asuransi diistilahkan dengan insurance, ‘penanggung’ diistilahkan dengan
insurer dan ‘tertanggung’ diistilahkan dengan insured.
1. Sejarah Asuransi Syariah di Dunia
Istilah
asuransi mulanya dikenal di Eropa Barat pada abad pertengahan berupa asuransi
kebakaran. Kemudian, pada abad ke-13 dan ke-14 terjadi peningkatan lalu lintas perhubungan
laut antar pulau sehingga berkembang pula asuransi pengangkutan laut yang
berasal dari Romawi. Jenis asuransi ini merupakan jenis asuransi kapitalis.
Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan laba dan didasarkan atas perhitungan
niaga. Asuransi jiwa baru dikenal pada awal abad ke-19.
Asal-usul
asuransi syariah berbeda dengan kemunculan asuransi konvensional seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Praktik bernuansa asuransi tumbuh dari budaya suku
Arab pada zaman Nabi Muhammad saw yang disebut aqilah. Al-Aqilah mengandung
pengertian saling memikul dan bertanggung jawab bagi keluarga. Dalam kasus
terbunuhnya seorang anggota keluarga, ahli waris korban akan mendapatkan uang
darah (diyat) yang dibayarkan oleh angota keluarga terdekat dari si
pembunuh yang disebut aqilah. Aqilah mengumpulkan dana secara
bergotong royong untuk membantu keluarga yang terlibat dalam perkara pembunuhan
yang tidak sengaja itu. Menurut Buku Dictionary of Islam yang
ditulis oleh Thomas Patrick jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh
anggota suku lain, maka pewaris kurban akan dibayar sejumlah uang darah atau
yang dikenal sebagai diyat. Diyat ini digunakan sebagai
kompensasi dari keluarga terdekat si pembunuh.
Al-aqila
adalah denda sedangkan makna al’aqil adalah
orang yang membayar denda. Beberapa ketentuan sistem aqilah yang
merupakan bagian dari asuransi sosial dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
piagam Madinah yang merupakan konstitusi pertama di dunia setelah hijrah ke
Madinah. Pasal 3 Konstitusi Madinah menyebutkan bahwa orang Quraisy yang
melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan
saling bekerja sama membayar uang darah di antara mereka. Jika seorang anggota
suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain, maka ahli waris
korban akan memperoleh bayaran sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh
penutupan keluarga pembunuh, yang disebut sebagai aqilah.
Praktik
aqilah tersebut memiliki kemiripan konsep dengan praktik asuransi Islam
yang pertama kali dibentuk. Praktik asuransi Islami berawal pada pendapat Dewan
Yurisprudensi Islam Liga Dunia Muslim, Mekkah, Arab Saudi, yang menyetujui
adanya “asuransi koperatif”. Organisasi asuransi atas dasar koperatif
dimotivasi oleh sebab yang sama dan pada hakikatnya mengikuti perkembangan yang
sama baik di zaman modern, maupun di zaman kuno.
Suatu
Negara Islam seharusnya menganjurkan pembentukan suatu industri asuransi yang
dimotivasi oleh jiwa koperatif karena gagasan koperatif diakui dalam Islam.
Dalam sistem asuransi koperatif, para penyumbang dana asuransi adalah para
dermawan, dan sumbangan mereka adalah donasi, dengan tujuan menanggung kerugian
yang menimpa siapa saja dari para penyumbang itu secara bersama-sama.
Kompensasi yang diberikan bertalian dengan kerugian yang diderita dan bukan
suatu jumlah tertentu yang disetujui antara pengasuransi dan yang diasuransikan
pada waktu perjanjian dibuat.
Pada
dekade 70-an di beberapa Negara Islam atau di Negara-negara yang mayoritas
penduduknya penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya
mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsure yang
diharamkan Islam. Pada tahun 1979 “Faisal Islamic Bank of Sudan”
mengambil prakarsa untuk mendirikan Perusahaan Asuransi atas dasar koperatif
yang bernama di Sudan. Perusahaan tersebut mengasuransikan usaha berikut ini, kecuali
asuransi jiwa.
1. Asuransi Muatan Laut
2. Asuransi Kapal
3. Kebakaran dan Pencurian
4. Penerbangan
5. Kecelakaan Pribadi
6. Rekayasa
7. Ganti rugi para pekerja
Islamic
Insurance Co. Ltd tersebut
menyelenggarakan dua akun yang terpisah dan berbeda yaitu akun pertama adalah
akun pemegang polis dan akun kedua adalah akun pemegang saham. Akun para
pemegang polis dimasukkan dalam kredit beserta semua iuran mereka, dengan
mempertimbangkan perlindungan asuransi ditambah dengan keuntungan yang diterima
pada investasi sumbangannya, dan didebitkan dengan proporsi beban jasa dan
klaim. Kelebihan yang ada setelah menyiapkan cadangan yang diperlukan,
dibagikan di antara para pemegang polis, sebanding dengan iuran yang mereka
bayar. Para pemegang saham perusahaan tidak turut serta dalam suatu bagian pun
dari kelebihan akun pemegang polis itu. Pendapatan yang diperolah dari
investasi modal saja dikreditkan pada akun pemegang saham. Bila ada kelebihan
yang tersisa sesudah membayar bagian pengeluaran pemegang saham untuk masa yang
tertentu, maka kelebihan ini dapat dibagi antar pemegang saham.
Perusahaan
tersebut telah membuat banyak kemajuan dalam jangka waktu lima tahun dan telah
mampu mendirikan beberapa cabang di Arab Saudi yang bernama Islamic
Insurance Co. Ltd dan di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini
kemudian diikuti oleh berdirinya Dar al-Mal al-Islam di Geneva, Swiss dan
Takaful Islami di Luxemburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas dan al-Takaful
al-Islami di Bahrain pada tahun 1983. Syarikat Takaful Nerhad di Malaysia
berdiri pada tahun 1984. Di Asia, asuransi syariah pertama kali diperkenalkan
di Malaysia pada tahun 1985 melalui sebuah perusahaan asuransi jiwa bernama
Takaful Malaysia, selanjutnya diikuti oleh Negara-negara lain seperti Brunei,
Singapura, dan Indonesia (Mannan, 1993).
2. Sejarah Asuransi di Indonesia
Keberadaan
usaha asuransi syariah tidak lepas dari keberadaan usaha asuransi konvensional
yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujud usaha perasuransian syariah sudah
terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama
berkembang. Atas dasar keyakinan umat Islam dunia dan manfaat yang diperoleh
melalui konsep asuransi syariah, maka lahirlah berbagai perusahaan asuransi
yang menjalankan usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah. Perusahaan
ini bukan saja dimiliki orang Islam, namun juga berbagai perusahaan miliki non
muslim. Selain itu juga terdapat perusahaan induk dengan konsep konvensional
ikut memberikan layanan asuransi syariah dengan membuka kantor cvabag atau unit
usaha syariah (UUS).
Perkembangan
perusahaan asuransi berlandaskan Islam di Indonesia terkait dengan
beroperasinya bank syariah sehingga diperlukan kehadiran jasa asuransi syariah.
Perusahaan asuransi syariah pertama kali didirikan pada tahun 1994 melalui PT
Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT STI memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT
Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU). Menurut
data pemerintah BAPEPAM LK Kementrian
Republik Indonesia, sampai dengan tanggal 31 Januari 2011, di Indonesia
terdapat 44 perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian syariah, lima
diantaranya merupakan asuransi syariah penuh (full Islamic insurance system),
yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK), PT Asuransi Takaful Umum (ATU), dan
PT Asuransi Syariah Mubarakah (ASM), PT Jaya Proteksi Takaful, dan PT Asuransi
Jiwa Al-Amin, sedangkan 37 unit asuransi syariah (UUS), dan tiga perusahaan
reasuransi yang memiliki unit syariah. Kondisi ini menunjukkan bisnis asuransi
syariah di Indonesia mulai ditekuni secara serius. Permintaan asuransi syariah
di masyarakat sudah meningkat yang dapat diartikan bahwa masyarakat Indonesia
sudah mulai terbiasa untuk bertransaksi dengan menggunakan syariah Islami.
C. Perkembangan Asuransi Syariah
1. Perkembangan
Asuransi di Dunia
Asuransi yang pertama kali didirikan adalah
Asuransi Takaful di Sudan pada tahun
1979, yang dikelola oleh Dar al-Mal al-Islami Group. Dar al-Mal melebarkan sayap bisnisnya ke negara-negara
Eropa dan Asia lainnya. Setidaknya ada
empat asuransi takaful dan retakaful pada tahun 1983, yang berpusat di Geneva, Bahamas, Luxembourg, dan Inggris.
Padahal secara legalitas keislaman, sistem
asuransi syariah baru baru diakui dan
diadopsi oleh ulama dunia pada tahun 1985. Pada tahun ini, Majma al-Fiqh
al-Islami mengadopsi dan mengesahkan takaful sebagai sistem asuransi yang sesuai dengan syariah. Artinya, perkembangan
takaful lebih didasarkan atas kreasi dan
kebutuhan umat muslim, ketimbang didorong oleh fatwa. Sistem asuransi diadopsi sebagai sistem saling menolong dan
membantu di antara para pesertanya.
Hingga saat ini, tidak kurang dari 65
perusahaan asuransi syariah tersebar di
seluruh dunia. Perkembangan asuransi dibilang cukup pesat. Dari asset $550 juta
pada tahun 2000, $193 juta di antara berada di Asia Pasifik, meningkat menjadi
$1,7 milyar.
Angka ini terus meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah asuransi syariah di duni. Pada tahun 2004 asetnya sudah
mencapai $2 milyar. Angka-angka di atas merupakan kumulasi untuk asuransi jiwa
dan selain jiwa. Asuransi keluarga syariah mendominasi perkembangan asuransi
dunia, mencapai 75%, di mana 60%nya berasal dari asuransi jiwa syariah.
Untuk merespon dan memajukan industri asuransi
syariah, Malaysia mendirikan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bank Syariah
(BIRTI), yang konsen pada bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya
manusia. Lembaga ini telah memberi andil dalam pengembangan industri syariah di
belahan asia. Dengan dukungan BIRTI, Takaful Malaysia menjalin kerjasama dengan Sri Lanka, Arab Saudi, dan
pernah pula memberikan dukungan teknis (technical assistance) untuk
operasionalisai Takaful Australia. Selain itu dukungan teknis dilakukan di
negara Lebanon, Bangladesh, dan Algeria. Kemudian pada tahun 1997, didirikan
lagi The Asean Retakaful International Labuan Ltd (ARILL).
Perkembangan
asuransi syariah yang cukup progressif terjadi di negara-negara Arab, terutama
negara Arab Saudi, Qatar, Kuwait dan Bahrain. Negara ini pertama kali
mendirikan Asuransi Takaful Internasional pada tahun 1989. Pangsa pasar
asuransi di Bahraian diperkirakan mencapai 65 juta dinar ($172 juta). Produk
yang diluncurkan oleh asuransi Bahrain ini antara lain, Asuransi Haji dan Umrah
yang diperkenalkan pada Januari 2004, asuransi kesehatan (The Best Doctors
Takaful Health Care) diluncurkan pada September 2004, dan takaful pendidikan.
Ketiga produk ini mendominasi dibanding produk lainnya.
Beberapa
industri asuransi syariah yang berkembang di Arab Saudi antara lain; Islamic
Arab Insurance Company (AlBaraka Group) (1980), Islamic Corporation for teh
Insurance, Investment dan Export Credit (1995), Islamic Insurance Company Ltd.,
Islamic Insurance and Reinsurance Company (1985), AlAman co-Operative Insurance
(AlRajhi) (1985), Global Islamic Insurance co. (1986), Islamic Takafaul and
Retakaful Company (DMI Group) (1986), dan lain sebagainya.
Di
belahan Benua Afrika, asuransi syariah pertama kali didirikan di Ghana, tahun
1994, yaitu Metropolitan Insurance Company Limited (MIT). MIT merupakan
satu-satunya asuransi yang beroperasi secara syariah di Ghana, dengan
menerapkan sistem mudharabah dan takafuli.
Selaian
Ghana, di Nigeria, African Alliance Insurance Company Limited, mendirikan Islamic
Life Insurance System (Takaful) pada oktober 2003. Di Senegal didirikan Islamic
Takaful and Retakaful Co. dan Sonar AlAmane (AlBaraka Group). Juga Takaful
Trinidad and Tobago Friendly Society didirikan di Trinidad dan Tobago pada
tahun 1999. Sementara di Eropa, negara Inggris merupakan pelopor pengembangan asuransi
syariah. Melalui HSBS’s Amanah, Inggris bercita-cita menjadi leading sector
bagi pengembangan asuransi syariah di Eropa dan negara lainnya. Di negara ini
dirikan pula International Co-operative and Mutual Insurance Federation
(ICMIF), yang menghimpun 150 orang dari 82 anggota organisasi dari 52 negara di
dunia. Lembaga ini bertujuan untuk memajukan dan memperkenalkan sitem asuransi
syariah ke berbagai negara.
Di
Amerika, asuransi syariah pertama kali berdiri pada Desember 1996. Takaful USA
Insurance Company, asuransi pertama di Amerika, didirikan untuk menampung
sedikitnya 12 juta penduduk muslim di negara Paman Sam itu.
Demikian
pula di Australia telah berdiri Australia Takaful Assosiation Inc. Malaysia dan
Bank Pembangunan Islam (IDB) telah meneken kontrak kerjasama untuk memajukan
industri asuransi syariah ini di negara-negara muslim, terutama di
negara-negara anggota OKI.
Perkembangan
asuransi syariah ini menunjukan responsi yang positif dari masyarakat dunia
akan sistem asuransi berbasis syariah. Hal ini menunjukkan bahwa asuransi
syariah dapat diterima dan menjadi alternatif bagi sistem asuransi yang
berjalan selama ini.
2. Perkembangan
Asuransi di Indonesia
Perkembangan
industri asuransi syariah juga terjadi di Indonesia. Pertumbuhan asuransi
syariah didukung oleh ketentuan regulasi yang menjamin kepastian hukum kegiatan
asuransi syariah. Ketentuan hukum yang mengatur asuransi syariah antara lain:
1. Undang
undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
2. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
Pemerintah No. 63 Tahun 1992.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
421/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan Bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian.
4. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor: 422/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor: 423/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang
Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian
6. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor: 424/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
7. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor: 426/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang
Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Modus operandi pendirian asuransi syariah di Indonesia
dilakukan melalui empat bentuk:
a. Pendirian
baru
b. Konversi
dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional
c. Pendirian
kantor cabang baru dengan prinsip syariah oleh Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Reasuransi konvensional
d. Konversi
kantor cabang konvensional menjadi kantor cabang dengan prinsip syariah dari
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional.
Untuk
pendirian baru tidak terlalu banyak masalah yang dihadapi terutama terkait
dengan nasabah. Sedangkan untuk konversi ada ketentuan yang harus dipenuhi
menyangkut kesediaan pemegang polis. Berikut adalah Ketentuan Khusus Konversi:
1. Tidak
merugikan tertanggung atau pemegang polis
2. Memberitahukan
konversi tersebut kepada setiap pemegang polis
3. Memindahkan
portofolio pertanggungan ke PA konvensional lain atau membayarkan nilai tunai
pertanggungan, bagi tertanggung atau pemegang polis yang tidak bersedia menjadi
tertanggung atau pemegang polis dari PA dengan prinsip syariah.
Baik
pendirian baru maupun konversi, suatu perusahaan asuransi syariah dapat
beroperasi apabila mendapat izin usaha dari Departemen Keuangan. Izin usaha itu
diberikan setelah pengajuan pendirian atau konversi memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Maksud
dan Tujuan di dalam anggaran dasar perusahaan
2. Memiliki
tenaga ahli
3. Memiliki
Dewan Pengawas Syariah Perusahaan
4. Memenuhi minimal modal disetor atau minimal
modal kerja (bagi pendirian cabang)
5. Tingkat
Solvabilitas (bagi pendirian cabang)
6. Tidak
sedang dalam pengenaan sanksi administratif (bagi pendirian cabang), dan
7. Persyaratan-persyaratan
lainnya, sebagaimana halnya persyaratan dalam pembukaan kantor cabang
konvensional.
Untuk mendukung perkembangan
asuransi syariah di Indonesia, DSN pada
tahun 2001 mengeluarkan fatwa NO: 21/DSN-MUI/X/2001Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syari’ah, yang menjadi acuan dari sisi syariah dalam penyelenggaraan
kegiatan asuransi syariah di Indonesia.
Asuransi Syari’ah
(Konsep
Dasar, Sejarah, Dan Perkembangan Asuransi Syari’ah)
Disusun oleh:
1.
Rangga Mandala Yudha
2.
Rahmi Octaviani
3.
M. Rizki Amanda Lubis
4.
Septi Lestari
5.
Ilal Mahdi
6.
Maryati
7.
Erlin Fransiska
8.
Silvi
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
BENGKULU, 2018 M /1440 H
DAFTAR ISI
A.
Konsep Dasar
Asuransi Syariah
1.
Pengertian Asuransi Syariah................................................................................1
2.
Landasan Hukum Asuransi Syariah.....................................................................3
3.
Prinsip Dasar Asuransi Syariah............................................................................3
4.
Bentuk- bentuk Asuransi......................................................................................4
5.
Akad
dalam Asuransi Syariah...............................................................................
B.
Sejarah Asuransi Syariah
1. Sejarah Asuransi Syariah di Dunia........................................................................7
2. Sejarah Asuransi di Indonesia...............................................................................10
C. Perkembangan Asuransi Syariah
1. Perkembangan
Asuransi di Dunia..........................................................................11
2. Perkembangan
Asuransi di Indonesia....................................................................13
D. Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar